CH.51 Start Interaction

1735 Words
Rasyid mengoperasikan beberapa tombol layar komputer agar dia bisa nyaman melihatnya. Melakukan pengecekan kembali dengan sambungan di tablet dan laptopnya. Edgar yang melihat kelakuan Bosnya itu berdehem sambil membawa dua cangkir kopi. “Sepertinya ide kali tidak terlalu buruk Bos,” kata Edgar sambil menyodorkan secangkir kopi dan Rasyid menerima dengan senang hati. “Iyah, aku rasa begitu, ini peralatan udah set otomatis untuk melihat cctv yang kamu pasang sebelumnya. Tapi rekaman suaranya bisa sampai satu rumah dan menurutku itu hebat sih,” puji Rasyid. “Bang Oman yang ngenalin alatnya kemarin dan saya kepikiran saja untuk pakai ini menggantikan recorder yang saya tinggal di rumah Asmara beberapa waktu lalu,” kata Edgar. Rasyid mengangguk mantap dan dia melihat pergerakan di dapur membuatnya fokus memandang sosok yang ada di sana. “Sepertinya Dev tak muncul sampai malam ini. Apa yang kamu lakukan kepada mereka?” tanya Rasyid penasaran. Edgar tertawa geli, “Hanya sedikit drama meminta Sinta untuk menghalangi Dev datang ke sini,” kata Edgar santai. Rasyid nampak tertarik. “Jadi kamu juga meminta Sinta secara langsung?” tanya Rasyid penasaran dan Edgar mengangguk. “Tapi dia ga tau identitas kamu kan?” tanya Rasyid penuh selidik dan Edgar menggeleng. “Saya hanya bilang kalo ini suruhan dari Andi, jadi dia langsung mengiyakan pada saat itu,” ucap Edgar penuh trik dan Rasyid tersenyum puas. Rasyid kembali memutar kursinya, sambil menikmati kopi dia juga menikmati pemandangan indah seorang wanita yang tengah memasak di sana. Rambut panjang Asmara yang digelung membuatnya nampak menggemaskan. CCTV yang dipasang Rasyid kualitasnya lebih baik dari cctv biasa. Alat ini seperti kamera ponsel yang dioperasikan dari jarak jauh. Jika mode idle atau standby dia akan merekam apa yang ada dalam jangkauannya. Tapi jika kita ingin mode record maka dia akan merekam hanya pada fokus objek yang kita inginkan tiap 30 detik. Selain itu, alat ini dilengkapi dengan dua chip speaker yang membuatnya bisa merekam percakapan dalam ruangan itu dengan kualitas jernih selama tidak ada gangguan suara berisik lainnya di sekitarnya. Karena itulah, Rasyid bisa dengan jelas melihat aktivitas Asmara layaknya dia sedang merekam menggunakan kamera ponsel. Dan untuk speaker yang ada, Edgar menambahkan satu speaker di dekat kamar keduanya agar bisa mendengar apa yang terjadi di kamar mereka. Namun, tidak mengganggu privasi yang mereka lakukan di kamar. Rasyid mendengar dengan jelas jika Asmara akan mengajak Ario ke mal untuk main dan membeli mainan. Rasyid melihat jam di tangannya. Masih ada satu jam lagi mal buka dan mungkin kali ini dia bisa berinteraksi dengannya. Pria itu berdiri dan memanggil Edgar, “Rara biasanya ngajak Ario ke  mal mana?” tanya Rasyid sedangkan Edgar hanya merespon dengan kerutan dahi. “Rara?” tanya Edgar tak mengerti dan Rasyid berdecak. “Asmara, tapi aku punya panggilan kesayangan untuknya Rara dan tidak boleh ada yang memanggilnya seperti itu,” ancam Rasyid sebelum Edgar berkomentar. Edgar menarik senyuman di bibirnya dan menyebutkan nama mal yang biasa Asmara kunjungi bersama anaknya. Rasyid bergegas dan bersiap ke sana. Awalnya dia ingin menunggu Asmara di mal tapi dia berpikir ulang untuk mengawal Asmara sampai ke tempat tujuan dengan selamat. Dan saat itulah dia mulai menyadari jika ada orang lain yang mengawasi Asmara selain dirinya. “Astaga, dia memang cuek apa tak mau tahu sih, ada mobil yang mengikuti dia kenapa dia tak sadar,” gerutu Rasyid dan sempat mengambil gambar plat nomor mobil yang mengikuti Asmara. Rasyid [Cek mobil itu punya sapa, dia lagi ngikutin Asmara.] Tak sampai lima belas menit Edgar membalas pesannya. Edgar [Kurniawan, tapi dia tergabung dalam satu perusahaan milik Priandita Sanjaya atau Andi.] “Siiall, jadi lelaki itu benar-benar mengawasi Asmara sekarang,” geram Rasyid sambil memukul setir mobilnya. Dia menghela napas untuk menenangkannya dan memikirkan ide untuk mengakhiri semua ini. Mobil Asmara, mobil suruhan Andi parkir tak berjauhan. Rasyid yang melihat kondisi ini, memutuskan parkir sejajar dengan mobil Asmara hanya selisih dua mobil. Selama ini dia parkir valey dan kali ini harus merasakan parkir gedunng membuatnya cukup stress. “Cuma selisih beberapa puluh ribu aja kenapa dia ga memilih valey aja sih, kan dia juga enak ga ribet harus parkir sendiri kaya gini. Besok kalo udah jadi Nyonya Ar Madin, aku minta supir yang nganter dia kemana-mana,” keluhnya dan melihat Asmara sudah berjalan riang dengan anaknya. Rasyid membawa kacamata dan menata rambutnya sedikit berbeda dari sebelumnya, jaga-jaga kalau Ario masih mengenali dirinya. Dia turun dan memutuskan mampir ke toko mainan dulu sebelum menemui Asmara nantinya. “Selamat datang, ada yang bisa saya bantu Pak,” sapa pramuniaga ramah. Rasyid hanya mengangguk pelan. Dia masuk ke toko mainan yang cukup lengkap tapi mendadak dia bingung apa yang harus dia berikan kepada Ario. “Ada yang bisa saya bantu Pak?” kembali pramuniaga itu menghampiri Rasyid. Pria itu memandang pramuniaga itu dan dia menyadari jika tatapan pramuniaga itu sedikit genit kepadanya. Rasyid menghela napas lelah, “Mainan terbaru musim ini apa?” tanya Rasyid membuat pramuniaga sedikit bingung. Dia menatap tajam pramuniaga itu membuat pramuniaga itu jadi takut. “Mainan musim apa ya Pak maksudnya?” ucapnya terbata. Rasyid membuka kacamatanya dan menyadari jika pramuniaga ini termasuk tidak cerdas atau karena ini di Indonesia dimana mainan anak tidak popular karena musim tapi lebih ke tren masa kini berdasarkan film atau video yang viral. “Mainan terbaru yang lagi tren di musim sekarang, atau saat sekarang. Kalau di luar negeri di saat natal atau musim panas mereka mengeluarkan mainan yang berbeda. Tapi saya tidak tahu jika di sini, apa ada mainan musiman yang seperti itu?” jelas Rasyid. Pramuniaga itu mulai paham dan menunjukkan beberapa display tokoh superhero yang lagi tren saat ini. Tapi entah kenapa dia tak terlalu yakin jika Ario suka seperti ini. Rasyid menggelengkan pilihannya. “Kalau boleh tahu, hadiah ini untuk usia berapa Pak?” tanya pramuniaga dan Rasyid menjawabnya cepat, “Lima tahun laki-laki, tapi dia anak yang aktif.” Pramuniaga itu mengangguk dan menunjukkan beberapa display mainan anak lelaki seusia itu. “Ini untuk anak sendiri atau saudara Pak,” tanya pramuniaga itu lagi membuat Rasyid memiliki ide dari keusilan pramuniaga itu. “Untuk anak sulung saya, kebetulan sekarang dia main dengan istri saya, jadi saya ingin memberikan surprise kepadanya,” kata Rasyid jumawa dan dia langsung melihat reaksi pramuniaga itu yang kecewa. Puas mengecewakan pramuniaga itu dia melihat ada satu set helicopter dengan kamera layaknya drone. Dia membaca cara mengoperasikannya dan nampaknya tak sulit untuk anak seperti Ario meskipun labelnya tertulis 12+. “Saya mau ambil ini aja, sekalian sama ini,” kata Rasyid melihat ada mobil heavy equipment satu set dengan remote control juga. Pramuniaga itu sempat melirik Rasyid dan dia membereskan mainan itu dan membawanya ke kasir. Rasyid yang tak terlalu minat dengan mainan anak-anak memutuskan langsung ke kasir dan mengeluarkan kartu hitamnya. Pramuniaga yang melayani dan kasir sedikit kaget tapi kemudian mereka memaksimalkan pelayanan mereka. Rasyid sedikit berdecak melihat tingkah keduanya yang menjadi aneh setelah melihat kartu yang dia bawa. “Tolong bungkus sekalian, yang bagus dan rapi,” pesan Rasyid dan keduanya mengangguk. Mereka menunjukkan beberapa bungkus kado yang menarik dan Rasyid memilih salah satunya. “Saya titip di sini dulu ya, nanti saya ambil lagi,” kata Rasyid dan keduanya mengangguk. Pria itu pergi dan mencari dimana tempat mainan anak-anak. Tapi dia tak menemukan Asmara di sana. Dia menyalakan pelacak di ponselnya untuk tahu posisi Asmara seseorang menepuk pundaknya. “Rasyid kan?” ucap pria itu dan Rasyid mengerutkan dahinya. “Kayanya pernah liat tapi kok aku lupa,” kata Rasyid terus terang. Pria itu tertawa dan mengingatkan Rasyid. Mereka adalah orang dari klub mobil sport yang sempat dia ikuti di Surabaya. Mereka saling bersalaman dan berpelukan saat itu dan memutuskan untuk reuni di salah satu food court di sana. Setelah memesan makanan mereka duduk di salah satu area, tak lama dua orang lagi muncul dan mereka banyak ngobrol soal mobil dan sebagainya. Rasyid yang tak fokus pada pembicaraan itu lebih memikirkan keberadaan Asmara sampai alarm ponselnya berdering. Dia melihat tanda itu dan mengedarkan pandangan di sekitarnya. Alarm itu merupakan software yang mendeteksi keberadaan target dari jarak kurang dari 100 meter. Software itu sisipkan oleh Edgar saat mereka sering bertemu dan memasangnya di ponsel Rasyid untuk kondisi seperti sekarang. ‘I found you Rara,’ batin Rasyid semangat dengan tatapan penuh hasrat untuk menghampiri wanita itu. “Kalian abis ini udahan kan? Aku pergi dulu ya ada yang harus aku urus,” kata Rasyid langsung berdiri dan bersiap meninggalkan teman-temannya. “Buru-buru banget, urusan apaan sih?” sahut temannya. “Paling urusan cewek, incerannya ada di sini kali,” kata teman satunya lagi dan ketiganya tertawa. “Tunggu aja undangan pernikahannya, itu juga kalo kalian kebagian,” ucapnya sombong membuat yang lain terbelak. “Mana, mana orangnya?” ketiganya langsung riuh dan Rasyid meninggalkan ketiganya begitu saja. “Boleh aku duduk di sini?” ucap Rasyid di depan Asmara membuat wanita itu mendongak. Dia mengedarkan pandangan dan menatap Rasyid kembali. “Bukannya masih ada yang kosong kenapa harus duduk sini?” jawab Asmara ketus. Rasyid terkekeh mendengarnya, “Aku ga nyangka kalo kamu bisa jutek juga, di saat yang lain malah menyodorkan kursi buatku,” perangai sombong Rasyid muncul. Asmara menatapnya tak suka, “Kalo gitu cari kursi lain aja, kenapa mesti di sini, ribet amat,” ketusnya. ‘Fix, aku gemas mau menggigit bibir itu,’ batin Rasyid dan ada hal lain yang bergejolak dalam dirinya. “Apa kamu lupa sama aku, my beautiful Lady?” ucap Rasyid dengan ekspresi dibuat-buat. Deg. Asmara menatap Rasyid dengan pandangan yang sulit diartikan. Tapi bagi Rasyid tatapan itu membuatnya jantungnya berhenti seketika. “Bunda kenal sama Om ini?” suara Ario mendadak membuat Rasyid sadar dari lamunannya. Dia melihat Asmara akan menjawab pertanyaan anaknya tapi dia dengan cepat memotongnya. “Smart boy, Om memang teman Bunda kamu, tapi kayanya Bunda kamu yang lupa sama Om,” keluhnya dengan nada dibuat sedih. Asmara melotot kepada Rasyid tapi hal itu nampak menggemaskan di mata Rasyid. Asmara bersalaman dengannya sambil menyebutkan namanya dengan raut terpaksa. “I know you Beautiful,” ucap Rasyid mengedipkan matanya dan duduk di hadapan mereka. Asmara mengerjapkan matanya dan menggigit bibirnya. Rasyid terkesima dengan reaksi itu apalagi pipi Asmara nampak sedikit berubah warna. ‘Astaga, apa dia selalu nampak begitu menggemaskan seperti ini setiap hari,’ batin Rasyid dengan debaran jantung yang tak biasa. Sampai dia merasakan ada pergerakan lain dari tubuhnya. "Aku menyesal tidak mengejarmu dari dulu." ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD