CH.28 Find the Relation

2085 Words
“Satu nama yang membuat otak kamu jungkir balik belakangan ini,” kata Dika santai sambil menyandarkan tubuhnya dan menegak minumnya. “Asmara,” ucap Rasyid pelan. Dika mengangguk pelan membuat Reno dan Oman saling menatap paham. Oman berdehem sesaat dan membuka pikiran Rasyid soal ini. “Bagaimana bisa seorang Asmara membuat otak Rasyid sang penakluk wanita jungkir balik,” ledek Oman dan mendapat kekehan dari Dika. “Tanya sendiri tuh sama orangnya ada di depanmu, yang jelas temenmu itu jadi lelaki paling absurd dan ga jelas yang aku kenal,” tawa Dika puas membuat semuanya tertawa. Rasyid yang mendengarnya malah mendengkus kesal dan menggeram keras untuk menghentikan tawa mereka. Canda mereka kembali jadi pembicaraan yang serius saat Reno menanyakan kaitannya semua ini. “Tapi Dik, kenapa kamu bisa bilang Asmara ada kaitannya sama ini, dari mana kamu bisa memikirkan hal itu?” tanya Reno. Dika meletakkan gelasnya dan menegakkan tubuhnya, “Ini hanya analisaku berdasarkan dari semua bukti yang ada,” jeda Dika sesaat sebelum melanjutkan penjelasannya. “Priandita alias Andi menjadi orang kepercayaan Marques di Indonesia. Andi mantan pacar Asmara, bagi Marques musuhnya adalah Rasyid. Jika Marques mengincar orang terdekat musuhnya, maka dia akan mencari orang yang paling menyita perhatian Rasyid,” Dika menjeda ucapannya. “Dugaan sementara kita, dia mengawasi gerak gerik kita, itu artinya dia tahu siapa yang paling menyita perhatian Rasyid adalah kehadiran Asmara, bukankah itu akan jadi kelemahan baginya,” jelas Dika. Praaaannnggg… Semua orang langsung tertuju pada suara pecahan itu. Rasyid diam dengan gelas di tangannya yang sudah hancur dan kucuran darah keluar dari telapak tangannya. Dika berdiri dan keluar ruangan untuk meminta kotak P3K. Reno, Oman dan Loka hanya bisa tertegun dengan apa yang terjadi di hadapannya terutama Reno. “Kenapa kamu bisa begini?” tanya Reno pelan dan berusaha membantu Rasyid untuk membersihkan pecahan gelas yang ada di tangannya. Rasyid hanya diam tak bereaksi dengan apa yang diucapkan oleh Reno. Isi kepalanya penuh dengan analisa Dika soal Asmara, bagaimana jika yang dipikirkan Dika itu benar? Apa yang akan dilakukan Marques kepada Asmara? Rasyid berdiri dan hendak meninggalkan klub tapi Oman menghalangi. “Bersihkan dulu lukamu, bukan masalah popularitasmu tapi soal kesehatanmu sendiri, bagaimana jika gara-gara luka ini jadi penghambat rencanamu untuk menolong Asmara,” urai Oman. Rasyid menghempaskan kembali tubuhnya di sofa. Dia memejamkan matanya dan kedua pria di sana menyadari satu hal dengan tingkah Rasyid yang seperti ini. Sahabatnya mulai menaruh hati dan pandangannya kepada Asmara. “Jadi wanita itu memang Asmara?” tanya Reno pelan yang sebenarnya tak perlu. Rasyid masih diam. Sebelum Reno menanyakan kembali Dika datang membawa sekotak P3K. Dia langsung duduk di samping Rasyid yang sempat membuat pria itu kesal. “Kaya bocah aja pegang gelas pakai pecah segala,” sindir Dika tapi Rasyid masih diam tak berkomentar. Reno memperhatikan semua orang yang ada di sana seakan dia ingin mengatakan sesuatu tapi Oman menggeleng pelan dan menghela napas. “Itu hanya asumsi Dika kenapa kamu jadi emosional kaya gini, bisa saja apa yang dikatakan Dika itu salah, bener kan?” kata Oman melihat Dika untuk minta dukungan. Dika mengangguk dengan tangannya yang masih cekatan membalut luka Rasyid. “Seharusnya otak kamu dipake bekerja buat tahu cara menghalangi rencana ini, bukan malah emosi kaya gini,” ceramah Dika. “Apa yang sudah kamu dan Edgar selidiki soal ini?” tanya Rasyid setelah bungkam cukup lama. Dika mengangkat bahunya santai, “Belum dikonfirmasi semuanya tapi yang jelas Andi dan Asmara memang pernah menjalin hubungan cukup lama sebagai sebagai kekasih sebelum Asmara pindah ke Jakarta. Setelah itu, mereka putus dan Asmara ketemu sama Devio setahun lalu,” kata Dika. Oman nampak berpikir, “Jika memang Asmara yang nantinya jadi sasaran Marques, itu artinya kita harus cari tahu apa yang bakal Andi lakuin sama Asmara. Karena dia kan datang dari masa lalu Asmara, sedangkan Asmara sendiri sekarang sudah mau nikah. Bener ga?” ujar Oman. Dika mengangguk setuju. “Bagaimana mungkin Marques bisa menjadikan Asmara sasaran dalam hal ini hanya karena Rasyid menyelidikinya, kecuali jika dia memang mengawasi pergerakan dan pembicaraanmu mengenai Asmara,” ujar Reno. Dika dan Rasyid paham maksud Reno dan keduanya memang membenarkan hal itu. “Apa mungkin area kita sudah disadap sama dia?” gumam Dika dan Rasyid menggeleng cepat. “Edgar sudah memasang detector di seluruh ruangan, jadi jika ada alat asing yang masuk di area kita pasti ada tandanya dan Edgar pasti tahu itu,” kata Rasyid. Oman masih diam mendengar perdebatan ini, “Tapi kemungkinan itu bisa terjadi jika tanpa kita sadari Marques pernah bertemu Asmara dan tahu jika kamu pernah bertemu Asmara. Maksudku masalah physically connection, cara pandang kamu ke dia, pasti akan jadi acuan buat Marques apa yang kamu rasakan,” jelas Oman. “CCTV,” celetuk Dika dan Rasyid menatap asistennya. “Dia mengamati kalian berdua dari cctv terdekat saat kalian berinteraksi. Itu bukan hal yang mustahil buat Marques,” lanjut Dika. Semuanya diam dan paham model seperti apa musuh mereka kali ini. Jika memang dia bisa melakukan berbagai cara itu artinya mereka tak bisa menggunakan hanya satu cara. “Gini aja, kita fokus pada satu hal dulu,” kata Dika membuat semuanya menaruh perhatian kepadanya. “Maksud aku gini, sekarang kondisi yang paling genting apa? Kalo memang masalah Abra kita support Reno dulu beresin, baru nanti kita geser ke Ar Madin,” usul Dika. “Karena kalo kita nampak terpecah-pecah akan menguntungkan Marques untuk menghancurkan kita semua,” lanjut Dika yang dirasa tidak mendapat respon dari teman-temannya. Semuanya diam memikirkan usulan Dika yang nampak logis dan masuk akal. Tapi seruan Oman membuat semuanya paham maksud dari semua situasi ini. “Aku ga setuju untuk solusi itu,” seru Oman setelah Dika menyelesaikan ucapannya. “Justru inilah kesempatan kita untuk membuat Marques melihat sisi lemah kita tanpa perlu kita membiarkan dia menyentuh orang-orang yang kita sayang,” usul Oman membuat semuanya tak mengerti. “Ga ngerti,” ucap Reno polos. “Ga paham,” kata Rasyid cepat hampir bersamaan dengan Reno. Oman berdehem sesaat, “Kita bagi tugas, kita terlihat seakan kita sibuk dengan dunia kita sendiri. Jika dia memang mengawasi kita, dia pasti akan mengira kalau kita itu tak peduli dengan apa yang dia rencanakan, dengan sendirinya dia akan menunjukkan apa yang dia lakukan dan saat itulah kita akan melumpuhkannya,” kata Oman. Semuanya mengangguk paham dengan apa yang Oman rencanakan. “Pembagian tugasnya gimana?” tanya Loka cepat. “Reno fokus sama Abra dan Gladis, meskipun kalian sudah mengakhiri hubungan tapi aku rasa masih perlu ngasih pengawalan sama Gladis,” kata Oman. “Rasyid tetap urus kerajaan bisnismu dan soal Asmara aku rasa kamu harus melonggarkan pengawasan kepadanya, bukan kita ga setuju sih, tapi buat menunjukkan kalo asumsi Marques salah atau memutus kaitan semua ini dengan Andi,” kata Oman. “Dan aku akan coba kirim orang buat selidiki soal keberadaan Marques dan Kendra, bagaimana bisa berhubungan dengan kedua orang itu,” kata Oman. Semuanya saling tatap dan mengangguk setuju kecuali satu orang. “Aku akan tetap mengawasi Asmara dengan caraku sendiri dan tak perlu minta bantuan kalian juga jika kalian tidak mau membantu,” kata Rasyid berdiri dari sana. Semuanya menghela napas, “Bukan aku ngelarang kamu deket sama dia Bro, tapi ini demi kebaikan dia juga. Masa iya kamu mau melibatkan dia dalam urusan ini,” kata Reno. Rasyid menegang. Dia tak ingin Asmara terlibat dalam urusan rumit keluarganya yang tiada akhir dan tidak tahu resiko apa yang akan didapatkannya nanti. “Menarik,” ucap Oman sambil menarik sudut bibirnya tapi semuanya langsung menatap Oman bingung, dan tatapan tak suka dari Rasyid. “Poin mana yang kamu anggap menarik,” timpal Reno cepat. Oman terkekeh, “Aku paham kenapa Asmara berpotensi jadi incaran Marques karena posisinya sama kaya Nima. Means, dia adalah wanita yang akan kamu dekati agar kamu tidak menikah dengan Laila,” ucap Oman santai. “Dan jika itu benar dan tujuanmu seperti itu, maka Asmara juga yang nantinya bisa membantu kita,” tutup Oman dengan senyum ceria. Ketiganya menatap Oman dengan tatapan tak percaya, “Ide dari mana itu?” celetuk Dika tak menyangka sama sekali. Oman terkekeh senang, “Serahkan padaku, aku akan mencari tahu soal itu dan memberitahu kalian semua soal Asmara yang bisa membantu kita, entah sekarang atau di masa depan,” kata Oman yakin seakan dia menemukan mainan baru untuk penyelidikannya. “Aku akan tetap mengawasinya sampai kamu menemukan jawabannya,” ucap Rasyid cepat dan melangkah ke pintu keluar ruangan. “Pisahkan cintamu dan kerjaanmu dalam hal ini Ras,” kata Oman santai sambil menuangkan minum. Rasyid menghentikan langkahnya mendengar ucapan Oman, dia berbalik dan menatap Oman tajam. “Aku tidak mencintainya, pikiran bodoh macam apa itu,” cela Rasyid. Oman menegak minumannya mendengar ucapan sahabatnya, dia meletakkan gelas dengan hentakan keras dan menatap Rasyid. “Aku tak mengatakan jika kamu mencintainya, tapi kenapa kamu berpikir ke sana?” skak Oman. Tubuh Rasyid menegang, seakan dia mengakui isi hatinya sendiri. Oman berdiri, berjalan mendekati sahabatnya itu dan menepuk pundaknya pelan. "Jika kamu tidak mencintainya, kenapa kamu harus repot mengawasinya sampai sekarang," ucap Oman sekaligus memastikan. Rasyid mendorong tubuh Oman, seketika dia tersadar jika sahabatnya memang sedikit berubah tempramennya. "Ada hal yang memang membuatku harus tetap mengawasinya. Dan apa yang aku lakukan itu bukan karena perasaan absurd tak mendasar itu," ujar Rasyid. “Jika aku mencintainya, aku tidak akan melepasnya, menginginkannya dan menjadikannya milikku. Tapi lihatlah aku membiarkan dia memilih jalan hidupnya sendiri,” tegas Rasyid. "Atau dalam bahasamu, cinta," desisnya kemudian. Rasyid meninggalkan ruangan itu, Dika berdiri dan menyusul langkah Rasyid meninggalkan club itu. Dika memberikan Rasyid kesempatan untuk mengemudikan mobilnya. Asistennya itu menyadari jika mereka tak kembali ke tempat tinggal mereka. Rasyid menghentikan mobilnya di salah satu sudut pelabuhan. Dia mendengar dengan jelas suara desir angin dan deburan air di sana. "Ada apa kita ke sini?" tanya Dika tak bisa menahan diri lagi untuk diam. "Kenapa kalian semua berpikir jika aku mencintai Asmara?" tanya Rasyid balik. Dika membuka mulutnya hendak menjawab tapi bosnya itu sudah mengeluarkan kata-katanya. "Hanya karena aku jadi absurd? Hanya karena aku mengawasinya, ikut campur urusan pribadinya, kalian dengan gampangnya mengambil kesimpulan seperti itu," cecar Rasyid. Dika menghela napas memberikan kesempatan kepada bos sekaligus sahabatnya itu untuk mengungkapkan isi hatinya. “Aku hanya ingin tahu bagaimana jalan hidupnya, bagaimana dia menghadapi semua kerumitan dan ketidakadilan yang dia dapatkan. Dan apa hal yang mendasari dirinya menjerumuskan diri dalam ketidakbahagiaan. Apa itu dikategorikan cinta?” tanya Rasyid menatap sahabatnya itu. Dika menghembuskan napas pelan, “Cinta itu bisa berbeda dalam kacamata setiap orang Ras, jika aku yang mengalaminya apa yang kamu katakan bagiku itu bukan cinta. Karena aku memiliki definisi cinta itu sendiri,” kata Dika. “Apa kamu pernah mencintai seseorang?” tanya Rasyid penasaran karena selama ini mereka bersama dia tak pernah melihat Dika galau atau ribut perkara cinta. Dika tersenyum, “Pasti pernah bahkan mungkin sampai sekarang aku merasakannya,” kata Dika santai menatap Rasyid. “Tapi aku membiarkan cinta itu memilih jalan takdirnya sendiri, aku tak memaksanya dan memintanya untuk tahu jika aku mencintainya. Aku hanya mendoakan kebahagiaannya dan itu sudah cukup bagiku,” kata Dika puitis. Rasyid terkejut dengan apa yang dikatakan Dika, selama ini dia mencintai orang yang seperti apa sampai dia melakukan hal menggelikan macam itu. “Dan cinta itu memiliki gelombangnya sendiri, apa yang kamu katakan hanya ingin tahu, tanpa kamu sadari itu bisa berubah jadi cinta, cepat atau lambat. Dan di saat kamu mulai takut kehilangan dirinya, di titik itulah kamu jadi serakah dan ingin memilikinya,” pesan Dika. “Bagiku itu juga bisa jadi cinta dengan definisi yang berbeda dengan yang aku alami,” lanjut Dika. Keduanya diam sesaat. “Lupakan soal siapa yang aku cintai, kembali padamu. Jadi jika kamu hanya ingin tahu apa yang ingin Asmara alami, apa kamu juga akan membiarkannya terlibat dalam kerumitan kita dengan Marques?” tanya Dika penasaran. Rasyid menghela napasnya, dalam hatinya dia tak ingin hal itu terjadi. Tapi ada sedikit penasaran yang melingkupi apa yang bisa Asmara lakukan jika memang dia terlibat dalam hal ini. “Satu sisi aku tak ingin dia terlibat dalam masalah Marques karena kamu tahu bagaimana rumitnya pria itu,” kata Rasyid. “Tapi jika dia terlibat dalam masalah ini bukankah itu mendekatkan kita juga,” ucap Rasyid yang tak lama dia tersenyum dengan sendirinya. Dika menatap perubahan ekspresi Rasyid, dia semakin menyakini jika sahabatnya ini telah menaruh hati pada Asmara. “Tarik dia ke dalam kehidupanmu, aku yakin kamu bisa menjaganya meskipun Marques mengincarnya,” kata Dika semangat dengan penuh keyakinan. “Haruskah seperti itu?” ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD