Rasyid melihat Edgar ada di sana dan menatap tak suka kepada pengawalnya, jika Edgar di sini itu artinya Asmara sendiri di sana. Rasyid memejamkan mata mengingat nama itu yang sudah tiga hari tak dia dengar kabarnya.
Rasyid menarik sudut bibirnya, “Lebih enak dikatakan bucin daripada harus mengalami kasus yang tak pernah dilakukan,” kekehnya pelan membuat Jonan menoleh, “Ada masalah Tuan Muda?” tanya Jonan dan Rasyid menggeleng.
Hakim memasuki ruangan dan semua orang berdiri. “Terdakwa diduga terlibat dalam kasus pembunuhan seorang wanita bernama Sherly. Silahkan jaksa penuntut untuk menyampaikan tuntutannya,” ucap Hakim dan Jaksa berjalan mendekati Rasyid.
Brrraaaakkk..
Terdengar pintu pengadilan yang dibuka dan puluhan wartawan memaksa masuk. Beberapa pengawal safari nampak menghalau para wartawan untuk memberikan jalan kepada seseorang.
Dika dan Edgar yang mendengar itu menoleh dan kaget melihat siapa yang datang. Rasyid ikut menoleh dan terbelak melihat sosok yang berjalan untuk duduk di area depan.
“Papa,” lirih Rasyid.
Sedangkan Edgar dan Dika menunduk hormat dan memberikan tempat kepada Alfin Ar Madin. Para wartawan sudah sibuk mengambil gambar membuat jaksa sedikit panik.
“Tenang, tenang semuanya,” ucap Hakim sambil mengetukkan palu. “Silahkan dilanjut Jaksa,” pinta Hakim membuat Jaksa sedikit kaget dan mulai blank.
Jonan dan Rasyid yang melihat gelagat Jaksa itu mulai merencanakan untuk memukul mundur mereka. Ponsel Dika bergetar dan dia melihat nama Oman di sana. Dika ke pojok belakang ruang sidang untuk menerima telpon dan dia paham apa yang Oman katakan.
Dika membaca file itu dan lekas mengirimnya kepada Jonan, saat di depan Dika memberi kode untuk cek emailnya dan Jonan melakukannya. Pengacara itu tersenyum lebar melihatnya dan makin percaya diri.
“Apa Saudara mengenal Sherly?” tanya Jaksa dan Rasyid mengangguk yakin. “Hubungan Anda dengan korban?” tanya kembali.
“Dia rekan bisnis Erick dari Spanyol dan kebetulan dia penanggung jawab untuk proyek di Indonesia bersama dengan saya,” jelas Rasyid tanpa ragu.
“Hanya hubungan professional atau memang jadi spesial karena data kami menunjukkan Anda sering bertemu dengannya di luar kantor dan di hotel,” kata Jaksa mulai tenang dan sedikit memojokkan Rasyid.
Rasyid tersenyum, “Jika dia bisa memberikan full service kenapa saya tidak bisa menikmatinya dan mengambil fasilitas itu,” kata Rasyid polos membuat suasana sidang jadi gaduh.
Jonan menggeleng mendengar apa yang Rasyid ucapkan tapi pria itu tak peduli, Jaksa merasa di atas angin karena hal ini bisa dijadikan alasan untuk menjeratnya.
“Lalu Anda terlibat perselisihan, Anda emosi menyembunyikannya dan membunuhnya, apa seperti itu?” tuntut Jaksa.
Rasyid mendongak dan menatap jaksa sengit. “Dia mengakui satu hal kepadaku demi keselamatannya aku memang memberinya tempat yang aman, tapi aku tidak membunuhnya justru dia yang meminta perlindungan kepadaku,” ujar Rasyid.
Jonan hanya menghela napas mendengar apa yang diucapkan oleh Rasyid. Dia bukannya tak tahu masalah itu, Rasyid ssudah cerita semuanya tapi menurutnya dalam situasi seperti ini itu tidak akan membantu.
“Saya ingin memanggil saksi Yang Mulia Hakim,” ujar jaksa dan hakim mengangguk. Dari pintu samping pengadilan muncul Erick yang Rasyid yakini akan membuatnya semakin terpuruk.
Jaksa menanyakan kepada Erick hubungan dengan Sherly dan dia menjawab sama dengan Rasyid. Sampai di titik bagaimana hubungan Rasyid dan Sherly, Erick mulai membual.
Tapi Rasyid tak peduli soal itu karena yang lain pasti akan tahu bagaimana kejadian yang sebenarnya. Jonan yang mulai kesal bertanya kepada Erick yang membuatnya mati kutu.
“Jadi kami menemukan bukti percakapan Anda dengan korban dan terkait transaksi seumlah besar uang dan asset untuk membuat Rasyid berada di sisi korban, apa itu benar?” tanya Jonan membuat riuh suasana pengadilan.
Jonan mendapatkan teguran karena hal itu tapi dia bisa menunjukkan bukti yang membuat Hakim mengijinkannya memberikan bukti.
Muncullah bukti transfer dan pembicaraan Erick dengan Sherly yang membuat Jaksa ikut diam. Erick menunduk dan Hakim memandang kedua orang itu bergantian.
“Sekian dari saya Yang Mulia, terima kasih,” kata Jonan.
Rasyid mengangguk kepada Jonan membuat Jonan tersenyum bangga.
Jaksa penuntut tak kenal menyerah, akhirnya dia menjabarkan bukti yang menunjukkan pin keluarga Ar Madin ditemukan di genggaman tangan Sherly. Jaksa berasumsi dugaan kematian Sherly karena pembunuhan dengan mencekik lehernya.
Jonan mengerutkan dahinya dan mengajukan keberatan. “Tapi dari data rumah sakit yang kita terima pemmbunuhan terjadi karena pukulan benda tumpul dan tidak terjadi luka di leher seperti tercekik atau semacamnya,” urai Jonan.
Suasana sidang makin riuh sampai Hakim memukul palu berkali-kali. Jonan merasa inilah saatnya untuk menendang orang-orang itu.
“Saya ingin menghadirkan saksi yang tahu bagaimana riwayat pin keluarga itu dan kebetulan beliau yang mewariskan pin itu,” kata Jonan dan Hakim mempersilahkan.
Alfin Ar Madin muncul dari pintu samping pengadilan yang membuat Dika kaget sejak kapan ayah Rasyid hilang dari sampingnya.
“Apa benar pin ini milik Rasyid Ar Madin dan apa hubungan Anda dengan terduga,” tanya Jonan professional. Alfin berdehem, “Saya ayahnya dan saya yang memberikan pin itu kepada Rasyid, tapi bukan pin seperti ini modelnya tapi yang ini,” Alfin mengeluarkan satu pin yang berbeda dari pin yang dijadikan barang bukti.
“Pin ini dibuat hanya satu tiap generasi, karena pin ini adalah pertanda dia keturunan Ar Madin yang berhak mewarisi seluruh kekayaan Ar Madin,” ucap Alfin perlahan.
“Ada setetes darah pemilik pin ini dan bisa dibuktikan dengan sinar UV untuk melihat ada darah atau tidak dalam pin ini,” kata Alfin. Jonan meminta kepada Hakim untuk memberikan ijin mengambil sinar UV kecil dan Hakim mengijinkan.
Alfin menyinari pin itu dan muncul gumpalan darah di sana. Sekaligus initial A dalam bentuk tanda air yang tak mungkin semua orang bisa membuatnya. Semua penonton yang melihat hal itu takjub dan mempertanyakan pin itu dan meminta ijin kepada Hakim untuk membuktikan jika pin ini sama atau tidak. Hakim melakukan tes yang sama dan tidak terlihat apapun di dalamnya.
Hakim meminta Jonan untuk melanjutkan, “Lalu, dimana pin milik Rasyid jika ini bukan pin yang Anda buat,” tanya Jonan. Alfin menatap Jonan santai.
“Kamu harus tanyakan itu kepada Rasyid, karena setiap pin akan disimpan sendiri oleh pemiliknya dan tidak ada yang tahu hal itu. Sekaligus pin itu juga disimmpan dalam kotak kaca yang sudah di desain khusus,” Alfin menunjukkan kotak kaca yang dia bawa dan terbuka dari atas, samping kanan dan kiri hanya dengan menempelkan retina matanya.
“Jika melihat keamanannya seperti ini, itu artinya pin itu tidak mungkin dicuri, apa benar begitu Tuan Alfin,” cecar Jonan dan Alfin mengangguk.
Jonan berdiri di hadapan Rasyid. “Untuk menunjukkan Anda tidak bersalah, coba buktikan jika Anda memiliki pin itu,” tanya Jonan dan dia menoleh kepada Edgar.
Pengawalnya itu membawa kotak kaca, Jonan mmencoba memukulnya dengan meja dan menginjaknya. “Maaf saya hanya mencoba in case pencuri itu merusaknya karena tak mendapatkan retina mata Rasyid,” kata Jonan.
Jaksa yang melihat hal itu sudah pucat dan gelisah begitu juga dengan petugas polisi dan kepala polisi yang bertanggung jawab atas penyelidikan ini.
Jonan memberikan kotak itu kepada Rasyid dan kotak itu terbuka saat Rasyid mendekatkan dengan matanya. Jonan mengambilnya dan mengecek dengan sinar UV terlihat gumpalan darah dan initial R di sana.
Hakim terlihat mencatat apa yang baru saja dia lihat dan berdiskusi dengan timnya. “Sebutkan pembelaan Saudara Rasyid Ar Madin,” pinta Hakim dan Jonan bersemangat untuk menyebutkan semuanya.
Jonan yakin kali ini Rasyid akan bebas dari segala tuduhan karena mereka menggambarkan secara detil apa yang Rasyid lakukan selam rentang waktu kematian Sherly dan kegiatan Sherly dari cctv terdekat.
Sidang ditunda sampai satu jam lamanya. Kesempatan ini tak disia-siakan Rasyid untuk bertanya perkembangan yang terjadi. “Sejak kapan kamu ada di Dubai, lalu Asmara bagaimana?” tanya Rasyid cepat.
“Nona Asmara masih belum ada tanda-tanda melahirkan saat saya pergi kemari, perkiraannya lahirnya masih minggu depan Bos,” kata Edgar.
“Kamu sudah tahu apa yang terjadi? Kenapa semua ini jadi boomerang buatku?” tanya Rasyid kepada Dika. Dika menggeleng, “Oman masih mencari alasan dan celah untuk ini, kemarin dia fokus mencari bukti kalo kamu tidak terlibat dalam hal ini,” kata Dika.
“Siapkan serangan balik, kali ini kita tak bisa tinggal diam melihatnya senang di atas penderitaanku,” perintah Rasyid. Edgar dan Dika saling pandang tapi tak lama mereka mengangguk.
Satu jam berlalu, Hakim sudah siap dengan keputusannya dan membacakan kepada semuanya. “Dengan mempertimbangkan semua bukti dan saksi, maka Rasyid Ar Madin dinyatakan tidak bersalah dan bebas dari segala tuduhan,” ucap Hakim tegas.
Dan berakhir dengan ketukan palu tiga kali.
Alfin menunggu Rasyid di depan kantor pengadilan tapi Rasyid hanya menatap ayahnya dan dia berpaling tanpa ucapan terima kasih. Alfin yang melihatnya hanya bisa menghela napas kasar.
Rasyid kembali ke rumahnya bersama Dika dan Edgar. Pria itu berniat untuk mandi dan membersihkan semua kotoran dalam dirinya tapi seorang pengawal datang dan membisikkan sesuatu kepada Edgar.
Rasyid yang curiga mengurungkan niatnya dan menunggu laporan dari pengawalnya itu. Edgar menatap Rasyid ragu tapi akhirnya dia memutuskan untuk jujur.
“Nona Asmara sudah melahirkan anak lelaki Bos, baru saja waktu Indonesia,” kata Edgar pelan. Rasyid menyunggingkan senyum seakan yang lahir itu anaknya.
“Namanya?” tanya Rasyid dan Edgar langsung menjawab tanpa ragu. “Ario Putra Airlangga,” jawab Edgar cepat dan Dika langsung terbelak mendengarnya.
“Ga mungkin,” seru Dika.
******