Bab 4. (Bertarung Dengan Simulasi Jubah Merah)

1049 Words
    Ketiga manusia sihir itu tetap saling terdiam, bermain dengan pikiran mereka masing-masing. Tetap terdiam dan saling terdiam. Hingga Pharo pun berbicara, membuyarkan keheningan di antara mereka bertiga.     "Aku jadi teringat dengan perkataan ayahku. Bahwa ada sebuah ilmu sihir sesat yang dapat dipelajari oleh manusia. Yang memang ada pada ribuan tahun yang lalu. Ilmu itu dapat membuat manusia menjadi iblis dan memiliki kekuatan iblis level atas. Tapi ilmu sihir terlarang itu dapat dikuasai dengan syarat, si penguasa ilmu itu harus memakai topeng dewa atau dewi. Untuk menyempurnakan ilmunya itu. Dan topeng yang dipakainya itu, tidak akan pernah dapat lepas dari wajahnya. Hingga akhir zaman nanti," jelas Pharo, dengan panjang lebarnya. Mengingat cerita ayahnya yang masih menjadi Sosok Misterius Berjubah Hitam, saat dirinya belum mengenal dan mengetahui jika Phiro adalah kembaran manusia sejatinya. Walaupun sebenarnya dirinya hanyalah ari-ari Phiro yang diciptakan dari sihir ayahnya dan kekuatan mistik Bulan.     "Berarti ada kemungkinan, ia dulunya adalah seorang manusia sejati? Yang hidup ribuan tahun lalu. Ia lalu mempelajari ilmu terlarang itu, hingga menjadi iblis dan hidup hingga saat ini. Tapi kalau ia dulunya seorang manusia sejati? Berarti ia tinggal di Bumi, bukan di luar Bumi," balas Saga, dengan asumsi dan keraguannya atas perkataan Pharo itu. Yang hanya mendengar cerita dari Rana Karta, ayahnya. Yang entah mendapat cerita dari mana?.     "Tapi bisa saja ia iblis, dan topeng itu hanyalah penyamaran untuk menutupi jati dirinya yang sebenarnya. Agar dirinya tidak di kenali oleh siapapun," sambung Dewi Salju, dengan tatapan ke arah Jubah Merah, yang menatap mereka dari dalam cermin sihir ciptaan saga itu. Dengan penuh keangkuhannya, seakan sedang memandang rendah ke arah tiga manusia sihir dari dimensi tingkat dua itu.     "Lawan atau kawan dirinya itu, kita pun tidak tahu. Bagaimana kalau kita membuat simulasi saja, untuk menghitung seberapa besar kekuatannya itu. Agar jika kita bertemunya nanti, kita tidak akan terkejut dengan kekuatannya itu," ujar Saga, lalu menarik sosok Jubah Merah itu, dalam cermin dengan sihirnya. Tanpa meminta persetujuan dari siapa pun.     Terlihat sosok Jubah Merah itu tertarik dengan kekuatan sihir dari Saga, hingga keluar dari dalam cermin sihir itu, dengan penuh kegembiraannya. Yang tak dapat dilihat oleh ketiga manusia sihir itu. Karena wajahnya, yang tertutup oleh topeng bidadari emas.       Setelah berada di luar dari cermin sihir itu, Saga pun langsung menyerang sosok Jubah Merah secara agresif. Ia berusaha memberikan pukulannya kepada Jubah Merah. Yang dapat menangkisnya dengan mudahnya, bahwa menyerang balik dirinya dengan tak kalah agresifnya. Dan perut Saga pun terkena pukulan dari Jubah Merah, hingga ia pun harus terhuyung ke belakang. Namun dapat segera ia kendalikan dirinya, dengan berdiri tegak kembali. Dengan perasaan yang tak percaya, jika dirinya dapat terkena pukulan dari simulasi dari Jubah Merah itu. Sebegitu mudahnya.     "Kau kalah ya? biar aku saja yang membereskannya," ujar Pharo lalu berlari, maju menyerang si Jubah Merah dengan penuh semangatnya.       Adu jotos dan tendangan pun terjadi di antara mereka berdua dengan begitu sengitnya. Manusia Sihir Bermata Merah itu begitu bersemangat, mendapatkan lawan yang begitu tangguh. Walaupun itu hanya simulasi saja.     Namun niatnya ingin mengalahkan simulasi Jubah Merah itu, dengan cepatnya. Akan tetapi malah Pharo yang dapat dikalahkan olehnya dengan mudahnya. Padahal itu hanyalah simulasinya saja, bukan Jubah Merah yang sesungguhnya.      Pharo lalu menghampiri Saga dan Dewi Salju dengan penuh kekesalannya. Karena dikalahkan oleh simulasi Jubah Merah itu.     "s**l! simulasinya saja begitu kuat. Apalagi aslinya. Saga, Dewi, bantu aku mengalahkannya dengan sihir kalian!" seru Pharo, dengan penuh semangatnya untuk mengalahkan simulasi dari Jubah Merah.     Mereka bertiga pun lalu menggunakan sihirnya. Dari tangan kanan Pharo keluarlah bola cahaya merah. Sedangkan dari tangan Saga keluarlah bola cahaya biru, dan dari tangan Dewi Salju, keluarlah bola cahaya putih pucat. Ketiga bola cahaya itu pun lalu bersatu, lalu menghantam simulasi Jubah Merah. Yang berusaha untuk menahan ketiga bola cahaya itu pada tubuhnya. Lalu membalikan serangan itu, ke arah mereka bertiga. Yang untung saja dapat dihindari oleh mereka bertiga. Walaupun dinding Istana Salju harus bolong, terkena ketiga serangan bola cahaya itu.     BUMM!!     Suara itu begitu keras, dan menimbulkan getaran yang mengguncang Istana Salju dengan begitu hebatnya. Seakan istana yang diciptakan dari sihir Pharo dan Saga itu akan runtuh saat itu juga. Akan tetapi untung saja hal itu tak terjadi sama sekali.     Terlihat tembok Istana Salju yang bolong itu pun tertutup rapat dengan sendirinya. Seolah tembok Istana Salju itu, bisa meregenerasi dirinya sendiri, dari luka separah apa pun itu.     "Kenapa ini seperti nyata!? Jangan-jangan ia bukan hanya sebuah simulasi, tapi sebuah kenyataan," ucap Pharo, dengan penuh kepanikannya. Melihat kekuatan dari simulasi Jubah Merah yang begitu mengerikan. Yang tak mampu mereka hadapi bersama.     "Kau jangan berlebihan Aro, ia hanyalah simulasi. Ia seperti nyata, karena kekuatan sihirnya sangat tinggi. Tapi ia tetaplah simulasi. Aku masih bisa mengatasi simulasi itu, dengan cara menghancurkan cermin itu," kata Saga, lalu menunjukan jari telunjuk kanannya, dan membungkukkan jari ibunya. Hingga membentuk seperti sebuah tembakan.       Terlihat dari jari telunjuk kanannya itu keluarlah cahaya biru. Yang menghantam ke arah cermin itu. Yang lalu hancur berkeping-keping, saat menyentuh lantai Istana Salju.       Setelah cermin itu benar-benar hancur dan hilang. Tiba-tiba saja simulasi Jubah Merah pun ikut menghilang begitu saja. Tanpa meninggalkan jejak sedikit pun di tempat itu. Padahal ia berniat untuk menyerang ketiga manusia sihir itu kembali. Simulasi dari Jubah Merah itu, seakan memiliki jiwa dan pemikirannya sendiri.     "Mengerikan, hanya simulasinya saja kekuatannya sudah sebesar itu? Apa jadinya kalau yang tadi itu, adalah dirinya yang sesungguhnya. Pasti ia akan aktif menyerang, tidak pasif seperti tadi," ujar Pharo, dengan penuh kebingungannya. Membayangkan betapa mengerikannya sosok Jubah Merah itu.     "Sudah Aro, jangan terlalu dipikirkan akan hal itu. Lebih baik kita rileks, atau tidur untuk menjernihkan pikiran kita," ujar Saga, lalu menuju ke arah kamarnya.     "Aku juga ingin tidur, Aro," sambung Dewi Salju, lalu menuju ke arah kamarnya. Meninggalkan Pharo sendirian di tempat itu.     "Kalau mereka berdua tidur, lalu aku harus apa?" tanya Pharo berbicara sendiri dengan penuh kebingungannya.     Ah ...! lebih baik aku menyamar menjadi manusia saja. Daripada aku harus memikirkan si Jubah Merah yang belum tentu nyata keberadaannya itu. Saatnya, untuk menikmati hidup sebagai manusia sejati di dunia fana ...," ujar Pharo di dalam hatinya, lalu menghilang entah ke mana.       Dan suasana Istana Salju pun menjadi hening kembali, sehening benua es Antartika. Di mana Istana Salju berpijak, terselubungi oleh selubung sihir Pharo dan Saga yang tak dapat dilihat oleh mata manusia sejati. Dan tidak dapat ditembus oleh makhluk apa pun, tanpa seizin mereka berdua.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD