Rasyid masih mengawasi gerak gerik Reno, dia mengeluarkan ponselnya dan memutar perekam suara. Keheningan itu hilang ketika semua orang mendengar rekaman suara itu.
“Jadi apa yang harus aku tahu soal suamimu atau apapun itu,” kata Reno. Hening sesaat.
“Suamiku selingkuh dariku dan buruknya aku memaafkan hal itu hanya karena aku memiliki anak darinya. Sebenarnya aku sudah merasakan firasat ini sebelum menikah, tapi jeleknya aku tak memiliki keberanian untuk memutuskannya waktu dan lebih memilih mengikuti arus,” jelas Asmara.
Helaan napas terdengar.
“Dan setelah dia melakukanny lagi saat aku sudah memiliki Ario, aku tak punya bukti untuk itu. Jika berdasarkan ucapanku saja bisa saja kan karena tuduhan sepihak dan dia pasti menolak perceraian ini,” kata Asmara.
“Kamu wanita yang luar biasa, tak salah kalo aku memutuskan deket kamu lagi,” ucap Reno dan terdengar tawa keduanya.
Rasyid menatap Reno yang santai menuang minuma di gelasnya. Telinganya terasa panas mendengar rayuan Reno macam itu. Tapi dia mengesampingkan semua itu dan kembali mendengarkan apa yang mereka bicarakan.
“Semisal ada seorang pria yang lebih baik dari suami kamu dan mencintaimu, apa kamu akan menerimanya?” tanya Reno.
“Kenapa kamu nanya gitu?” tanya Asmara balik.
“Bagaimana pun kamu juga harus melihat masa depan bukan terpaku sama lelaki macam suami kamu aja kan,” ujar Reno.
“Itu tujuan yang jauh banget Ren, bahkan ta terpikirkan olehku. Fokusku sekarang ingin cari bukti perselingkuhan suamiku dan membawanya ke pengadilan agar aku bisa cerai sama dia,” kata Asmara.
Reno mematikan rekaman itu dan menatap Rasyid. “Paham kan lu apa yang dia butuhkan sekarang? Kenapa aku sampai mengancammu berkali-kali. Dia terluka Ras, dan luka itu terlalu dalam,” kata Reno.
Rasyid diam tapi tatapannya tak lepas dari Reno seakan ingin membunuhnya.
“Kalo kamu memang serius sama dia, bantu dia, dia butuh seseorang yang bisa menguatkan dirinya, butuh sandaran yang lebih baik dari lelaki pilihannya kali ini,” kata Reno.
“Makanya aku nanya sama kamu, sampai dimana rasa peduli kalo hanya mengawasi dia dan memastkan dia dalam keadaan baik-baik saja, tapi kamu tak pernah memahami apa keinginannya,” seru Reno.
Semua orang nampak diam menatap dua orang yang sedang berdebat itu. Kali ini Rasyid seperti seorang lelaki yang sedang diadili karena kesalahan besar yang dia buat.
“Terakhir deh kita bahas kaya gini, apa keinginanu sebenarnya sama Asmara? Apapun itu, jelek apa enggak coba kasih tahu kita semua yang ada di sini biar kita tahu dan ga salah paham,” cecar Reno.
Rasyid menatap semuanya, “Dia akan jadi Nyonya Ar Madin berikutnya, terlepas dari apapun statusnya di masa lalu,” kata Rasyid penuh percaya diri.
Reno tersedak mendengarnya dan menatap Rasyid tak percaya soal ini. Dan tatapan itu tak mempengaruhi keputusan Rasyid.
“Seriusan? Keluargamu? Laila dan semua orang yang terlibat dalam kehidupanmu sudah tahu hal ini? Dan mereka tak masalah dengan pilihanmu. Bukan aku tak mendukungmu tapi kasta kalian berbeda dan cara pandang orang tuamu beda dengan orang tuaku yang bebas aja,” cecar Reno.
Edgar dan Dika saling pandang, selama ini mereka hanya mengikuti kemauan Rasyid tanpa tahu apa yang jadi urusan dia dan keluarganya. Tapi ucapan Reno masuk akal karena selama ini keluarga Ar Madin masih menerapkan prinsip perjodohan.
“Kamu ga usah pikirin soal itu, bahkan jika mereka memintaku memilih Ar Madin atau Asmara aku akan tetap milih Asmara. Karena tanpa Ar Madin pun aku masih bisa menghidupi Asmara nantinnya,” kata Rasyid penuh keyakinan.
Reno paham hal itu, karena dia sendiri melihat bagaimana perjuangan Rasyid mendirikan World Biz yang sekarang tak bisa dipandang sebelah mata.
“Okay, anggap aja soal keluargamu beres. Tapi gimana soal Asmara, apa dia mau jadi the next Mrs. Ar Madin? Kalo aku kenal dia selama ini, dia pasti menolaknya,” desak Reno.
Rasyid berdecak keras, “Apapun alasanmu dan caramu menggoyahkan pilihanku tetap sama Asmara dan itu tak akan berubah. Aku hanya menunggu sidang cerai darinya dan setelah itu aku akan memintanya menikah denganku,” kata Rasyid.
“Apa kamu mencintainya?” tanya Reno tak terduga.
Dika dan Edgar nampak tegang mendengar pertanyaan itu dan mereka penasaran juga dengan jawaban Rasyid soal ini. Sedangkan Rasyid kembali meraba dalam dirinya ini cinta atau bukan.
“Aku butuh seseorang yang kuat untuk jadi pendampingku bukan masalah cinta atau tidak,” balas Rasyid pelan nampak ragu beda dengan sebelumnya yang penuh percaya diri.
Reno kembali mengotak atik ponselnya dan menatap Rasyid. “Tapi jalanmu ga bakal mudah Bro,” ucapnya dan memutar rekaman yang lain.
“Apa kamu bisa membuka hatimu untuk jatuh cinta lagi?” tanya Reno. Helaan napas itu terdengar.
“Mencintai seseorang itu harus siap menerima sakitnya. Sayangnya, aku tak ingin melakukannya lagi,” kata Asmara pelan.
“Aku lelah Ren, cukup satu kali aku terluka, aku ga mau lagi,” tutup Asmara.
Reno mematiikan rekaman suara itu, Rasyid yang mendengarnya hanya diam. Ucapan Asmara itu terekam dengan jelas di ingatannya.
“Jika kamu memang tidak mencintainya tak masalah, karena sepertinya dia juga tak ingin mencintai orang lain lagi,” ucap Reno sambil menegak minumannya dan dia berdiri menatap Rasyid nyalang.
“Tapi ingat jangan sampai kamu menyakitinya atau kamu tak akan pernah melihatnya lagi,” tegas Reno berlalu dari sana.
***
Rasyid memegang gelas wine di tangan kirinya dan tangan kanannya dimasukkan kantong celana. Tubuh tegap kekarnya berdiri di depann jendela memandang lampu kota yang berpendar di malam hari.
Kejadian beberapa hari lalu masih jelas terekam dalam benaknya. Semua orang menyarankan dirinya untuk bertindak bukan lagi diam seperti sebeluumnya.
Dia menegak minuman itu dan merasakan aliran wine mengalir dalam tenggorokannya. Rasyid mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
“Al, aku mau minta tolong,” kata Rasyid pelan. Aldo yang mendengar ucapan sepupunya itu agak bingung tapi dia meminta Rasyid mengatakan apa yang dia inginkan.
“Bantuin Asmara cari bukti perselingkuhan suaminya, ikuti saja apa yang dia inginkan. Aku ganti berapapun yang kamu minta,” kata Rasyid.
Aldo mengerutkan dahinya tak lama dia terkekeh, “Ini masih soal wanita itu? Astaga, aku kira kamu udah move on dan cari baru,” ledek Aldo.
Rayid berdecak, “Sayangnya belum bahkan kayanya aku ga bisa move on dari dia,” ujar Rasyid polos. Aldo nampak tertarik dengan cerita Rasyid dibanding keinginan sepupunya itu.
“Why?” tanya Aldo singkat.
“Ada hal yang ingin aku miliki dari dirinya. Semangat hidupnnya, caranya menghadapi kenyataan hidup, pikirarn positifnya bahkan saat jelas banget dia tersakiti, dan,” Rasyid menggantug ucapannya.
“Dan,” desak Aldo.
“Dan senyuman dan tawa yang dia miliki, aku merasakan perasaan hangat hanya dengan melihat senyuman itu,” jujur Rasyid.
Aldo menarik sudut bibirnya, “Falling in love is always make someone being different. Tapi aku suka perubahan baik dalam dirimu,” kekeh Aldo.
“Aku tidak jatuh cinta,” sangkal Rasyid.
“Bodo amat, bautku ini namanya cinta, jatuh cinta,” tawa Aldo.
“Aku dengar dia bakal ke Semarang buat cari bukti perselingkuhan suaminya. Utus orang untuk menunjukkan apa yang harusnya dia tahu,” kata Rasyid terdengar memerintah.
Aldo berdecak, “Kennapa mesti repot gitu, biarin aja dia tahu sendirinya kalo memang dia harus tahu,” kata Aldo santai.
“Biar cepat kelar, kalo dia menemukan bukti itu saat dia ke Semarang besok, semakin cepat perceraian itu terjadi dan dia tak akan menderita lagi seperti sekarang,” seru Rasyid.
“Oke, bayar orang buat bikin bukti itu ga akan keliatan natural, asal kamu tahu aja,” kata Aldo mengingatkan dan Rasyid menghela napas.
“Aku tahu soal itu, tapi ini bukan membuat bukti tapi memancing bukti,” kata Rasyid membuat Aldo bingung. “Caranya?” tanya Aldo memang tak mengerti.
“Asmara paassti mendatangi kantor suaminya untuk cek apa yang terjadi. Kamu utus orang yang paham masalah ini untuk memancing Asmara datang ke rumah suaminya dan sisanya biar Asmara yang selesaikan,” saran Rasyid.
“Sumpah, elu lelaki terniat yang paling aku kenal. Kenapa ga kirimin semua bukti yang sudah selama ini kamu miliki dan dia tak akan menolaknya,” usul Aldo.
“Aku sudah melakukannya dan dia membuang ke tempat sampah gitu aja,” suara Rasyid dengan helaan napas berat. Aldo berdehem, “Berapa kali kirim? Kalo cuma sekali dan kamu nyerah cemen itu namanya. Coba sekarang kirimin lagi pasti dia terima dan akan nyariin tu orang yang bantuin dia selama ini,” usul Aldo membuat Rasyid berpikir ulang.
“Gampang itu jadi urusanku, sekarang beresin orang yang aku bilang itu dan minta mereka untuk memancing Asmara ke sana,” kata Rasyid.
“Kalo gini aja kan kamu tinggal panggil anak buahmu, kenapa harus aku ikut bantuin?” tanya Aldo masih tak terima jika sepupunya berubah sakit jiwa kaya sekarang.
“Karena kamu orang yang mengetahui hal ini pertama kali dan mengatakan kepada Asmara soal kebenaran ini. Tapi yang paling utama sih karena kamu mantan suami wanita selingkuhan itu,” jelas Rasyid.
“Kamu sudah bertindak terlampau jauh Rasyid Ar Madin. Awas aja kalo kamu buang dia gitu aja kaya sampah, aku lempar dari gedung tertinggi di Dubai, tau rasa elu,” ucap Aldo penuh ancaman.
“Ga aka nada aku melepaskan Asmara, dia milikku dan akan selamanya begitu,” kata Rasyid penuh percaya diri.
“Kapan dia berangkat?” tanya Aldo.
“Besok,” jawab Rasyid cepat.
“Vangke, nyiksa lu kalo minta tolong, gimana aku bisa nemu orang secepat itu, sialan bener deh,” umpat Aldo dan Rasyid berdehem.
“Edgar udah beresin, kamu ga usah bingung, cukup datangi orang itu dan bantu yakinkan mereka untuk ikut skenario ini, abis ini aku kirim datanya,” kata Rasyid cepat dan mengakhiri panggilannya.
Rasyid masih mengoperasikan ponselnya dan menghungi pengawalnya. “Ed, kirim data orang yang kemarin kita tugaskan untuk bantuin Asmara nemukan bukti ke Aldo sekarang,” kata Rasyid cepat dan dia mengakhiri panggilan setelah Edgar menjawab perintahnya.
“Aku sudah minta Aldo untuk bantuin Asmara menemukan bukti perselingkuhan suaminya,” ucap Rasyid saat dia kembali mengoperasikan ponselnya untuk menghubungi seseorang.
“Kenapa bukan kamu yang membantunya malah meminta Aldo yang bantuin dia, bukankah aku sudah bilang ini waktunya kamu tampil dan ada buat dia,” keluh pria di sebrang sana.
“Aku paham maksudmu Ren, aku akan ketemu dia di Semarang. Aku lihat sikon dulu,” ujar Rasyid. Pria yang tak lain Reno itu menghela napas, “Aku akan saranin dia buat ketemu sama Aldo biar dia tetap on track sama kamu,” kata Reno dan mengakhiri panggilan mereka.
Hari yang sudah direncanakan tiba, dia mengutus dua orang pengawal untuk mengikutinya dan menyiapkan orang untuk menjalankan rencana mereka.
Siang harinya Aldo menelpon Rasyid mengabari apa yang diinginkan Asmara tapi sayangnya Aldo tak tahu detilnya karena dia mengatakan akan menghubungi Aldo jika sudah dekat waktunya. Rasyid memikirkan satu nama yang mungkin bisa membantunya untuk mengetahui apa yang Asmara rencanakan.
“Apa Asmara sudah menghubungimu?” tanya Rasyid cepat membuat Reno berdecak. “Kenapa jiwa kepomu melebihi diriku sih,” keluhnya dan akhirnya Reno menceritakan apa yang Asmara rencanakan. Rasyid cukup terkejut dengan apa yang Asmara pikirkan tapi kemudian dia menyanggupi apa yang Asmara inginkan.
“Ga usah aku udah beresin semua, sorry aku ga kepikiran untuk minta bantuanmu tadi,” kata Reno tanpa sungkan.
"Elu mau gue lempar ke penangkaran singa, haa. Elu bilang gue harus maju tapi sekarang elu tekling gue seenak jidatmu."
********