Sembilan

1018 Words
Satu minggu berlalu setelah pengakuan Sakura kala itu yang menerima tawaran menikah dengan Hiro. Lelaki itu datang kembali dan megatakan pada Sakura juga pada Pak Umar, bahwa segala persiapan untuk acara akad nikah telah dia atur semuanya. Sekalipun hanya akad nikah saja, tapi Hiro tak akan merugikan Sakura dengan melakukan pernikahan siri. Hiro tidak akan melakukan hal itu. Dia adalah pria gentel yang akan melakukan segala sesuatu yang tidak akan merugikan orang lain. Hiro tetap akan melakukan semua prosedur pernikahan seperti pada umumnya. Hanya saja minus resepsi, itu saja. Pernikahan rahasia yang tidak ada orang terdekat Sakura satu pun tahu. Termasuk itu tetangga maupun teman-teman Sakura. Ga ya segelintir orang yang tahu mengenai rencana tersebut. Salah satunya RT juga perangkat desa setempat yang ikut mengurus berkas pernikahan Sakura dengan Hiro. Semua ini dilakukan demi Sakura. Tidak ingin timbul gosip juga fitnah jika sampai tetangga dan orang-orang mengetahui tentang rencana pernikahan mereka. Apalagi dengan status Sakura adalah seorang siswi SLTA. Sakura belum siap mendengar gunjingan yang bahkan akan terlontar dari mulut orang- orang. Ditambah kondisi Pak Umar yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja, menjadi pertimbangan sendiri bagi Hiro untuk tidak bertindak gegabah. Sakura mau menikah dengannya saja dia sudah lega. Yang terpenting adalah dia akan memiliki tanggung jawab menafkahi Sakura sehingga tak ada alasan lagi bagi Pak Umar untuk menolak bantuan materi darinya. "Paman, berjanjilah padaku jika pernikahan ini Paman lakukan hanya untuk membantu keluargaku. Dan dengan status Paman itu maka Paman berkewajiban menafkahiku seperti apa yang Paman mau. Jangan pernah berharap lebih padaku karena sejujurnya aku belum siap akan status baruku nantinya." Itulah kata-kata yang terlontar dari mulut Sakura. Sebenarnya dalam hati Sakura berkecamuk membayangkan bagaimana dia akan menikah. Tak pernah Sakura membayangkan akan menikah di usia muda. Tujuh belas tahun. Apalagi menikah dengan seorang pria yang usianya dua kali lipat dari usianya. Akan tetapi mengingat kembali akan tujuan Hiro menikahinya, membuat Sakura harus pasrah menerima semua jalan takdir hidupnya. "Ya, kau benar Sakura. Aku akan mengikuti semua apapun yang kau inginkan dan baik menurutmu juga keluargamu." Hanya itu jawaban yang terlontar dari mulut Hiro. *** Hari itu tiba, di mana Hiro sudah mengirim asisten pribadi untuk mejemput Sakura sekeluarga. Acara akad nikah akan dilangsungkan di kediaman Hiro, dengan mengundang petugas dari Kantor Urusan Agama yang akan mendampingi Pak Umar dalam menikahkan putrinya, yaitu Sakura. Jika ada yang bertanya apakah Hiro seorang muslim? Jawabannya adalah iya. Hiro memang seorang muslim. Papanya adalah seorang warga negera Indonesia sementara mamanya berasal dari Jepang. Mama Hiro mengikuti suaminya yang memang beragama Islam. Dan Hiro pun juga menganut Islam meskipun dia bukan muslim yang taat beragama. Sakura sekeluarga tiba di rumah Hiro, dan mereka sempat dibuat takjub. Betapa besarnya rumah Hiro. Pak Umar sampai tak percaya jika Hiro memang benar-benar orang kaya, membuat lelaki paruh baya itu minder untuk menikahkan putrinya dengan Hiro. "Selamat datang, Pak Umar," sapa Hiro kala Sakura mendorong masuk kursi roda Pak Umar ke dalam rumah. Ibu dan juga Salman mengikuti dari belakang. Hiro sudah menyambut kedatangan mereka. Ternyata memang benar, semua telah Hiro persiapkan. Beberapa orang tampak menunggu kehadiran Sakura sekeluarga. Pak Umar sendiri yang menikahkan putrinya dengan Hiro. Sementara yang menjadi saksi pernikahan mereka adalah beberapa Asisten Rumah Tangga yang bekerja di rumah besar Hiro, serta asisten pribadi Hiro yang bernama Hans. Acara sederhana yang berjalan sakral dan pada akhirnya mereka berdua, Hiro dan Sakura, telah resmi menjadi sepasang suami dan istri yang sah. Kelegaan tampak di wajah Pak Umar. Begitupun juga dengan Hiro. Sekalipun lelaki itu tanpa banyak bicara, nyatanya Hiro pun merasa lega. Dia menikahi gadis muda yang pantas menjadi adik atau bahkan anaknya. Miris memang, keputusannya yang mungkin saja akan berpengaruh pada masa depan Sakura. Tapi dalam hati Hiro berjanji, seandainya suatu hari nanti Sakura akan menemukan seseorang yang mungkin saja menyukai gadis itu, dan Sakura pun mencintai pria lain, maka Hiro akan menyerah dan membebaskan Sakura menentukan jalan hidupnya sendiri. Pernikahan ini hanya dilakukan Hiro untuk mendapatkan status sebagai suami Sakura. Tanpa ia berpikir apa yang akan terjadi di suatu hari nanti. "Pak Umar, saat ini saya telah resmi menjadi suami Sakura. Jadi saya harap Pak Umar tak akan lagi menolak semua bantuan yang akan saya berikan untuk Bapak," ucap Hiro kala dia berhadapan dengan Pak Umar. "Terima kasih,Hiro," hanya ucapan itulah yang mampu terlontar dari mulut Pak Umar. Sebenarnya Pak Umar ingin segera pulang setelah acara itu berlangsung. Tapi Hiro menahannya dan pada akhirnya Pak Umar sekeluarga harus menerima jamuan makan siang yang sudah disajikan diatas meja makan besar di dalam ruang makan kediaman Hiro. "Hiro, boleh Bapak bertanya sesuatu?" tanya Pak Umar karena sejak kedatangannya ke rumah ini, sedikit dibuat heran. Terutama dengan asal usul keluarga Hiro. Salah Pak Umar sendiri karena sedari awal tidak pernah bertanya tentang keberadaan lelaki yang sekarang sudah resmi menjadi menantunya. "Silahkan jika ada hal yang ingin Bapak tanyakan kepada saya," jawab Hiro disertai dengan senyuman. Hiro seolah tahu apa yang akan Pak Umar tanyakan kepadanya. Apalagi jika tidak tentang keluarganya. Siapa yang tak akan bertanya-tanya jika mendapati rumah sebesar ini tapi seolah tak ada penghuninya. "Hiro, di mana keluargamu? Kenapa Bapak lihat sedari tadi rumah ini terasa sepi sekali." Dengan keberanian Pak Umar bertanya pada menantunya itu. Pasalnya, saat acara akad nikah berlangsung tadi, Pak Umar sempat beprikir akan berkenalan dengan keluarga Hiro. Ayah dan Ibu Hiro misalnya. Tetapi rupanya tidak. Dan pertanyaan yang sama pun juga terpikir di benak Sakura. Gadis itu sedari tadi juga sempat bertanya-tanya. Sejak dia berangkat tadi, hingga saat sampai di rumah ini, jantung Sakura berdetak terlalu kencang. Itu karena dia gugup seandainya bertemu dengan kedua orang tua Hiro. Ditambah mendapati kemegahan rumah Hiro membuat Sakura semakin cemas saja seandainya ia yang dari keluarga biasa harus menikah dengan lelaki dari keluarga kaya. Bagaimana jika keluarga Hiro tak merestuinya dan menolak kehadirannya yang jelas -jelas akan dinikahi oleh Hiro. Begitulah kira-kira yang Sakura pikirkan sedari tadi. Hiro yang mendapat tatapan penuh tanya dari Pak Umar sekeluarga, hanya bisa menghela napas berat. Seharusnya ia menceritakan semua mengenai keluarganya pada Pak Umar sebelum ia menikahi Sakura hari ini. Dan sekarang, begitu ia mendapat pertanyaan itu, mau tidak mau Hiro harus menceritakan semuanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD