CH.22 Stalker

1875 Words
Rasyid mengedarkan pandangannya ke sekitar tapi tak menemukan sosok yang dia temukan. Pandangannya tertuju pada salah satu nama kafe tempat janji bertemu dengan Sherly. Meskipun kesal dengan mata masih jelalatan dia berjalan masuk kafe dan karena kondisinya tidak fokus. Tubuhnya menabrak seseorang yang membuat kekesalannya makin menjadi. “Apa kamu ga pake mata –“ ucapan Rasyid terpotong karena sosok yang ada di hadapannya. “Maaf,” kata wanita itu sopan dan mendorong pintu kafe tak peduli dengan reaksi Rasyid yang masih bengong di sana. Sadar jika dia termenung di sana, Rasyid lekas masuk tapi dia tak menemukan wanita itu dimanapun. “Ya ampun itu orang kaya asap aja cepet banget ngilangnya,” gerutu Rasyid. “Kamu cari sapa?” tanya Sherly dari balik punggung Rasyid membuat pria itu kaget. “Ah, enggak,” jawab Rasyid asal dan mencari tempat duduk di salah satu sudut ruangan yang menurutnya tempat yang pas untuk melihat ke segala arah. Mereka memesan menu yang ada di sana dan saling bertanya kabar masing-masing. Rasyid yang masih celingukan mencari sosok yang dia cari membuat Sherly penasaran. “Kamu ada janji sama orang lain?” tanya Sherly dan Rasyid hanya menggeleng. “Lalu kenapa dari tadi kamu mengedarkan pandangan kaya lagi nyari orang gitu sih,” ucap Sherly kesal membuat Rasyid lebih kesal lagi. “Urusannya apa sama kamu kalo emang aku lagi nyari orang apa enggak, atas dasar apa kamu ikut campur urusanku,” kata Rasyid dengan tatapan tajam. Sherly jadi ciut, dia belum menjalankan rencananya jadi dia tidak boleh membuat Rasyid marah. “Sorry, aku cuma kesal aja kamu kan jadi ga fokus sama yang kita bicarakan,” jujur Sherly. Rasyid menghela napas, “Jadi mana proposal yang kamu bicarakan,” akhirnya Rasyid berusaha melupakan sejenak apa yang tadi dia cari. Sherly menyodorkan tabletnya dan menjelaskan apa yang harus mereka lakukan sebagai rekan bisnis. Pembicaraan itu berlangsung kondusif sampai sebuah suara mengganggunya. “Apa ini halangan yang dimaksud, sampe milih baju aja mesti gagal dua kali, huff!” ucap seorang wanita dan menumpukan kepalanya di meja. Rasyid menoleh dan memandang wanita itu lekat, kali ini dia yakin jika orang yang dia cari ada di dekatnya. ‘Got you Baby,’ batin Rasyid. Dia terus memandangnya tanpa jeda berharap wanita itu segera menaikkan kepalanya dan benar tak lama dia menaikkan kepalanya dan minum cappuccino yang dia pesan. Rasyid melihat raut wajah itu seksama dan dia yakin jika wanitanya sedang sedih. ‘Apa karena ini kamu malah datang dalam mimpiku,’ Rasyid masih membatin. Sherly melihat jika Rasyid tak fokus kepadanya dan dia mengikuti arah pandang Rasyid. “Something happen Honey,” tanya Sherly dan Rasyid langsung menatapnya tajam. “Just enjoy the surrounding conditions,” jawab Rasyid cepat. Dia melihat wanita yang mengunci pandangannya akan pergi dari sana. Dia langsung pamit kepada Sherly tanpa menunggu balasan Sherly. “Kali ini aku ga boleh kehilangan jejaknya lagi kaya tadi,” gumam Rasyid dan mengikuti dari jarak yang sangat dekat. Saking fokusnya dengan wanita tersebut, dia tak tahu jika Sherly mengikutinya dan memperhatikan wajah wanita itu. “Aku mengirimkan foto kepadamu, cek siapa dia,” kata Sherly dan langsung menutup panggilannya. Tapi saat dia ingin mengikuti Rasyid dia sudah menghilang. Sampai di lobby mal Rasyid melihat jika wanita itu ke halte bis terdekat. Kebiasaannya yang selalu parkir valey menguntungkan kali ini dan meminta orang untuk cepat mengambil mobilnya. Gallardo putih miliknya sudah sampai di lobby, dia sadar jika banyak pasang mata menatapnya takjub tapi dia tak peduli. Dia tak ingin ketinggalan jejak sosok yang membuatnya penasaran kali ini. Mobilnya melajut tepat saat bus melintas dan wanita itu naik dalam bus yang penuh sesak. Mata hitamnya membulat seketika, “Apa dia tak bisa naik bis yang lebih ramah, atau dia tak tahu kalo naik bus penuh itu bahaya. Astaga, aku pastikan dia naik mobil terbaik kalo aku sudah berhasil mendapatkannya,” geram Rasyid. Hampir dua puluh menit berkendara bus itu berhenti dan wanita itu turun. Dia melihat wanita tersebut berjalan kaki santai sekitar lima ratus meter dari sana untuk sampai ke rumahnya. “Bener-bener ga bisa dibiarin, kenapa dia harus jadi orang susah gini sih, udah naik bus masih jalan kaki lagi, apa calon suaminya ga bisa ngasih dia mobil,” kesal Rasyid sampai memukul stir mobilnya. Hampir satu jam Rasyid menunggu di sana, dia memeriksa kondisi rumah itu. Entah keberapa kalinya dia menghela napas melihat hal ini. “Bahkan dia tinggal di rumah yang luasnya tak lebih dari halaman belakang mansion Ar Madin. Apa aku bisa membawanya dalam kemewahan Ar Madin jika kondisinya begini? Apa yang harus aku lakukan padamu Asmara,” gumamnya dan menyalakan mesin mobilnya berlalu dari sana. “Ed, selama ini kamu kirim berapa orang buat ngawasin Asmara?” tanya Rasyid saat dia tiba di penthouse miliknya. Dika dan Edgar yang asyik menikmati mie instan langsung menatap Rasyid. “Emang masih diawasi kan udah dijelasin semua kegiatannya,” kata Dika dengan kunyahan mie di mulutnya. Rasyid berdecak, “Mulai besok kirim dua orang buat jagain dia dan laporkan apa saja kegiatannya setiap hari. Setiap hari. Dan ingat buat jagain dia,” tekan Rasyid berkali-kali. Edgar meletakkan mangkok mienya dan mengangguk paham. Dia mengambil ponsel untuk meminta anak buahnya mengerjakan apa yang dikatakan Rasyid. Rasyid duduk di sana dan merebut mie milik Dika dan keduanya jadi rusuh. “Bayangin coba, bayangin,” kata Rasyid sambil mengunyah mie. “Dia pergi ke mal sendirian, pulang naik bus yang isinya penuh orang, belum lagi tempat tinggalnya yang cuma seuprit, sama halaman belakang mansion aja masih kalah gede,” cerocos Rasyid. Dika dan Edgar saling pandang, tapi tak lama keduanya tertawa mendengar ocehan Rasyid itu. Pria itu yang menyendok mie milik Dika langsung sadar jika dia kelepasan bicara. Dia menelan mienya dan berdehem, “Ga usah mikir aneh-aneh, ini cuma jaga-jaga doank, ga da maksud apa-apa,” kilah Rasyid. Dika mencebik, “Ada apa-apa juga ga masalah, kita B aja,” jawab Dika lalu high five dengan Edgar. Dan kerusuhan terjadi diantara ketiga pria dewasa itu. Tapi ada perasaan senang dalam diri Rasyid yang entah sudah sejak kapan dia rasakan. *** “Sore Bos, sepertinya ada yang harus Bos tahu,” kata Edgar. Rasyid masih sibuk dengan pekerjaannya tak bereaksi dengan kedatangan Edgar. “Sudah dua hari ini Tuan Reno datang ke Jakarta dan mengunjungi salah satu kantor miliknya. Dan kantor itu tempat Nona Asmara bekerja,” lapor Edgar. Rasyid menghentikan kegiatannya dan menatap Edgar, “Darimana kamu tahu? Kantor apa namanya?” cecar Rasyid. Edgar menyerahkan company profile dan membuka satu halaman yang berisi kepemilikan saham. “PT. Berdikari tempat Asmara kerja dan Sabra memiliki 20 persen saham di sana, kenapa kalian bisa kelewat untuk info penting gini!” bentak Rasyid. Edgar diam menunduk, sejujurnya dia tahu data ini tapi dia tak tahu data ini bisa jadi hal yang penting sekarang. “Cek di bursa saham berapa harga per lembarnya, kepemilikan itu harus jadi milik World Biz dan porsinya di atas 20 persen,” pinta Rasyid. “Sekarang!” perintah Rasyid. Edgar mundur dan keluar dari ruangan itu. Dia berpapasan dengan Dika membuat dirinya penasaran dengan apa yang terjadi. “Ada apa?” tanya Dika karena dia mendengar bentakan Rasyid yang sebenarnya udah biasa bagi keduanya. “Bos minta beli saham Berdikari di atas milik Reno 20 persen,” jelas Edgar. Dika mendelik, “Buat apa?” tanya Dika tak mengerti. “Biar bisa satu kantor sama Asmara kaya Reno,” jawab Edgar santai. Dika menggeram, “Geblek itu anak, kamu kerjain yang lain aja, urusan ini biar aku yang urus,” kata Dika. “Ras, lu kira-kira dunk kalo mau gebet cewek,” omel Dika begitu masuk ruangan tapi empunya tak respon. “Gue tahu duitmu banyak, tapi bukan berarti kamu bisa beli saham sembarangan hanya karena Asmara kerja di sana,” omel Dika. Rasyid menghela napas dan mendongak, “Saham mereka murah dunk, salahnya dimana?” kata Rasyid santai. “Sakit jiwa bener lu, ga gini Bro caranya pedekate, lebih mending kamu rebut dia dan nikahin, beres kan jadi nyonya Ar Madin tuh, bisa kamu kasih apapun,” protes Dika. “Masalahnya kenapa ga bisa beli itu saham? Reno aja bisa beli bahkan sampai 20 persen,” tanya Rasyid. Dika memijat keningnya, “Itu kepemilikan pribadi ga masuk di bursa saham dodol,” urai Dika. Hening. “Gini deh, kalo emang kamu peduli sama dia, kenapa kamu ga cari tahu itu lakinya kemana,” usul Dika membuat Rasyid tak mengerti. “Apa maksudmu?” tanya Rasyid memang tak paham. “Edgar bilang kan klo dia abis dari acara nikahan sahabatnya, tapi kamu tahu ga kalo dia ke sana sendirian. Sendiri, ga ditemani sapa-sapa, kemana calon suaminya, Edgar udah cek belum kemana perginya itu laki. Aku yakin sih kalo kamu jadi suaminya ga mungkin kamu bakal ninggalin dia sendirian kaya gitu kan?” pancing Dika. “Woiya jelas, jangankan pergi ke sana sendiri, kalo perlu naik pesawat pribadi biar dia ga capek mondar mandir sendirian,” kata Rasyid bangga. Dika terkikik geli, Rasyid sadar jika dia dikerjain oleh asistennya itu dia langsung memberikan tatapan membunuh. “Selow Bro, jangan marah dulu, tapi yang aku bilang ini bener, calon suaminya Asmara menghilang sejak beberapa minggu lalu dan kamu kudu cari tahu ada apa dengan semua ini,” kata Dika. Dika yang ingin melanjutkan ceramahnya terpotong karena dia menerima panggilan dari salah satu klien WB. Dika melambaikan tangan kepada Rasyid dan meninggalkan pria itu. Rasyid [Selidiki soal kegiatan Devio beberapa minggu ini, laporannya besok, in detail.] Rasyid mengirimkan pesan kepada Edgar karena dia juga terpengaruh dengan apa yang Dika katakan. Dia juga melihat sendiri bagaimana Asmara melalui harinya saat itu, tak ada seorang pria di sampingnya yang melindunginya. Edgar [Baik Bos.] Rasyid membaca balasan Edgar dengan helaan napas besar. Dia memejamkan mata sejenak, dia teringat satu hal lalu mengirim pesan kepada sahabatnya. Rasyid [Ren, dimana?] Tak sampai lima menit muncul balasan dari Reno. Reno [Kerja lah Bro, duitku ga sebanyak elu. Wkwkwk] “Resek juga ini anak,” gumam Rasyid tapi dia menarik salah satu sudut bibirnya. Rasyid [Maksudku di kantor mana?] Reno [Berdikari Jakarta, salah satu anak Sabra. Lagi ada problem. Kenapa sih mendadak kepo?] Rasyid menegakkan tubuhnya, dia ingat nama perusahaan itu dan dia melihat jam menunjukkan sore hari menjelang jam pulang kantor. “Sial, aku beneran kalah start sama ini anak, ga bisa dibiarin,” kata Rasyid melepas jasnya dan menggulung kemejanya lalu menyambar kunci mobil yang tak jauh dari sana. Dia keluar ruangan dan berpapasan dengan Dika, tahu jika Rasyid akan pergi, Dika mencegahnya. “Eh, mau kemana, ada email yang mesti kita bahas besok meeting pagi cuy,” kata Dika menghalangi jalan Rasyid. “Ntar aja di rumah, ini lebih penting,” kata Rasyid menggegser tubuh Dika. “Apaan yang lebih penting dari kerjaanmu Bro,” teriak Dika karena Rasyid melesat cepat ke arah lift. “Kepo lu,” jawab Rasyid masuk lift. Dika mendelik mendengar jawaban Rasyid. “Bener-bener itu anak udah bucin, yakin aku,” gumam Dika. Rasyid tiba di kantor Asmara dan memutuskan untuk menunggu di basemant berdasarkan informasi satpam di sana. Lewat jam pulang kantor dia tak melihat tanda-tanda orang yang dia tunggu datang. Tookk.. Tookkk.. Toookk.. Kaca jendela mobil Rasyid diketuk, dia membukanya perlahan dan wajahnya terkejut melihat siapa yang mengetuknya. ******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD