11. Sedikit Memaksa

1469 Words
Sudah tidak terhitung berapa kali Leo mengetik dan menghapus kalimat sederhana yang ia ketik di kolom chat. Ingin mengajak Catherine ke acara baby shower keluarga Andre ternyata begitu sulit. Lebih sulit dari pada menyusun skripsi. Besok ada acara? Leo menghapus ketikanya lagi. Rasanya dia mau gila. Padahal apa susahnya tinggal mengetik dan mengirim pesan itu ke Catherine. Jika gadis itu tidak bisa ikut ya sudah. Dia tinggal datang sendiri. Jari Leo mulai mengetik kata yang sama lalu di hapus kembali. Merasa kesal sendiri Leo melempar ponselnya ke tengah kasur. Ia meraup wajahnya frustasi. Kemarin Leo bertemu Andre di cafenya Seto. Sahabatnya itu mengundangnya secara langsung ke acara baby shower istrinya. Waktu terus berputar. Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam tapi Leo masih ragu untuk menghubungi Catherine. Satu sisi hatinya berkata tidak apa-apa pergi ke acara baby shower tanpa Catherine. Namun sisi hatinya yang lain menolak dan mengharuskan datang ke acara itu bersama Catherine. Dia ingin teman-temanya tahu begitu pun orang lain yang mengenalnya kalau sekarang ia sudah mempunyai gandengan baru. Walau hatinya masih utuh dan masih mengharapkan Ana Clarissa. Dalam kebimbangannya untuk menghubungi Catherine. Leo berharap gadis itu menghubunginya terlebih dahulu, atau muncul tiba-tiba didepan rumahnya sekarang. Leo memutuskan keluar rumah sebentar untuk melihat apakah Catherine ada di rumah Stella atau tidak. Terlihat rumah tetangganya itu sepi. Tidak ada mobil yang terparkir didepan rumah. Itu tandanya Stella belum pulang ke rumah dan yang jelas Catherine tidka ada disana. Acara baby showernya adalah besok pagi dan sampai sekarang Leo masih belum mengambil tindakan. Dia berpikir untuk menemui Catherine secara langsung. Bukan mengirim pesan atau menelepon. Sayangnya, dia tidak tahu dimana alamat rumah gadis itu. Tidak kehilangan akal Leo menelepon Stella untuk menanyakan dimana keberadaan Catherine. Kata Stella kemungkinan sepupunya itu ada di rumah orang tuanya atau tidak gadis itu ada di apartemenya. Beberapa saat kemudian Stella mengiriminya alamat apartemen dan juga alamat rumah Catherine. Leo memilih mendatangi rumah gadis itu terlebih dahulu. Didepan rumah megah keluarga Catherine, dia di hampiri satpam penjaga rumah. "Ada yang bisa saya bantu, mas? " Tanya laki-laki berumur hampir lima puluhan tahun itu. Leo berdiri diluar pagar. Dia harus mengecek keberadaan Catherine ada disana atau tidak. "Saya Mau tanya pak, apa benar ini rumahnya Catherine? " "Benar mas. Barusan mbak Catherine baru keluar. " "Keluar kemana pak? " "Saya kurang tau mas. Kalau boleh tau mas ini siapanya non Catherine? " "Saya temannya, pak. Terima kasih pak atas infonya. Saya permisi. " Leo undur diri dan kembali ke dalam mobilnya. Tempat selanjutnya yang Leo harus datangi adalah apartemen gadis itu. Semoga saja dia ada disana. Kalau tidak ada dia tidak tahu harus mencari Catherine dimana lagi. *** Catherine baru saja selesai mandi. Dia masih mengunakan bathrobe saat terdengar bel apartemennya berbunyi. Tidak menunggu lama akhirnya sang pemilik unit membuka pintunya. Catherine terkejut melihat Leo ada di depannya sekarang. Dari mana lelaki itu tahu tempat tinggalnya dan mau apa? Seharusnya jika ada yang penting dia bisa langsung menghubunginya lewat pesan atau telepon. "Kamu, " Ucap Catherine terkejut. "Kenapa kamu ada disini? Ter-" "Bisa bicara di dalam? " Potong Leo. Belum juga mendapat jawaban dosen muda itu masuk begitu saja kedalam apartemennya. Tanpa duduk Catherine berdiri dihadapan Leo sambil melipat tangan didepan d**a. Dia penasaran kenapa laki-laki itu sampai menghampirinya ke tempat tinggalnya. "Sepertinya kamu nggak suka sama kedatangan aku? " "Bukan itu. Aku hanya penasaran darimana kamu tau tempat tinggal aku. " "Stella." "Ah, ternyata Stella." Dalam hati ia memakai sepupunya. Kenapa memberitahu Leo alamat apartemennya. Seharusnya cukup alamat rumah saja. Tempat ini hanya diketahui orang-orang terdekatnya saja. "Ada apa? " Tanya Catherine to the point. "Jangan bilang kamu kangen sama aku? " Leo tersenyum kecil lalu menggeleng. "Bukan. Aku ada perlu sama kamu. " "Seharusnya kamu bisa telepon atau kirim pesan. " "Aku ingin langsung bicara sama kamu. " "Wow... Sepertinya ini penting. Memangnya kamu mau minta bantuan apa? Jadi pacar pura-pura kamu lagi dihadapan orang tua kamu? Kalau itu it's ok. Bukanya perjanjian kita selama tiga bulan ke depan. " Tidak tahu kenapa Leo merasa ada yang kurang saat Catherine berbicara padanya. Gadis itu tidak menyematkan kata 'baby' untuknya. "Aku ingin kamu menemani aku pergi ke acara baby shower teman aku. " Mendengar kata baby shower Catherine langsung teringat dengan percakapan yang ia dengar kemarin antara Leo dan adiknya. Sebenarnya Catherine mau-mau saja tapi dia ingin terlihat jual mahal sedikit dihadapan dosen muda itu. Tidak langsung menjawab iya-iya saja. "Acaranya kapan? " "Besok." "Besok, ya? " Catherine tampak berpikir. Dalam hati Leo resah, takut gadis itu tidak bisa menemaninya. Seharusnya gadis itu bisa menemaninya agar teman-temanya tahu kalau dia sudah punya gandengan baru. Tapi jika Catherine tidak bisa, dia harus membujuk gadis itu. "Kayaknya aku nggak bisa. " Bohong Catherine. "Kenapa? Apa kamu sudah ada janji. " "Iya. Aku ada janji sama teman aku. Aku sudah lama janjian sama dia dan cuma besok dia punya waktu. " "Apa nggak bisa di ganti hari lain janjinya? " "Nggak bisa soalnya teman aku itu sibuk banget. " "Ayolah Catherine... Tolong luangkan waktu sebentar saja buat besok. Aku butuh bantuan kamu. " Catherine menahan senyum melihat Leo yang memohon. "Emangnya acaranya penting banget? " "Sangat-sangat penting." Leo harus berhasil mengajak Catherine. Dia tidak boleh datang sendirian ke acara babay shower. "Gimana ya, Leo. " Catherine masih pura-pura berpikir. Dia harus main tarik ulur. Mempermainkan laki-laki dihadapannya. "Tapi aku nggak enak sama teman aku. " "Biar nanti aku kasih penjelasan sama teman kamu. " "Tetap saja aku ngrasa nggak enak. " "Ayolah... Catherine. Help me...! Aku bakal turutin permintaan kamu asal kamu mau pergi sama aku. " Wow... Bagi Catherine itu adalah tawaran yang sangat mengiurkan. Tapi tidak. Dia tidak boleh luluh begitu saja. Setidaknya dia harus sedikit mempermainkan Leo. "Leo, I am sorry... Aku nggak bisa. Aku nggak bisa membuat teman aku kecewa. " "Ayolah... Catherine. " Mohon Leo. Ingin sekali Catherine tertawa melihat Leo yang sekarang memohon dihadapannya. "I am sorry, Leo. " Tidak. Leo harus membuat Catherine mau pergi dengannya. Harus... Titik... Tidak pakai koma. Dia harus menggunakan cara lain supaya menuruti kemauanya. "Jadi kamu nolak permintaan aku. " Catherine tidak suka dengan tatapan lelaki itu padanya saat ini. Begitu tajam. "Kamu seharusnya tidak menolakku Catherine. " Leo bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menghampiri Catherine. Laki-laki itu terus maju. Catherine yang sedikit takut melangkah mundur sampai punggungnya membentur dinding. Leo mengurung tubuh gadis itu dengan kedua lengannya yang berada di kedua sisi tubuh Catherine. "Mau apa kamu Leo? " Catherine tidak suka dengan Leo yang seperti ini. "Kamu tau mau aku, Catherine. " Leo menatapnya dengan tajam. Wajahnya begitu dekat dengan wajah gadis itu. "Aku udah bilang aku nggak bisa bantu kamu. " Desisnya. "Tapi aku mau kamu bantu aku." "Jangan memaksa Leo. " Catherine bisa merasakan hembusan hangat nafas lelaki itu. "Kalau perlu aku akan memaksa. " Gertaknya. Catherine tidak suka begini. Biasanya dia yang selalu menguasai permainan. Dia yang selalu mengatur dan mengendalikan semuanya. Catherine tidak menyangka Leo bisa seperti ini. Berdekatan dengan laki-laki ini berakibat buruk. Dia baru sadar Leo terlihat begitu tampan jika di lihat dari dekat. "Sial." Batin Catherine. Sekarang jantungnya berdegup tidak seperti biasanya. Dia tidak pernah merasakan ini sebelumnya. "Kamu cuma bercanda Leo. Kamu nggak akan berani. " Tantang Catherine yang sejurus membuat gadis itu menyesal. "Kamu berpikiran seperti itu? " Tangan Leo kini berpindah ke wajah cantik Catherine, mengelusnya. Kemudian turun ke leher terus ke d**a dan sampai di tali bathrobe. Leo sudah memegang ujung tali bathrobe dan berniat akan menariknya. "Jangan gila kamu Leo. " Desisnya. "Kamu pikir aku bercanda? " "Kamu nggak akan berani. " "Oh ya? " Leo langsung menarik tali bathrobe Catherine. Yang sontak membuat gadis itu menahan bathrobe nya agar tidak terbuka setelah aksi Leo memaksa membuka simpul talinya. Leo tersenyum miring melihat Catherine yang panik. "Kamu takut? " "Jangan gila kamu Leo. " Leo terkekeh. Biasanya gadis itu yang biasanya mendominasi dan sesuka hatinya. Tapi di gertak begini saja Catherine sudah takut. Leo berpikir akan sedikit bermain-bermain dengan gadis ini. "Kamu pikir aku cuma bercanda? " Leo mendekatkan wajahnya membuat Catherine memalingkan wajahnya. Leo tersenyum. "Aku cuma mau kamu bantu aku. Kamu yang membuat aku bertindak seperti ini. " Tangan Leo memegang dagu Catherine agar menghadapnya. Mereka bertatapan cukup lama. "Aku bisa berbuat lebih parah dari pada ini. " Bisiknya tepat di telinga Catherine. Suara berat laki-laki itu membuat Catherine tiba-tiba merinding. "Aku harap besok kamu bisa menemani aku. Aku akan menjemput kamu disini, baby. " Leo menjauhkan wajahnya. Melihat Catherine yang diam seperti itu malah membuat Leo ingin menciumnya. Tidak bisa mengendalikan keinginannya laki-laki itu mendekat kembali dan mencium sekilas bibir Catherine lalu pergi. Catherine merosot terduduk di lantai saat Leo keluar dari unitnya. Dia meraba dadanya yang dari tadi berdetak tidak seperti biasanya. Dia benci perasaan seperti ini. Sepertinya dia sudah salah bermain-bermain dengan Leo Anggara Widyatama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD