bc

My Teacher My First Love

book_age18+
99
FOLLOW
1K
READ
family
HE
kickass heroine
heir/heiress
drama
mystery
loser
harem
affair
friends with benefits
like
intro-logo
Blurb

"Aku pikir, laki-laki yang perhatian kepada aku adalah laki-laki yang menyayangi-ku dengan tulus. Tapi ternyata aku salah, mereka hanya ingin memanfaatkan aku saja dan menginginkan tubuhku."

Buku ini menceritakan tentang seoran anak perempuan yang ditinggal pergi oleh ayahnya sejak ia masih kecil. Kata orang, cinta pertama anak perempuan adalah ayahnya, namun untuk Maideline itu tidak berlaku. Ayahnya adalah patah hati pertama untuknya.

Apakah Maideline bisa menemukan pria pengganti untuk ayahnya atau semua pria diliahrikan hanya untuk membuat Maideline patah hati?

chap-preview
Free preview
Hari sial
Pagi ini di depan Gedung FISIP, Maideline jalan dengan tergesa-gesa. Memakai baju berwarna biru dengan celana jeans kusut dan rambut yang lupa ia catok. Hari ini ada kuis Bahasa inggris.                Maideline membuka pintu kelas.                “Sudah saya bilang, hari ini ada kuis. Tidak ada toleransi bagi yang telat,” kata Pak Wisnu ketika ia melihat Maideline mengetuk dan membuka pintu kelas. Seisi kelas langsung menatap arah pintu dan melihat seorang perempuan dengan pakaian berantakan dan rambut yang sedikit mengembang seperti singa baru bangun dari tidurnya.                Maideline tersenyum malu, lalu menutup pintu kelas itu dari luar. Dalam kalender, hari sial memang tidak pernah tercantum di sana. Itulah yang ia alami hari ini. Pada hari selasa diminggu kedua bulan juni, ia benar-benar mendapatka hari sial-nya.                Malam sebelum kuis bahasa inggris dilaksanakan, Maideline sebenarnya sudah mempersiapkan segala-nya. Ia belajar dengan sungguh-sungguh sampai larut malam. Maideline tidak takut kesiangan karena ia memiliki jam weker di kosan-nya.                Namun, ketika pagi tiba. Jam weker-nya itu tidak berfungsi. Ia memasang jam tersebut pada pukul 7 pagi, tapi suaranya tidak menyala dan Maideline pun bangun pada pukul 8 lebih 55 menit.                “Sialan,” katanya dengan nada kesal. Maideline tidak mandi, ia langsung bergegas ke kampus dengan pakaian hari kemarin.                Kuis Bahasa inggris dilaksanakan pada pukul 9 pagi. Sedangkan jarak dari kosan ke kampusnya adalah 6 menit jika jalan kaki dan 3 menit jika berlari dengan terburu-buru. Maideline memilih opsi yang kedua. Hal yang harus kita ingat, hari sial tidak pernah tercantum dikalender. Perjalanan menuju kampus tidak semudah itu ternyata. Sepatunya rusak. Bagian bawah sepatu itu terbuka sangat lebar seperti sebuah mulut yang meminta makan. “Astaga kenapa lagi ini.” Maideline mengangkat sepatunya yang terbuka lebar tersebut dengan tatapan miris. Masalahnya, Maideline hanya memiliki satu sepatu. Ia terpaksa menggunakan sendal menuju kampus. Setibanya di kampus, dia hanya telat 2 menit dari jam yang seharusnya ditentukan. Namun, telat adalah telat dan peraturan tetaplah peraturan. Akhirnya, ia duduk di kursi depan kelasnya, menunggu jam mata kuliah selesai. 1 jam berlalu. Suasana kelas yang tadinya hening, sekarang tampak ramai. Sepertinya kuis telah usai. Pintu kelas terbuka. “Kamu, ikut saya ke ruangan.” Suara serak-serak basah terdengar dari arah pintu kelas, Maideline yang tengah membaca buku pun menoleh ke belakang dan melihat pak Wisnu. “Ba..baik pak,” kata Maideline dengan gugup. Ia memasukkan buku Bahasa inggrisnya ke dalam totebag. Selama 1 jam lebih, ia membuka buku bahasa inggrisnya, meskipun tak ada satu kata pun yang masuk ke dalam otaknya karena dia sedang cemas dengan nilai kuis bahasa inggrisnya. Ia berjalan mengikut pak Wisnu dari belakang. Maideline memikirkan alibi yang tepat dan merangkai sebuah kalimat di dalam kepalanya. Mereka berdua masuk ruangan dosen. Tidak ada orang di dalamnya, para dosen sedang mengajar, ada juga yang sedang melakukan penelitian. Pak wisnu meletakkan bukunya ke atas meja dan duduk di kursi. Ia juga mempersilahkan Maideline untuk duduk di kursi, tepat berhadap-hadapan dengan pak Wisnu. Meja menjadi pengahalang mereka. “Hmm gini pak, saya tadi telat karena ada beberapa kendala.” Maideline mulai memaparkan alibi yang tadi ia rangkai, selama kurang lebih 5 menit, ia sudah menjelaskannya dengan singkat. “Cerita yang menarik, sejak kapan kamu bisa mengarang?” tanya Pak Wisnu dengan sinis. Maideline kaget mendengar respon dosen-nya. Ia benar-benar tak menyangka kalau pak Wisnu menuduh dirinya sebagai pengarang handal. “Saya gak ngarang pak. Ini buktinya.” Maideline berdiri menjauhi kursinya dan menunjuk ke arah sendal miliknya. “Saya terpaksa memakai sendal jepit ke kampus karena memang sepatu saya rusak dan saya hanya memiliki satu sepatu saja,” kata Maideline. Dia tidak mau dituduh sebagai pengarang atau lebih tepatnya seorang pembohong. Pak Wisnu menyuruhnya untuk duduk Kembali. “Baik saya percaya. Tapi peraturan tetaplah peraturan, siapapun yang melanggar akan kena sanksinya,” kata pak Wisnu dengan tegas. “Kamu juga seharusnya sudah mempersiapkan semuanya dengan baik. Alasan jam weker yang tiba-tiba rusak, sangat tidak masuk akal bagi saya. Sebagai seorang mahasiswi semester 4, kamu sudah harus bisa mengatur waktu meskipun jam weker atau alaram kamu tidak ada atau berfungsi.” Maideline menunduk malu. Ia malu karena sudah berbuat ulah kepada dosen baru. Iya, pak Wisnu adalah dosen baru di Universitas Sarjana. Dia merupakan dosen magang yang berumur 30 tahun. Dosen paling muda di Universitas itu. “Baik pak, saya salah. Saya siap menerima sanksinya,” kata Maideline pelan. ia sudah pasrah dengan nilainya. Sebenarnya pak Wisnu belum memikirkan sanksi apapun, lagipula kuis itu itu dia buat hanya untuk pengenalan tentang metode belajarnya, tapi bukan dosen muda kalau tidak pernah usil ke mahasiswa atau mahasiswinya. “Kamu bersihkan seluruh toilet di Gedung FISP ya,” kata pak Wisnu tegas. Padahal dalam hatinya, ia tertawa. Maideline heran. Hukuman yang diberikan dosen baru itu sangat tidak berprikemahasiswaan. Pasalnya, hukuman seperti itu lebih sering ditujukan oleh para siswa SMA yang memiliki kasus di sekolah. “Kenapa? Kamu keberatan?” tanya pak Wisnu. Mau tidak mau, Maideline menyanggupi sanksi yang diberikan dosen baru itu dengan sedikit sanggahan dari dalam hatinya, “Huh, dosen baru aja belagu.” “Engga kok pak, saya siap menerima sanksi yang bapak berikan,” jawab Maideline. Ia berusaha tenang meskipun hatinya sudah terbakar emosi dengan sanksi aneh dari pak Wisnu. Maideline tersenyum tidak ikhlas. “Baik kalau begitu, silahkan dikerjakan sanksinya.” Pak Wisnu mempersilahkan Maideline untuk keluar ruangan sambil tersenyum. Maideline beranjak dari kursi dan pergi meninggalkan pak Wisnu sendirian di ruang dosen. Ia membuka pintu dan menutupnya dari luar. “Dosen sialan,” katanya dengan nada pelan. “Kenapa bu? Mukanya ditekuk gitu kaya karpet.” Suara cempreng itu datang dari arah barat. Itu Sheila, teman dekat Maideline sejak SMA. Sampai sekarang mereka masih berteman, satu kampus, bahkan satu kelas. “Nanti gue ceritain, ayo ke kantin sekarang,” kata Maideline. Ia menarik tangan Sheila dengan cengkraman yang kuat, seperti seorang ibu yang memergoki anaknya sedang bermain di kubangan lumpur lalu menyuruhnya untuk pulang. Maideline masih sebal dengan sanksi dari dosen baru itu. Untung saja di hari ini dia hanya ada satu mata kuliah, jadi dia bisa menjalankan sanksi yang aneh itu tanpa khawatir dengan jam mata kuliah yang lain. Setibanya di kantin, Maideline menceritakan kejadian yang dia alami dan menceritakan juga sanksi yang dia terima dari pak Wisnu. Sheila hanya bisa mengucapkan kata sabar, selama temannya itu cerita. Sesekali ia tertawa melihat mimik wajah Maideline yang cemberut sambil marah-mrah itu. Mau tidak mau, Sheila juga ikut membantu Maideline dalam menjalankan sanksi. Itulah teman, dia akan membantu temannya dalam kesusahan, meskipun menertawakannya lebih dahulu. Selepas dari kantin, mereka mulai membersihkan toilet dari lantai 1, sampai lantai 3. Total ada 3 toilet di setiap lantainya. 2 toilet mahasiswa dan mahasiswi. 1 toilet dosen atau staff universitas. Pak Wisnu adalah dosen magang. Ia kuliah sambil menjadi dosen di kampus Maideline. Dosen yang terbilang paling muda diantara dosen FISIP lainnya. Ia berumur 29 tahun. Dengan kumis tipis dan alis yang tebal. Tampangnya cukup memikat hati para mahasiswinya. Namun, tidak untuk Maideline.                Meskipun masih muda, ia terkenal galak dan tegas                Selesai sudah semua pekerjaannya pada hari itu. Maideline dan Sheila pun berjalan pulang menuju kosan tercinta mereka. Namun, ketika mereka sedang berjalan, tiba-tiba saja pak Wisnu datang menghampiri mereka dengan motor bebeknya.                “Gimana tugasnya? Udah selesai?” tanya Pak Wisnu.                “Tugas apa pak?” tanya Sheila bingung. Perasaan, ketika di kelas tadi, dia tidak memberikan tugas apapun.                “Bukan kamu Shel, tapi teman di sebelahmu,” kata pak Wisnu. Matanya mengarah ke Maidleine. “Gimana? Udah bersih toiletnya.” Pak Wisnu bertanya Kembali.                “Udah pak,” jawab Maideline pendek, sambil tersenyum. Ia ingin menunjukkan sikap sopan-nya terhadap dosen meskipun sebenarnya ia masih kesal dengan sanksi aneh itu.                “Bagus kalau begitu,” kata Pak Wisnu tersenyum. Maideline menganggap bahwa urusan dia dengan dosen itu telah usai.                “Nanti malam kamu WA saya ya. Saya tunggu sampai jam 7,” kata pak Wisnu. Tebakan Maideline salah. “Kamu masih mau nilai kuis A kan?” Pak Wisnu melanjutkan pembicaraannya dan langsung memberikan pertanyaan yang sulit kepada Maideline.                “Ba..baik Pak,” kata Maideline dengan sedikit gugup. Ia masih berusaha tersenyum meskipun hatinya mencak-mencak sebal dengan dosen baru itu. Pak Wisnu pun berpamitan dengan mereka dan pergi begitu saja dengan motor bebeknya, keluar dari gerbang kampus.                “Dosen gilaa. Ada masalah apasih dia sama guee. Ihhhh sebel banget.” Maideline berteriak ketika pak Wisnu sudah pergi jauh. Dia geregetan dengan tingkah dosen baru itu.                Lagi-lagi Sheila hanya bisa mengucapkan sabar dan tertawa melihat temannya marah-marah. Hari sial memang tidak pernah ada di kalender.                “Jangan gitu, nanti naksir,” kata Sheila menggoda temannya. Belum apa-apa Sheila sudah lari menjauh dari Maideline, takut kena cubitan kalajengking temannya itu. Maideline menggerutu kesal. Sepanjang perjalanan menuju tempat kos, Miadeline mengucapkan segala sumpah yang keluar dari mulutnya kalau dia tidak akan suka dengan dosen baru itu.                Maideline berjalan keluar pagar kampus dengan cepat dan tanpa sadar meninggalkan temannya.                Setibanya di kosan, ia mulai membersihkan dirinya dan membereskan barang-barang yang berantakan. Malam nanti ia berniat untuk mengirim pesan kepada pak Wisnu seperti yang tadi ia perintahkan kepada Maideline.                “Selamat malam pak, ini saya Maideline dari kelas 4E, jurusan ilmu komunikasi” Maideline mengirimkan pesan kepada pak Wisnu, malam itu. Tangannya gemeteran. Malam itu Sheila juga sedang berada di kamar Maideline, menemani sahabatnya yang sedang dilanda masalah oleh dosen baru.                “Jadi gini, langsung saja ya. Kamu saya angkat jadi asisten dosen saya, sampai semester 4 ini selesai. Tidak ada penolakan karena itu merupakan hukuman yang saya berikan. Untuk hukuman yang tadi, anggap saja itu bagian dari perkenalan saya ke kamu. Kamu boleh nolak, tapi nilai kamu akan saya bikin E. Kamu pilih saja, mau terima atau tidak” Tanpa basa-basi, pak Wisnu mengirimkan pesan tersebut kepada Maideline.                Maideline dan Sheila saling menatap. Ada tatapan ketakuan dari mata Maideline. Mau tidak mau dia harus mengikuti permintaan dosen baru itu. Kalau tidak, tujuan cumlaude nya akan gagal dan ia juga akan mengecewakan ibunya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

TAKDIR KEDUA

read
26.9K
bc

Takdirku Menjadi Lelaki Kaya

read
4.0K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook