CH.48 Upppss... Same feeling

1945 Words
Ketiga pria dewasa yang ada di ruangan itu menoleh. “Oman,” kata Rasyid dan Dika hampir bersamaan. Oman memasuki kamar rawat Edgar dan melihat kondisi Edgar yang masih belum sadar. Oman mengeluarkan tablet dan memutar rekaman cctv itu. Gunawan terlihat serius melihatnya dan dia menyadari jika ada mobil SUV yang melaju kencang menabraknya. Gunawan meminta untuk memperbesar plat mobil SUV itu tapi sayangnya sia-sia karena desain plat mobil dibuat gelap. Rasyid dibuat geram dengan semua ini, “Siialan, dia memang sudah merencanakan semua ini sehingga kita tak bisa menemukan pelakunya,” kata Rasyid. Dika teringat apa yang dibawa Edgar dan bertanya kepada Gunawan. “Apa ada barang berharga Edgar yang hilang?” tanya Dika membuat yang lain sadar motif dibalik kecelakaan ini. “Dari pengecekan kami, dompet, ponsel, tidak ada yang hilang, barang-barang di dashboard juga utuh hanya rusak karena kecelakaan,” kata Gunawan melihat catatannya. “Bagaimana dengan gambar, amplop atau semacamnya?” tanya Oman membuat Gunawan bingung. “Gambar seperti apa maksudnya?” tanya Gunawan balik. Oman mencari history pesan yang dikirim Edgar dan dia menunjukkan satu gambar yang juga dimiliki Rasyid dan Dika. Gunawan melihat gambar itu dan menggeleng. “Tak ada bukti cetak untuk gambar ini,” jawab Gunawan santai. Ketiganya saling tatap dan paham siapa yang melakukannya. “Tapi ini siapa?” tanya Gunawan dan ketiganya menggeleng. “Kami sedang menyelidikinya,” jawab Oman santai. “Boleh Anda memberikan salinan gambar itu kepada kami juga,” pinta Gunawan dan Oman dengan senang hati memberikannya termasuk salinan cctv nya. Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan, Gunawan pamit. Oman menutup pintu setelah memastikan kondisi di luar aman. Pria itu meminta ketiganya untuk berkumpul dalam jarak yang dekat. “Mulai sekarang kita harus waspada dan tak bisa percaya dengan sembarang orang, terutama orang yang baru kita kenal. Jika diperlukan kita menyebutkan password saat kita bertemu seperti ini,” kata Oman. Keduanya masih tak mengerti dan saling tatap. “Setelah satu tahun dia diam, kali ini Marques mulai bergerak. Edgar sudah jadi korban peringatan Marques dan sepertinya dia tak main-main soal ini. Sebelum Edgar kecelakaan dia mengatakan jika dia menolong Asmara dari percobaan kejahatan Marques, tapi dia tak bilang apa yang sudah Marques lakukan,” jelas Oman dengan suara pelan. Rasyid terbelak dan mengeraskan rahangnya seketika. “Sketsa wajah Marques hilang itu artinya Marques tak ingin kita mengetahui wajahnya sebenarnya, tapi sayangnya Edgar tahu hal ini dan berusaha memperingatkan kita,” urai Oman. Dika mengangguk paham soal hal ini. “Jadi apa rencana kita seharusnya?” tanya Dika kemudian. Oman menatap Rasyid, “Apa kamu tidak menugaskan pengawalmu untuk berjaga di sini?” tanya Oman dan Rasyid menggeleng. “Aku tak percaya dengan rumah sakit ini, jadi kita memindahkan Edgar di rumah sakit yang satu grup dengan Ar Madin, setelah itu kita memberikan penjagaan untuknya,” kata Rasyid. Terdengar erangan pelan saat ketiganya berdiskusi membuat perhatian mereka beralih ke ranjang pasien. Rasyid mendekati Edgar dan memanggil namanya. Sedangkan Oman dan Dika menempati sisi yang berbeda. Edgar membuka matanya dan melihat Bosnya ada di sana. “Maafkan saya Bos,” ucap Edgar lirih membuat Rasyid menggeleng. “Istirahatkan dirimu dulu, nanti kita bicara jika kamu sudah sembuh,” kata Rasyid. Edgar memejamkan matanya untuk meredakan sakit dalam dirinya. “Nona Asmara dalam bahaya, kemarin saya melihatnya berusaha ditabrak oleh Marques,” lirih Edgar membuat ketiganya saling pandang. “Apa maksudmu?” tanya Rasyid tak menyangka. “Awalnya aku mengira pengemudi itu tak sengaja, tapi dia mengatakan satu hal yang membuatku yakin jika itu Marques,” ucap Edgar pelan karena dia massih merasakan nyeri di punggungnya. “Ed, sebaiknya kamu bicara ini nanti, kita bisa menunggu. Karena kita juga menduga Marques lah pelakunya,” kata Dika tak tega melihat kondisi Edgar. Tapi pria itu menggeleng, “Aku juga ingin menjaga Asmara sama seperti si Madin sialan, tapi dia harus dibuat celaka dulu agar dia mau memintaku untuk bertanggung jawab. Itu yang dia katakan padaku Bos,” ungkap Edgar dan dia mengerang kesakitan. Oman memencet tombol darurat dan tak lama perawat datang bersama dokter yang menanganinya. Dia memeriksa semuanya ditemani Dika dan Oman. Rasyid sibuk dengan perasaan amarahnya sendiri karena ucapan Marques itu. Tak lama terdengar bunyi ponsel dari kantong Rasyid dan dia melihat nomor asing menelponnnya. “Apa hadiah dariku membuatmu senang Ar Madin?” kekeh seorang pria di sebrang sana. “Vrengsek, apa maumu, jika kamu dendam kepadaku, datang sendiri ke sini. Jangan jadi pengeceut dengan menyuruh anak buahmu melukai pengawal atau orang-orang terdekatku!” bentak Rasyid penuh amarah. Dika dan Oman paham siapa yang menelpon sampai Rasyid murka. Setelah dokter memeriksa Edgar dan tak ada lagi yang mereka tanyakan, dokter dan perawat itu lekas pergi karena takut melihat aura Rasyid saat ini. “Bertemu denganmu itu membuang waktuku dan terlalu banyak cingcong diantara kita. Bukankah lebih menyenangkan membuatmu kesal seperti ini,” tawa Marques tanpa dosa. “Sakit jiwa!” umpat Rasyid. “Belum, semua yang aku lakukan ini tak ada apa-apanya dibandingkan apa yang kamu lakukan di masa lalu,” kata Marques penuh penekanan. Rasyid ganti tertawa, “Kamu belum tahu siapa musuhmu sebenarnya, aku yakin kamu akan mati berdiri jika tahu siapa yang harusnya kamu lawan Marques yang Bodoh,” cela Rasyid. Marques diam. “Tapi aku akan terima jika kamu memang ingin mengibarkan bendera perang kepadaku. Let’s fight till end your life Shiiit Man,” tantang Rasyid. Sambungan langsung terputus setelah Rasyid mengatakan hal itu. Tapi senyum puas mengembang di bibir Rasyid. “Ternyata anak mental tempe sok berani melawanku,” jumawa Rasyid. Dika dan Oman menggelengkan kepala melihat kesombongan Rasyid. “Diamnya Marques bukan berarti dia mental tempe, tapi dia memikirkan cara untuk memukul telak dirimu. Kenapa kamu keras kepala sekali, aku sudah katakan jika dia tak akan tinggal diam,” pesan Oman. “Dia lelaki bodoh yang tersesat, aku yakin aku bisa mengalahkannya. Tunggu saja,” kata Rasyid sombong. Malam harinya sesuai dengan rencana sebelumnya, Edgar dipindahkan ke rumah sakit yang lebih mereka pahami dan meminta dua pengawal berjaga di depan pintu. Dika dan Rasyid menginap di hotel yang letaknya bersebelahan di rumah sakit. Oman yang memutuskan untuk menjaga Edgar di rumah sakit. *** Empat hari lamanya Edgar berada di rumah sakit dan sesekali mereka bertiga gantian menjaga. Malam ini giliran Rasyid jaga tapi karena ini hari Jumat, jadi Dika dan Oman ikut berjaga di sana. Empat hari dirawat kondisi Edgar semakin baik, tapi memang cedera punggung dan kakinya tak bisa langsung sembuh. Karena postur tubuh Edgar yang kuat dan tak mudah menyerah membuat latihan fisioterapinya berjalan lancar dan tak mengalami kendala apapun. Dia cepat menyesuaikan meskipun beberapa hari tak berjalan. Tengah malam ketiganya mulai merasakan kantuk, setelah banyak hal yang mereka diskusikan dengan berbagai cemilan dan minuman membuat ketiganya jadi lelah dan terlelap di sofa. Dalm mimpi Rasyid, dia melihat seorang wanita menggandeng seorang anak di tengah keramaian tapi dia tak menepi atau menghindar dari keramaian itu. Rasyid yang melihatnya penasaran apa yang dia lakukan sampai dia mendekat tapi tak lama mobil box menghantam tubuhnya membuat Rasyid berteriak kaget. Semua orang yang mendengar teriakan Rasyid ikut terbangun dan Dika menggoyangkan tubuh Rasyid guna menyadarkan dirinya. Rasyid membuka mata dan langsung beralih ke posisi duduk. Dia mengusap wajahnya karena keringat dingin bercucuran di wajahnya. “Astaga itu tadi cuma mimpi, aku kira beneran, rasanya kaya nyata,” gumam Rasyid. Ketiga temannya yang lain saling pandang. “Mimpi apa lu?” tanya Dika yang paling kepo. Rasyid menatap ketiganya yang menunggu ceritanya, tapi dia menggeleng. “Ga kok ga penting,” kata Rasyid. Tapi yang lain memicingkan matanya curiga dan mendesak Rasyid untuk bicara. Rasyid menghela napas, “Aku ga tau mimpi apa, tapi ada wanita dan anak kecil yang tertabrak mobil. Sebelum itu sebenarnya dia sudah ada di tengah kerumunan orang-orang tapi anehnya saat mobil itu datang mendadak kerumunan itu hilang dan hanya tinggal dia di sana,” cerita Rasyid. Edgar mulai menyadari apa yang Rasyid maksud. Dia menggapai tabletnya dan melihat jadwal yang sudah dia ketahui sebelumnya. “Minggu ini harusnya jadwal keberangkatan Devio ke Semarang,” kata Edgar membuat Rasyid mendongak. “Keberangkatan apa?” tanya Rasyid ga ngerti. Edgar menjelaskan dengan singkat jika Devio ditugaskan ke Semarang di kantor cabang yang ada di sana. Otomatis mereka akan menjalani pernikahan jarak jauh. Rasyid berdiri, menghampiri Edgar dan menatapnya kesal. “Kenapa kamu bilang padaku sekarang?” tanya Rasyid dengan penuh penekanan. “Dia sama siapa kalo Devio bodoh itu pergi? Hanya berdua dengan anaknya dan pengasuhnya?” cecar Rasyid dan Edgar mengangguk pelan. Rasyid memijat keningnya lelah. “Ini bisa jadi celah buat Marques untuk menyakiti Asmara. Pikir Rasyid, pikir, pikir,” gumam Rasyid kacau. “Aku sudah meminta orang untuk menggantikanku sementara Bos, sampai nanti aku sembuh baru saya akan bertugas lagi. Mohon pengertiannya,” kata Edgar. “Apa mereka bisa bekerja dengan baik?” kata Rasyid dan Edgar mengangguk yakin. “Okay, minta mereka lapor kepadamu 24 jam, paham!” perintah Rasyid dan dia pergi dari sana tanpa berpamitan kepada yang lain. Oman yang melihat tingkah Rasyid curiga dengan Edgar. “Apa menurutmu sikap Rasyid itu tidak berlebihan hanya untuk seorang wanita?” tanya Oman penasaran. Dika hanya menghela napas, paham makna pertanyaan Oman karena dia setipe dengannya. Edgar menggeleng yakin, “Jika kalian sudah kenal Asmara, kalian bakal tahu kenapa Bos Rasyid seperti itu,” kata Edgar yakin. Dika dan Oman saling pandang. “Jadi sekarang kamu mendukung tindakan Rasyid untuk menjaga Asmara, karena?” selidik Oman. Edgar menjelaskan semuanya yang membuat Dika dan Oman saling pandang tak percaya. Selama ini mereka mengenal Edgar dia tak pernah menggambarkan wanita secara detail meskipun bekerja bersama, tapi dengan Asmara dia bisa dengan luwes menceritakannya tanpa sungkan. “Ingat batasan perasaan yang kamu miliki sekarang Ed,” putus Dika membuat tubuh Edgar menegang. Oman menaikkan alisnya, “Luar biasa, jadi kamu secara tak langsung bersaing dengan Rasyid,” kekeh Oman. “Tolong, jangan katakan soal hal ini kepada Bos Rasyid, aku tidak ingin dia salah paham,” pinta Edgar membuat Dika dan Oman tak tega. “Bahkan kamu memohon kepada kita hanya untuk Asmara, kayanya dia memang kandidat utama jadi menantu Ar Madin,” gelak Oman dan kembali ke sofa. *** Rasyid mendapatkan informasi jika malam ini Asmara dan anaknya akan mengantar Devio ke stasiun. Demi memuaskan rasa penasarannya dia sudah tiba di stasiun lebih awal dan melihat beberapa jadwal kereta untuk ke Semarang. Untuk mengusir rasa sepinya, dia membeli segelas es kopi dan menunggu di salah satu bangku yang membuatnya leluasa memadang orang yang lalu lalang. Dan benar saja, dia melihat sosok yang dia cari perlahan mulai mendekat di pintu kedatangan yang berada tak jauh dari tempat duduknya membuatnya bisa melihat jelas wajah yang dia inginkan. “Asmara,” lirihnya dan dia melihat wanita itu menggandeng anak lelakinya yang terlihat lucu. “Hampir dua tahun aku tak melihatmu, tapi aku masih bisa merasakan reaksi yang sama saat melihatmu. Rasa apa yang aku rasakan ini,” gumamnya. Pandangan matanya mengunci kepada interaksi ketiganya yang nampak seperti keluarga bahagia dan membuatnya iri. Rahangnya mengeras dan membayangkan jika Asmara dan Devio masih bisa melakukan interaksi suami istri yang lebih saat mereka hanya berdua. Karena di depan umum seperti sekarang, Devio berani mencium Asmara meskipun singkat. “Ssiiaal, kenapa lelaki itu masih berani menyentuh milikku,” geram Rasyid sambil mencengkram gelas plastik yang untungnya sudah kosong. Wajah malu-malu yang ditunjukkan Asmara semakin membuat Rasyid gemas dan kesal seketika. Dia berpikir, ‘Seharusnya aku, aku, Rasyid yang melakukan hal itu. Aku yang ada di sana,’ batin Rasyid tak berhenti berteriak. Asmara mengedarkan pandangan karena merasa ada yang melihatnya tapi dia tak menemukan siapapun. Sampai sebuah tangan menyenggol punggungnya dan samar dia mendengar bisikan. “You’re mine.” *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD