“Om, aku mau mengadu nasib.” Liana sudah memantau kedatangan Zayyan dari Jakarta. Dia bergegas keluar dari rumah untuk menghampirinya karena ada hal yang ingin disampaikan. Apalagi kalau bukan pengaduan tentang Rafan yang telah menistakannya. “Ada apa? Sepertinya sangat serius?” Zayyan mengajaknya masuk ke dalam rumah, seketika Rafan menatap dengan penuh kekhawatiran. “Rafan ngerjai aku, Om. Dia kasih obat perangsang.” “Mampus,” gumam Rafan ketika mendengar pengaduan Liana pada abinya. “Obat perangsang?” Zayyan menoleh pada anaknya setelah melihat anggukan kepala dari Liana. “Kamu nakal lagi?” “Eng—gak, Bi. Aku hanya memudahkan mereka, memberi kesempatan. Itu saja. Tapi merekanya aja yang geblek, membuang kesempatan.” Terpaksa Rafan memberi pengakuan tapi dengan tetap mempertahankan