CH.26 Men Bussines

1850 Words
Rasyid kembali ke penthousenya dengan pikiran campur aduk. Dia membawa dua kaleng soda ke balkon dan diam di sana. Dika yang baru turun dari ruang kerja Rasyid kaget melihat temannya masih menggunakan pakaian yang sama. “Ga jadi ngegym?” tanya Dika duduk di sampan Rasyid. Pria itu menggeleng pelan. “Kenapa?” tanya Dika tak mengerti. Rasyid bersiap menjawab tapi ponselnya berdering dan dia melihat nama Laila di sana. “Ada apa?” tanya Rasyid dalam mood yang buruk. Laila menggerutu mendengar seruan Rasyid yang galak itu. “Cek email kamu, Nenek sudah kirim sampel acara untuk pertunangan ini, tapi aku sudah bilang ga bisa kalo tahun ini, jadi aku minta tahun depan,” kata Laila. “Heeemm,,” hanya itu yang keluar dari mulut Rasyid. Laila paham jika dia tak ingin melanjutkan pertunangan ini. “Aku cuma mengulur waktu tapi tak bisa membatalkan hal ini. Ayo kita bareng-bareng kerja sama,” kata Laila menutup telponnya. Rasyid tak bereaksi setelah menerima telpon itu. Dika yang dasarnya penasaran tak ayal bertanya. “Siapa yang nelpon?” tanya Dika lagi. “Laila,” jawab Rasyid pelan. Dika diam tak berkomentar apapun. Rasyid bingung dengan reaksi Dika menatap sahabatnya itu. “Ada apa sama Laila?” tanya Rasyid gantian tapi Dika dengan cepat menggelengkan kepalanya. Dika berdehema untuk meredakan apa yang barusan terjadi. “Harusnya akku nanya kamu ada apa?” tanya Dika kembali. Rasyid hanya menghela napas. “Aku tadi bertemu Asmara, di saat aku ingin bicara dengannya, momennya ga pas dan aku melihatnya menangis,” helaan napas terdengar bersamaan dengan cerita itu. “Apa yang terjadi?” tanya Dika bingung dan Rasyid menceritakannya. “Mungkin dia melihat pria vrengsek itu bersama wanita lain tapi aku ga tau siapa wanita itu,” kata Rasyid. “Terus kenapa kamu ga berusaha untuk ngobrol sama dia,” desak Dika. Rasyid menggenggam kaleng sodanya erat membuat isi dalam kaleng itu mencuat keluar. “Elu kira aku ga usaha, selama ini aku cuma nunggu momen yang pas untuk bicara sama dia, tapi menurutmu jika dia sudah berurai air mata di gudang mal dan duduk di pinggir ranjang sambil nyetel musik keras-keras, apa bisa aku ngomong sama dia,” kesal Rasyid dan melempar kaleng itu begitu saja. Dika menghela napas menyesali dia menuduh temannya tak berusaha. “Sorry, aku pikir kamu tetap dalam peranmu yang menyukainya diam-diam tanpa menunjukkan hal itu kepadanya,” kata Dika. “Siapa yang menyukainya, aku hanya simpati,” ujar Rasyid pergi dari sana. Dika hanya menggeleng pelan. “Itu bukan suka Ras, aku tahu ada rasa yang tinggal di hatimu karena hal ini. Karena aku juga merasakan perasaan yang sama,” lirih Dika. *** Rasyid menyanggupi permintaan Oman untuk bertemu di Jerman, meskipun dia enggan tapi dia tak bisa mengabaikan pesan yang dibawa Oman begitu saja. Selama perjalanan ke Jerman, Rasyid memikirkan satu hal, dia tak seharusnya marah kepada Reno karena sahabatnya itu juga mendekati Asmara. “Kita ke tempat Reno dulu ya,” pinta Rasyid. Dika dan Edgar mengangguk tak masalah mengenai hal ini. Setelah tiba di Jerman mereka langsung ke tempat Reno. “Selamat siang Tuan Ar Madin,” sambut Loka begitu membuka pintu apartemen. Rasyid masuk tanpa sungkan dan melihat Loka membereskan apartemennya. “Reno mana?” tanya Rasyid duduk di pantry dan menikmati makanan yang ada di hadapannya tanpa sungkan. Loka hendak membangunkan Reno tapi empunya sudah muncul di sana. “Pantesan berisik, ga taunya ada tamu ribet datang, bikin kacau apartemenku aja,” keluh Reno. “Siang kebo, molor mulu, gimana dapet cewek kalo molor mulu, diambil orang lo baru tau rasa deh,” ledek Rasyid berusaha mencairkan suasana. Reno langsung terbelak, “Kaya elu ga kebo aja, sok ngatain gue kebo,” sahut Reno duduk di sana berhadapan dengan Rasyid dan menikmati makanan bersama. “Barusan dateng?” tanya Reno dan Rasyid mengangguk. “Mau tidur dulu lu, kan dari jauh,” kata Reno dan Rasyid menggeleng. Dia mengambil sepotong pizza dan berjalan ke balkon apartemen Reno. “Sorry Bro, udah sempat marah sama kamu soal kemarin,” kata Rasyid pelan. Reno hanya menghela napas mendengarnya. “Aku munafik kalo bilang ga sebel dengan apa yang kamu lakukan, tapi aku ga mau juga gegara ini persahabatan kita jadi rusak,” kata Reno. Rasyid diam. “Pertunanganku sama Laila sudah ditentukan,” kata Rasyid pelan. “Dan kamu tahu kalo aku sama sekali tak mengharapkan pertunangan ini terjadi,” kata Rasyid. “Masalahnya dimana, kan kamu tinggal ngomong sama Om Alfin kalo ga mau,” kata Reno tak mengerti. Rasyid menggigit pizza sembari berpikir bagaimana caranya dia mengatakan kepada Reno. “Setidaknya ga semudah itu Papaku bakal nerima terutama Nenek Isna yang berharap banget aku bisa menikah sama Laila, menantu idamannya,” kata Rasyid. “Salahnya Laila dimana sih kalo dia jadi istri kamu?” tanya Reno penasaran, karena selama ini memang tak ada yang tahu kenapa Rasyid selalu menolak Laila. “Dia udah kaya adik buatku, kamu bisa bayangin deh gimana cewek rasa adik yang mendadak jadi kekasih sedangkan kamu sendiri tak pernah membuka hatimu untuk dia selain sebagai sodara,” kata Rasyid. “Belajar mencintainya jjuga ga salah Bro,” kilah Reno tapi Rasyid menggeleng. “Ga semudah itu,” kata Rasyid cepat. “Laila itu mencintai Aldo, sepupuku di Semarang, ingat kan kamu?” kata Rasyid membuat Reno setengah tak percaya. “Beneran?” tanya Reno penasaran. Rasyid mengangguk, “Tepat satu hari Laila ingin mengenalkan Aldo kepada orang tuanya, mereka menerima pertunangan dari keluargaku, sejak itulah kasusnya jadi rumit. Dan di luar dugaan Laila, orang tua Aldo dan Laila mereka sudah ketemu dan sepakat untuk tidak menyetujui hubungan mereka,” kata Rasyid. Reno menegak kaleng soda yang dia pegang dan masih tak percaya dengan kenyataan ini. Rasyid menghabiskan kaleng soda yang dia pegang. “Aku melihat sendiri bagaimana Aldo yang terpuruk dengan kenyataan itu dan membuat dia menerima saja perjodohan ibunya dengan seorang wanita yang sekarang jadi istrinya. Orang tuanya mengira jika wanita itu dari kalangan baik-baik. Tapi ternyata setelah menikah, Aldo baru tahu jika wanita itu adalah wanita malam,” jabar Rasyid. Reno yang mendengar bagian terakhir dari penjelasan Rasyid menggeleng tak percaya dengan hal itu. Tapi Rasyid mengangguk mantap membuat dia yakin jika sahabatnya ini tak mungkin berbohong. “Dan kaitannya sama masalah kamu gimana?” tanya Reno. Rasyid menggeleng, “Aku belum ngomong bener sama Papa, jadi aku ga tau apa yang bisa aku lakukan untuk ini, selama ini aku dan Laila hanya mencoba mengulur waktu dan berharap para tetua tak sadar soal ini.” Reno diam berpikir dan mencoba merunut semua yang Rasyid alami. “Tunggu bentar,” kata Reno. Rasyid menoleh dan menunggu kelanjutan ucapan Reno. “Sebelum Nima ga ada kamu kan bisa tuh meyakinkan mereka kalo Nima akan jadi mantu Ar Madin. Nah, kenapa ga coba cara yang sama, meskipun harus nikah kontrak atau pertunangan kontrak lah,” saran Reno. Rasyid diam. Ucapan Reno memang tak salah dan kini dalam pikirannya muncul satu nama yang membuatnya ingin melakukan hal itu. Rasyid masuk dan bersandar di sofa. “Hey, kenapa tiba-tiba cabut aja sih, galaumu udah beres,” seru Reno dan Rasyid mengangguk. “Anggap aja udah,” kata Rasyid dan memejamkan matanya. Tapi pria itu masih bisa mendengar seruan dan ocehan panjang dari sahabatnya itu. *** Dentuman musik EDM membuat empat pria itu melenggang santai ke klub malam tempat janji ketemu mereka dengan Oman malam ini. “Hello my Brothers, seneng banget liat kalian rukun kaya gini,” celetuk Oman karena keduanya datang bersamaan. Rasyid melotot tajam sedangkan Reno hanya berdecak. Keduanya duduk saling berhadapan dan mengambil minuman yang sudah disediakan di sana. Rasyid menatap Oman sedangkan Oman masih santai tersenyum. “Sabar dikit, nunggu ajudanku ke sini dulu anter barang,” kata Oman. Reno yang tahu sedikit apa yang akan Oman sampaikan nampak santai dan melanjutkan minumnya. “Ajudanmu ngambil barang dimana sih?” tanya Rasyid mulai tak sabar. Oman melirik jam tangannya memang cukup lama sih untuk ukuran ambil barang kecil di parkiran. “Di mobil, harusnya sih emang ga selama ini,” kata Oman mulai cemas. Reno meminta Oman untuk menelponnya sekedar memastikan. “Akhirnya kamu menelpon juga, kenapa lama sekali,” keluh satu suara asing di sana. “Siapa ini?” tanya Oman cepat dan dia langsung mengganti mode pengeras suara agar semuanya bisa mendengar percakapannya. “Apa kalian menunggu bukti yang membuat kalian merasa menang kali ini, heeehh?” sebuah suara berat muncul di sebrang setelahnya. Ketiganya saling pandang dan menebak siapa yang berani melakukan ini. “Dimana B?” tanya Oman tak gentar. Kekehan sumbang terdengar dan Rasyid terbelak mendengar tawa itu, dia mengenali suara itu. “Marques,” lirih Rasyid membuat ketiganya saling pandang. “Kenapa kamu harus cari orang yang ga berguna macam dia sih, harusnya yang kamu tanyakan itu datamu selamat apa tidak,” kekehnya. “Apa maumu?” tanya Oman membuat Marques senang. “Kamu cepat tanggap The Shadow sayang sekali kamu tidak ikut bergabung bersamaku di sini,” ucap Marques tanpa dosa. Dia berdehem, “Berikan semua salinan data itu kepadaku dan aku anggap kita impas, ajudanmu aku kembalikan dengan selamat,” negosiasi Marques. Bersamaan dengan itu, terdengar suara erangan dan rintihan sepertinya B sedang disiksa oleh Marques. Oman hanya mengepalkan tangannya karena B adalah salah satu ajudan terbaiknya selama ini. “Apa yang bisa kamu berikan kepadaku jika aku melakukan hal itu?” tantang Oman membuat Marques tertawa. “Apa kamu serius menanyakan hal ini atau karena ada Ar Madin dan Abrisam di sana?” tanya Marques. Ketiganya saling tatap dan pandangan mereka beredar ke seluruh ruangan sampai dia melihat satu cctv di sana. Marques paham jika Oman aka bertanya bagaimana dia bisa tahu hal itu. “Ga perlu bingung aku tahu darimana, semua gerak gerik kalian aku awasi,” sombongnya. “Jadi gimana?” ulang Marques. Oman gantian yang terkekeh sumbang, “Baguslah jika kamu tahu aku ada di pihak sapa, jadi aku tak perlu lagi mengarang cerita indah untuk mengelabuimu,” sombong Oman tak mau kalah. Marques menggeram mendengarnya, tapi tak lama dia kemudian terkekeh. “Sampaikan salamku kepada Rasyid Ar Madin calon pewaris utama grup yang seharusnya jadi milikku. Jika Nima saja bisa aku lewati, maka wanita lain pun yang akan dia pilih jadi pendampingnya juga akan berhadapan denganku. Bukan hanya itu saja, semua orang yang terlibat dan membantunya termasuk Abrisam, Derawan, The Shadow dan siapapun yang berani membantunya,” kata Marques. Rasyid sudah siap mengeluarkan caciannya tapi untung Dika sigap dan menutup mulut pria itu dengan telapak tangannya. Dika menggeleng untuk memberikan kode jika dia tak perlu melakukan hal itu. “Ini hanya awal, Bassil itu hanya percobaan sebelum malapeetaka yang lebih besar lagi. Sebanyak apapun aku menghancurkan hartamu, tak akan membuatmu goyah. Tapi aku tahu kelemahanmu Ar Madin kali ini. Dan kini dia ada dalam genggamanku tanpa bisa kamu cegah sedikitpun,” kekeh Marques. Sebelum Oman bertanya lagi dia sudah menutup telponnya dengan cepat. “Sial, siapa yang dia maksud ada dalam genggamannya,” keluh Oman kesal. Rasyid memikirkan satu nama, tapi dia tak yakin jika dia memang benar-benar ada dalam permainan ini. "Ga mungkin dia." ***** Siapa??
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD