Orang kepercayaan Arjuna, mengikuti Arini saat pulang bekerja. Tampak Arini mengayuh sepeda ontel miliknya dengan perlahan. Dari balik mobilnya, Jono melihat sesekali Arini mengusap peluh yang mengaliri wajahnya. Jarak tempuh antara perusahaan dengan tempat Arini, ternyata lumayan jauh. Kurang lebih tiga puluh menit bersepeda, Jono melihat Arini berhenti di depan sebuah rumah bedakan yang sempit.
Jono, orang kepercayaan Arjuna mengambil beberapa potret Arini yang memasuki rumah sempit itu dan juga saat Ia masuk ke dalam rumah. Dalam hatinya. Jono masih duduk di dalam mobilnya yang terparkir di pinggir jalan di depan halaman rumah bedakan Arini.
Tak berselang lama, setelah Arini masuk ke dalam rumah, Jono melihat seorang pemuda turun dari sebuah angkot. Pemuda tersebut kemudian masuk ke dalam rumah. Kembali, Jono mengambil potret, tanpa sepengetahuan yang bersangkutan. Jono memutuskan untuk turun dari mobilnya dan menuju ke sebuah warung yang berada tepat di depan bedakan Arini.
Jono memesan secangkir kopi panas, sambil menunggu pesanan kopinya datang, Jono mencomot pisang goreng yang ada di atas meja di depannya. Jono mencoba untuk bertanya kepada sang pemilik warung.
"Maaf, Bu. Saya boleh bertanya, apakah ibu kenal dengan wanita yang tinggal di rumah bedakan yang ada didepan situ?"
Ibu pemilik warung tersebut menatap curiga ke arah Jono. Ia, seperti menilai apakah Jono orang baik atau tidak. Walaupun Ia baru saja mengenal Arini yang baru pindah, akan tetapi Ia menyukai Arini dan adiknya. Arini seorang wanita pekerja keras, Ia tahu kalau Arini baru saja bekerja di pabrik konveksi, Ia sebelum berangkat bekerja menitipkan kue-kue basah olahannya. Arini seorang wanita yang sangat rajin, di usianya yang masih muda, Ia harus bekerja keras untuk membiayai hidup dirinya dan juga adiknya.
“Siapa Anda Tuan, mengapa Anda bertanya mengenai wanita yang berada di rumah bedakan tersebut?” Tanyanya dengan curiga.
“Saya masih kerabat jauhnya, Bu. Tetapi Saya belum yakin, karena kami sudah lama berpisah. Terakhir kami bertemu saat Ia masih duduk di Sekolah Dasar dan kebetulan sekali tadi saat mengemudi saya melihat dirinya sepintas dari balik kaca mobil Saya, makanya Saya ingin memastikan terlebih dahulu sebelum salah orang. Apakah benar namanya Arini Bu?” Tanya Jono dengan kebohongannya yang lancar.
Wanita paruh baya pemilik warung tersebut menurunkan kecurigaannya, “Iya, memang benar namanya Arini dan Ia tinggal bersama dengan adik laki-lakinya.”
“Apakah mereka hanya tinggal berdua saja, Bu?, karena setahu Saya dahulu Arini memiliki kedua orang tua yang lengkap.” Tanya Jono lagi.
“Iya, mereka hanya berdua saja. Menurut keterangan Arini, ibu nya sudah setahun yang lalu meninggal dunia, sementara tentang ayah mereka, Arini tidak pernah menceritakannya.”
Jono mengucapkan terima kekasih kepada Ibu pemilik warung itu yang tanpa disadarinya, akhirnya banyak menceritakan tentang Arini tanpa perlu ditanya oleh Jono lagi. Wanita itu sangat suka dengan sifat Arini yang ramah dan tidak pernah mengeluh, meskipun harus bersepeda pergi pulang dari perusahaan. Ia juga tidak merasa iri, kenapa saudara laki-lakinya yang harus naik angkot. Arini beralasan, jarak dari rumah bedakan mereka dengan kampus adiknya sangatlah jauh.
Puas dengan informasi yang didapatkannya, Jono kemudian masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan lokasi tempat tinggal Arini. Ia langsung menuju ke apartemen miliknya dan sesampainya Ia di apartemen miliknya. Ia langsung membuka laptopnya dan mencari data mengenai Arini, berdasarkan data KTP yang dikirimkan oleh Arjuna yang diperolehnya dari bagian HRD.
Hanya berdasarkan data NIK milik Arini, Jono memperoleh data mengenai Arini. Ia tahu nama orang tua kandung Arini dan juga nama adiknya. Selain itu, Jono juga memperoleh informasi tambahan dari hasil penyelidikannya selama beberapa hari, kalau saat ini, Andi, adik Arini mendapatkan beasiswa di sebuah Universitas ternama. Yang lebih hebatnya lagi, Ia mendapat beasiswa di Fakultas Kedokteran, karena prestasi akademiknya yang Baik.
Sementara untuk Arini sendiri, berdasarkan informasi yang diperolehnya hanya sempat mengenyam bangku SMP, untuk bekerja mencari nafkah. Jono merasa kagum dengan sosok Arini hanya berdasarkan data yang sudah berhasil dikumpulkannya, selain wajah Arini yang memang cantik. Namun, kepribadian dan kegigihannya lah yang membuat Jono menjadi kagum.
Arini sedang membuatkan bekal untuk di bawa saat adiknya ke kampus nanti. Karena keterbatasan uang yang mereka miliki, Andi selalu membawa bekal untuk dimakannya saat di kampus dan Ia tidak merasa malu. Untuk meringankan beban kakaknya, Andi sambil kuliah juga bekerja di sebuah rental komputer.
Selain mendapatkan uang dengan bekerja di situ, Ia juga dapat mengerjakan tugas kuliahnya, tanpa dipusingkan dengan laptop yang tidak dimilikinya. Dengan kepintarannya dan keramahannya, meski Ia hanya mempelajari penggunaan laptop dan komputer saat ada praktik komputer di Sekolah Menengah Atas dahulu. Namun, dengan kecerdasan yang dimilikinya, Ia dapat dengan mudah mempelajari berbagai macam aplikasi.
Selesai membuat bekal untuk adik nya, Arini dan Andi menikmati sarapan sederhana mereka. Nasi dengan lauk tempe dan sambal juga kerupuk. Selesai sarapan Andi langsung mencuci bekas makan mereka, keduanya membuat kesepakatan, Arini yang membuatkan makanan dan Andi yang akan membersihkan bekas mereka makan. Terkadang Andi juga akan membantu Arini membersihkan rumah, seperti menyapu dan mengepel, kedua kakak beradik tersebut sangat dekat dan saling menyayangi.
Selesai mencuci piring, Andi berpamitan kepada kakaknya untuk berangkat ke kampus, di ciumnya punggung tangan kakaknya. Andi sudah menganggap Arini, seperti ibu, setelah meninggalnya ibu kandung mereka setahun yang lalu.
Keduanya saling menyayangi, karena sadar, hanya ada mereka berdua saja sekarang ini, sementara untuk ayah mereka, keduanya sudah menganggap tidak ada dan tidak mau tahu lagi.
Begitu adik nya berangkat kuliah dengan menaiki angkot, Arini pun ke luar dari rumah bedakannya dengan membawa wadah yang berisikan kue-kue untuk di titipkan nya di warung yang ada di depan rumahnya.
Arini menyerahkan kue-kue titipannya, sekalian menerima uang hasil penjualan kue kemarin. Arini selalu bersyukur, meski rupiah yang didapatkan tidaklah terlalu banyak, akan tetapi itu cukup untuk membantu biaya hidup dirinya dan juga adik nya.
Arini kemudian melanjutkan perjalanannya menuju ke perusahaan konveksi dengan mengayuh sepeda tua miliknya. Ia tidak pernah mengeluh dengan keadaan yang menimpa dirinya dan Ia juga tidak mau lagi melihat ke belakang, di mana dulu kehidupannya begitu mewah tanpa merasakan artinya bekerja keras hanya untuk memperoleh sesuap nasi.
Kalau Ia terus mengingat kehidupannya yang dahulu hanya akan membuat dirinya menjadi lemah dan menyesali keadaan. Ia merasa bersyukur, meski hidup dalam kesusahan, akan tetapi Ia di beri kesehatan untuk selalu bekerja.
Akhirnya Arini sampai juga di parkiran perusahaan, sepeda tua miliknya berbaur dengan sepeda motor dari para karyawan lainnya. Arini kemudian memarkir sepeda nya dengan rapi, baru kemudian Ia masuk ke dalam perusahaan.
Saat memasuki perusahaan, terlihat suasana masih belum terlalu ramai. Arini memasuki ke ruangannya, bagian finishing. Di sana sudah ada beberapa rekan kerjanya. Arini langsung menaruh tas yang di bawanya ke dalam loker.
Ida, salah seorang rekan kerja Arini, menyapa dengan ramah, “Pagi Arini, masih semangat bekerja hari ini?”
“Pagi juga Teh, Alhamdulillah, harus selalu semangat demi sesuap nasi, Teh.” Sahut Arini, sambil tersenyum.
Di lain tempat, Arjuna baru saja memasuki perusahaannya, dengan mata yang merah bekas mabuknya tadi malam. Suasana hati Arjuna masih belum membaik, membuat beberapa orang karyawan yang kebetulan berpapasan dengan Arjuna menundukkan wajah mereka. Mereka merasa takut melihat muka bos mereka yang pagi ini tampak begitu seram dengan raut wajah dinginnya, belum lagi mata coklatnya yang menatap tajam.
Arjuna langsung masuk ke dalam ruangannya di lantai tiga, dengan menggunakan lift. Sekretarisnya, Ana sudah duduk di tempatnya. Penampilan Ana hari ini sedikit berbeda. Arjuna yang sudah hampir mencapai pintu ruangannya berbalik dan berjalan menghampiri Ana dan ditatapnya Ana dengan tajam.
Ana yang merasa senang, berpikir kalau Arjuna berbalik menghampiri dirinya, karena merasa senang dengan penampilan barunya. Ia sengaja merubah penampilannya untuk menarik perhatian, bos barunya yang masih muda dan tampan ini.
“Saya tidak menerima perempuan tidak baik-baik untuk bekerja di perusahaan yang saya pimpin. Kalau kamu mau berpenampilan, layaknya wanita penghibur, silahkan kamu ke luar dari perusahaan saya. Apa kamu pikir dengan kamu berpenampilan dengan pakaian yang ukurannya kekecilan dan kependekan saya akan menjadi suka dan tergiur dengan penampilanmu.” Marah Arjuna kepada Ana dengan suara basnya, yang membuat Ana menjadi gugup dan takut
Ana berjengit kaget, Ia tidak menyangka penampilan seksinya untuk merayu sang bos, ternyata malah tidak disukai. Bukannya berhasil mendapatkan perhatian dari Arjuna. Ia malah mendapatkan kemarahan dari Arjuna.
“Maaf, Pak. Besok saya tidak akan berpakaian seperti ini lagi,” Sahut Ana, sambil mencoba mengancing kembali dua kancing kemeja bagian atas nya yang memang sengaja Ia buka, agar saat Arjuna lewat dapat melihat keseksian bagian dadanya. Ana juga sengaja mengenakan rok dengan ukuran super pendek, hanya agar Arjuna melihat kaki mulus milik dirinya.
Arjuna tidak menanggapi ucapan Ana, setelah menyampaikan kemarahannya, Ia langsung berjalan kembali masuk ke dalam kantornya. Baru saja Ia duduk, di kursi miliknya, handphone nya berdering. Setelah melihat id sang penelepon, Arjuna langsung menekan tombol hijau dan meminta lawan bicaranya untuk menyampaikan maksudnya menelepon.
Jono yang berada di ujung sambungan telepon, yang sudah sangat mengenal Arjuna, mengetahui kalau suasana hati bosnya ini sedang tidak baik-baik saja, dari nada suaranya, sepertinya bos nya ini sedang marah.
Jono kemudian menceritakan penemuannya mengenai Arini dan Ia juga menceritakan kepada Arjuna mengenai adik Andi, adik dari Arini.
Arjuna meminta kepada Jono, untuk mencari informasi lebih jauh lagi mengenai Andi dan Arjuna juga meminta kepada Jono untuk secepatnya melaporkan kembali kepadanya hasil penemuannya.
Begitu sambungan telepon terputus, Arjuna menekan interkom dan meminta kepada bagian pantry untuk mengantarkan kopi dan juga aspirin ke ruangannya. Arjuna juga minta dibawakan sarapan untuknya. Saat berada di apartemennya tadi, Arjuna tidak sempat sarapan.
Sambil memijit pelipisnya yang masih terasa berdenyut, Arjuna membuka laptop miliknya dan mengecek emailnya yang berisikan informasi mengenai Arini yang baru saja dikirimkan oleh Jono.
Arjuna mempelajarinya, sepertinya Ia tidak akan mengalami kesulitan untuk memberikan tekanan kepada Arini untuk menyetujui usulannya nanti. Usai mempelajari data pribadi Arini, Arjuna lanjut membuka email bisnis. Ternyata hari ini Ia ada janji meeting dengan supplier kain untuk perusahaannya. Arjuna baru ingat, kalau semalam, Ana sekretarisnya sudah mengingatkan mengenai meeting ini.
Arjuna menggerutu, Ia sedikit menyesal sudah mabuk tadi malam. Seandainya saja Ia ingat, kalau Ia hari ini akan ada meeting penting dengan supplier, Ia tidak akan mabuk.
Pintu ruang kerja Arjuna diketuk dan Arjuna pun mempersilahkan masuk. Terlihat seorang OB, membawa nampan yang berisikan makanan dan juga kopi pesanannya. Di atas nampan itu juga terlihat aspirin pesanannya.
Arjuna mengucapkan terima kasih dan setelah OB itu ke luar dari ruang kerjanya, Arjuna langsung menyantap sarapannya, berupa nasi goreng dengan telur mata sapi. Selesai menikmati sarapannya, Arjuna langsung menelan aspirin untuk meredakan sakit kepalanya yang masih belum berhenti juga.
Arjuna menekan tombol interkom kembali dan meminta kepada sekretarisnya untuk mengingatkan dirinya kalau waktu meetingnya satu jam lagi. Arjuna kemudian melanjutkan memeriksa berkas yang ada di atas meja nya. Setelah satu jam berkutat dengan berkas dan sakit kepalanya belum juga hilang, Arjuna memilih untuk mengistirahatkan badannya di ruang khusus yang ada di ruang kerjanya.