Air mata tak henti-hentinya terurai dari mata Kelvin. Dia hanya tertunduk sendu di dalam sebuah ambulan sembari memegang sebuah selang infus yang ditancapkan di tubuh Feri. Sedikitpun pun dia tak pernah mengira kejadian seperti ini akan menimpa nya. Rasa penyesalan nya kian mendalam ketika sudah melihat satu-satunya sahabat terbaring kaku di dalam sebuah mobil ambulan. Berkali-kali Kelvin mengucapkan doa di dalam hatinya. Dia meminta kepada sang pemilik kehidupan agar tidak mengambil sang teman. Kelvin tidak tahu harus kemana jika Feri benar-benar harus meninggalkannya. Dia tidak bisa membayangkan lagi ketika dia berjalan tanpa arah sambil membawa tas dimalam hari seperti ini. Tidak ada keluarga tidak ada sahabat yang menemani hidupnya. Seperti dulu, waktu dia diusir keluar rumah oleh