Dosen usil

1158 Words
Hari pertama menjadi asisten dosen. Pak Wisnu benar-benar dosen menyebalkan untuk Maideline. Baru hari pertama saja, dia sudah banyak mau. Padahal tugas asisten dosen adalah membantu dosennya untuk rekap nilai atau data para mahasiswa atau mahasiswinya. “Selesai mata kuliah pertama, kamu temani saya makan di kantin.” Kata pak Wisnu kepada Maideline melalui chat. “Maaf pak, saya ada kerja kelompok pak, projek-nya harus selesai hari ini. Jam 3.” Hari ini jadwal Maideline memang benar-benar padat. Dia sebenarnya tidak ingin menolak ajakan tersebut karena takut nilainya akan turun, tapi dia juga tidak bisa membatalkan kerja kelompok hari ini karena nilai dia juga akan turun. Akhirnya dia memilih untuk menolak ajakan pak Wisnu dengan alasan ada tugas. “Ya sudah, selesai kamu mengerjakan tugas saja. Kapan-pun kamu bisa. Jangan menolak!!!” Tanda seru yang ada di dalam bubble chat itu membuat Maideline ketakutan. Ia mengira pak Wisnu marah kepadanya karena menolak ajakan dosennya itu. Baru hari pertama menjadi asisten dosen saja, Maideline sudah dibuat pusing oleh dosen baru itu. “Baik pak. Malam ini saya pastikan bisa.” “Oke, malam ini. Saya tunggu kamu di café depan kampus,” kata pak Wisnu sambil mengirimkan emoticon senyum terbalik. Benar-benar dosen aneh, kata Maideline dari dalam hatinya. Selama mengerjakan tugas kelompok, Maideline benar-benar tidak bisa fokus. Dia terus memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi malam nanti. Semua skenario buruk lewat begitu saja di dalam pikiran Maideline. Dia juga tidak bercerita kepada Sheila tentang hal ini, takut menggangu sahabatnya itu yang sedang mengerjakan projek juga. Seharian penuh ia tidak bisa fokus mengerjakan tugasnya itu. Sampai malam-pun tiba. Ia tidak akan lupa pada malam itu karena malam itu lah yang membuatnya ketakutan selama seharian penuh. Malam itu ia segera beranjak dari kosan-nya dan pergi ke tempat yang tadi ditetapkan oleh pak Wisnu. Ternyata pak Wisnu sudah menunggu di depan café itu dengan motor ninja. Dosen itu benar-benar sangat berbeda jika berada di luar kampus. “Naik. Kita gak nongkrong di sini,” katanya kepada Maideline. “Mau kemana emang pak?” tanya Maideline penasaran. Dari belakang ia mencium wangi pak Wisnu yang benar-benar elegan. Pandangannya tentang dosen ngeselin itu, pudar seketika. Pak Wisnu tidak menjawab pertanyaan itu, dia langsung menancap gas motornya dan pergi menjauh. Anehnya, Maideline tidak merasa ketakutan ketika ia tidak tahu kemana akan dibawa oleh pak Wisnu. Ia sudah terhipnotis dengan minyak wangi yang digunakan dosen-nya itu. Malam hari di Bandung, udara sangat sejuk. Pak Wisnu membawa Maideline ke Bandung atas, tempat dimana kota Bandung terlihat sangat cantik. Cahaya-cahaya rumah terlihat dari atas. “Sebenarnya kita mau ngapain sih pak?” tanya Maideline, ketika mereka sudah sampai di café Bandung atas. “Mau makan, sekaligus memberitahu kamu mekanisme menjadi asisten dosen.” Pak Wisnu berjalan dengan gagah melewati pintu masuk café tersebut. Sementara Maideline berjalan di belakangnya. Malam itu Pak Wisnu memakai kemeja kotak-kotak berwarna biru dengan celana panjang berwarna hitam dan jam tangan yang mahal. Maideline memakai dress berwarna merah, seolah ia sedang dinner dengan pasangannya. Pak Wisnu memesan meja untuk dua orang, lalu dituntun oleh sang pelayan. Pak Wisnu juga menawari Maideline makanan atau minuman. “Saya gak makan pak, baru selesai makan tadi,” kata Maideline menolak tawaran dari pak Wisnu. Ia merasa tidak enak jika dibayarin oleh dosen itu. “Ya sudah mba, 2 nasi goreng dan 2 air putih. Nanti kalau kurang saya pesan lagi ya,” kata pak Wisnu kepada pelayan yang sedari tadi berdiri di samping meja mereka. Maideline menatap sebal wajah pak Wisnu, dia tidak minta makan, tapi pak Wisnu justru meminta 2 nasi goreng. Dosen menyebalkan. “Gak usah kepedean kamu. 2 nasi goreng itu buat saya,” kata pak Wisnu seolah ia tahu apa yang ada di dalam hati Maideline. Kalau café tersebut tidak ramai, Maideline berniat menjambak rambut dosen itu sekencang mungkin. Sembari menunggu makanan datang, pak Wisnu pun mulai memberitahu mekanisme menjadi seorang asisten dosen. Pertama-tama, ia memberikan data tentang nama mahasiswa dan mahasiswinya kepada Maideline. Ia juga meminta Maideline untuk bisa menjadi jembatan antara dirinya dengan para mahasiswnya. Tidak hanya itu, Maideline juga harus siap dengan intruksi dari pak Wisnu meskipun itu malam hari. “Simple bukan?” tanya pak Wisnu dengan wajah tenang. “Simple sih pak, tapi yang terakhir apa gak dipertimbangkan terlebih dahulu. Kan semua orang punya kesibukan masing-masing?” Maideline merasa keberatan dengan peraturan yang terakhir. Pak Wisnu mengangguk tanda mengerti, “Oke, untuk yang terakhir kita ganti. Kapan-pun kamu bisa, kamu harus mau temani saya makan malam seperti ini.” Permintaan yang lebih rumit. “Gak jadi pak, yang terakhir gak usah diganti peraturannya.” Mendengar perkataan itu, pak Wisnu tertawa, memang aneh dosen itu. Perbincangan itu terhenti karena makanan sudah datang. Pak Wisnu pun langsung memakan nasi gorengnya tanpa bicara apapun, sedangkan Maideline hanya diam sambil memperhatikan sekitar. Sambil makan, pak Wisnu berbicara tentang rasa nasi goreng tersebut. Katanya, nasi goreng-nya sangat enak, dia berniat untuk menggoda Maideline agar memakan nasi goreng yang satunya. “Kamu yakin gamau? Ini enak banget loh.” Pak Wisnu mencoba Maideline sampai akhirnya mahasiswinya itu pun luluh dan langsung makan nasi goreng yang tadi dipesan oleh pak Wisnu. Semudah itu Maideline luluh. Selesai makan, mereka masih duduk di tempat itu sambil bercerita banyak hal. Ternyata pak Wisni tidak semenyebalkan itu, dia cukup menyenangkan ketika dijadikan teman bicara. Tanpa sadar, Maideline menceritakan masa lalunya kepada pak Wisnu. Ia bercerita tentang ayahnya yang pergi meninggalkan dia dan ibunya sewaktu Maideline masih kecil. Sekarang ibunya hidup sendirian di ibu kota dan sesekali Maideline pulang untuk menemuinya. Hingga sekarang Maideline sangat tidak percaya kepada laki-laki. Menurutnya semua laki-laki sama saja. Pak Wisnu tersenyum mendengar perkataan Maideline, “Gak semuanya kaya gitu May. Kamu hanya menemukan satu, yaitu bapak kamu. Kamu belum bertemu dengan miliyaran laki-laki di luar sana. Pernyataan kamu tersebut tidak valid, itu hanya kebencian kamu semata dengan bapak kamu itu.” Kata-kata pak Wisnu benar-benar rapih, ia tahu gimana cara menenangkan seorang perempuan. Maideline mengangguk mengerti apa yang dikatakan pak Wisnu, meskipun sebenarnya ia masih benci dengan sosok laki-laki. Sekarang giliran pak Wisnu becerita. Ia menceritakan tentang pertunangannya. Maideline sempat kaget ketika pak Wisnu bercerita bahwa ia akan bertunangan. Pak Wisnu tertawa, ia tahu bahwa Maideline akan terkejut mendengar ini. Lalu ia melanjutkan ceritanya, bahwa pertunangannya ini adalah perjodohan dari keluarganya. “Terus kenapa bapak tidak menolak?” tanya Maideline penasaran. “Gak semua di dunia ini bisa kita tolak May. Saya anak laki-laki pertama dan harus segera menikah sebelum dilangkahi oleh adik saya,” kata pak Wisnu dengan mata sedikit berkaca-kaca. Maideline tidak tega mendengar cerita itu, tapi ia pura-pura tersenyum untuk menutupi semuanya. Ketika sedang asyik berbicara, HandPhone Maideline berdering. Telepon masuk dari ibu-nya. Ternyata itu adalah seorang suster rumah sakit. Ibunya dirawat di rumah sakit karena pingsan ketika sedang berjualan. Tangan Maideline gemetar mendengar kabar itu, hanya ibunya satu-satunya yang ia punya saat ini. Kabar itu sangat menakutkan baginya. Pak Wisnu melihat mata Maideline yang sudah berkaca-kaca dan tangnnya yang gemeteran.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD