8.
Kepala desa sangat berterima kasih karena kedatangan kami berhasil meringkus begal-begal yang sudah lama meresahkan. Bahkan aparat di sini pun tidak ada yang berani melaporkan karena diancam akan di bunuh.
“Nah satu lagi, untuk paranormal yang bapak sidak memang sudah lama meninggalkan desa ini. Bapak tidak salah sasaran karena menyidak rumah paranormal itu. Banyak praktek menyeleweng yang dia lakukan. Salah satunya menipu warga desa dengan syarat membagi separuh bagian hasil tani untuk dia agar panen semakin melimpah. Tetapi hasilnya sama saja, panen tetap begitu saja.” Pak Rusli menggelengkan kepala.
“Puncaknya, semua warga desa gagal panen padahal mereka sudah memberikan separuh hasil panen mereka untuk persembahan. Paranormal itu kabur melarikan diri sebelum menjadi amukan warga.” Pak Rusli menceritakan apa yang terjadi.
Aku mengumpat di dalam hati. Ternyata paranormal itu penipu. Rasa-rasanya aku ingin mencarinya dan memukulinya.
“Memang ada laporan dari warga kami ke kantor Bapak?” Pertanyaan itu membuatku terkejut. Bisa-bisanya aku tidak memikirkan pertanyaan ini yang pasti akan muncul.
“Tidak. Kami hanya sempat lihat di media sosial dan langsung melakukan sidak lapangan. Siapa tahu kami bisa membantu penangkapan aparat di sekitar sini.” Aku tersenyum menjawab berbohong.
Pak Rusli percaya begitu saja tanpa curiga. Kami diminta untuk makan terlebih dulu sebelum melanjutkan perjalanan. Kami senang-senang saja. Rezeki nomplok yang datang tanpa diduga-duga.
***
Agatha ini memiliki kekuatan yang nyaris sama denganku. Dia mempunyai tangan yang banyak. Bahkan dia bisa masuk ke tubuh lawan dan mengendalikannya tetapi hanya setengah saja. Penjelasan Ayah membuat kami terkagum-kagum.
“Aku tidak mau ada yang dihukum lagi. Satu, dua, tiga.” Ayah membuka kandang para anjing itu.
Para anjing itu langsung mengejar Agatha. Agatha dengan kekuatan tangannya yang banyak berhasil menghalau anjing-anjing itu. Aku tersenyum.
“Boleh juga kekuatan Agatha. Tidak kalah denganku.” Aku bergumam sendiri.
Para anjing itu hanya berlari di tempat karena tangan-tangan Agatha yang berubah menjadi dua puluh menghentikannya.
Semua yang menyaksikkan bertepuk tangan. Ayah turut bahagia melihat ini. Mood nya berubah menjadi baik. Wajahnya yang murung menjadi wajah lelaki yang paling bahagia di dunia ini.
“Ini yang aku inginkan.” Ayah bertepuk tangan sendiri usai membuang kertasnya ke bawah. Aku masih bersikap tenang. Tidak bertepuk tangan dan bersorak.
Ternyata belum sampai di situ. Ayah meningkatkan kekuatan para anjing itu. Agatha terkejut karena tangannya sudah tidak mampu menahan para anjing itu. Dia pun ikut berlari. Dasar Ayah orang yang tidak pernah puas dengan pencapaian seseorang.
“Kenapa ini?” Agatha kebingungan dan terus berlari menghindari kejaran para anjing itu.
Tetapi tiba-tiba dia menghilang. Hanya aku yang bisa melihat dia berubah menjadi dua puluh dan masuk ke dalam tubuh para anjing itu.
“Bagus, Agatha. Itu yang aku inginkan.” Ayah bertepuk tangan lagi melihat semua ini.
“Ayah lupa kalau Agatha hanya bisa mengendalikan separuh saja. Separuhnya masih anjing.” Aku menggelengkan kepala.
Para anjing itu tiba-tiba menabrakkan ke dinding dengan sendirinya. Agatha terpentang dan jatuh ke tengah lapangan.
Semua terperangah. Bibir kami menganga. Tetapi tidak denganku. Aku tahu kalau Agatha kesulitan ketika mencoba mengendalikan para anjing itu. Sehingga dia kalah dengan mereka. Terpaksa dia pasrah dan rela dibenturkan pada dinding itu.
“Kamu sudah bisa melewati satu tantangan. Hanya saja pada tantangan terakhir kamu belum melewatinya.” Ayah menggeleng kecewa. Wajahnya kembali muram.
“Tetap saja kamu juga mendapatkan hukuman.” Untuk Agatha hanya satu anjing yang menggigit kakinya. Dia meraung. Satu gigitan aku rasa sudah sangat menyakitkan untuk anjing sejenis Pit bull. Jangankan Pitbull, anjing biasa saja kalau menggit sakit sekali.
Agatha menepi sembari menyeret kakinya. Lukanya cukup besar tepat di kaki bagian dalam. Dia menatapku sembari meringis kesakitan.
“Ujian yang tidak masuk akal. Siapa coba yang bisa melewati ujian seberat itu. Aku sudah berhasil tetapi kekuatan anjing itu ditambah.” Agatha menggerutu dengan sangat pelan. Aku mengangguk dan mengerti apa yang Agatha rasakan saat ini.
“Tenanglah aku akan menghilangkan rasa sakitmu dan membuang racun anjing itu dari tubuhmu. Aku tidak ingin kamu kenapa-napa.” Aku menggerakkan tanganku sedikit. Telapak tanganku aku arahkan ke kaki Agatha.
Agatha sempat meringis sedikit lalu diam. Dia terkejut meskipun masih ada luka, kakinya tidak merasakan sakit apa-apa.
“Bagaimana bisa Aleksia?” Dia terperangah dengan kekuatanku.
“Diamlah jangan berisik agar kita tidak ketahuan sama Ayah.” Aku meletakkan jariku di bibir ketika memintanya untuk diam. Dia cekikikan malahan.
Giliran selanjutnya adalah Chelsea. Aku tidak tahu siapa karena memang aku belum saling mengenal dengan mereka.
Ayah mengenalkan kekuatannya. Dia mempunyai kekuatan berlari yang sangat cepat. Ujian ini sangat cocok dengan kekuatannya. Perihal berlari tentu adalah hal yang mudah untuk dia. Aku penasaran dan ingin melihat.
“Apa mungkin dia akan gagal?” Agatha bertanya setengah berbisik padaku.
“Ayah selalu mengeluarkan hal yang tidak pernah bisa kita duga. Maka siapa pun yang maju masih misteri karena hal itu. Bahkan aku yang menganggapmu akan berhasil pun pada akhirnya menyadari kalau ujian ini memang bukan ujian biasa.” Aku juga menjelaskannya dengan setengah berbisik.
Ayah menghitung lagi dan para anjing itu keluar mengejar Chelsea. Chelsea mulanya berlari biasa karena anjing itu tidak bisa meraih Chelsea yang baru mengeluarkan sedikit kekuatannya.
“Luar biasa. Dia belum sepenuhnya mengeluarkan tenaganya. Tetapi para anjing itu tidak dapat mengejarnya.” Agatha berkomentar lirih.
Aku mengangguk saja dan menyimak cara dia berlari. Sejak tadi aku memilih menyimak semua gerakkan mereka. Mungkin dengan itu aku sedikit belajar menguasa kekuatan baru untuk berlangsungnya hidupku nanti.
Ayah bertepuk tangan bangga. Tetapi beberapa saat kemudian dia menambah kekuatan para anjing-anjingnya.
“Itulah Ayah. Dia tidak pernah puas dengan sesuatu. Setiap saat selalu merasa kurang. Makanya aku tadi bilang tidak ada yang bisa menebaknya.” Aku menunjuk jari-jari Ayah yang agak terangkat sedikit ke atas.
Chelsea kelimpungan karena para anjing itu mengejarnya dengan kecepatan yang lebih tinggi. Dia berusaha mengeluarkan kekuatannya lagi. Para anjing itu lagi-lagi tertinggal. Kecepatan larinya memang di atas rata-rata.
Ayah semakin girang. Dia bertepuk tangan. Ujian kedua berhasil Chelsea lewati. Kini dia memasuki ujian ketiga.
“Ayah meningkatkan lagi kekuatannya?” Agatha bertanya.
“Iya. Lihatlah kecepatan mereka sampai tidak bisa terlihat.” Aku menunjuk Chelsea dan para anjing yang bekerjaran dengan kecepatan yang di luar nalar.
Tetapi di saat ujian ketiga mau habis, aku dan Agatha melihat Amanda seperti melemparkan sesuatu ke tengah lapangan.
Seketika Chelsea terpeleset dan terjatuh. Para anjing yang tidak bisa terkontol langsung menubruk dinding lagi.
“Maksudmu apa berbuat curang seperti itu ha?” Agatha berlari menghampiri Amanda. Aku menyusul di belakangnya.
“Siapa yang berbuat curang? Dari tadi aku diam saja.” Amanda membela diri.
Agatha kesal karena jelas-jelas dia yang melempar sesuatu ke tengah lapangan. Tetapi ketika Agatha mengamati lapangan, dia tidak menemukan apa-apa.
“Sudah ngaku saja. Jangan jadi pengecut.” Agatha mengajak Amanda berduel. Tetapi semua keributan ini bubar ketika Ayah membentak mereka dan meminta kami untuk bubar.
“Ada apa Agatha? Kenapa kamu marah-marah tidak jelas seperti itu ha?” Ayah mendekati kami.
“Ini Ayah. Amanda berbuat curang. Dia melempar sesuatu ke lapangan hingga membuat Chelsea jatuh terpeleset.” Agatha mencoba menjelaskan sembari menunjuk-nunjuk ke lapangan.
Ketika semua pasang mata melihat ke lapangan, kami semua tidak menemukan apa-apa. Aku yang mencoba membelanya pun juga kalah. Ayah tidak mau ada yang menuduh sembarangan tanpa bukti apa pun.
Aku rasa Ayah sepertinya sedikit membela anak kandungnya. Katanya dulu dia tidak suka dengan Amanda, tetapi kenapa dia menutup-nutupi kesalahan anaknya. Jelas-jelas dia pasti tahu dengan menggunakan mata batinnya soal pisang tak kasap mata yang dilempar Amanda.
“Sudah-sudah. Kita lanjut. Jangan kamu ulangi lagi atau nanti akan aku hukum kamu.” Ayah mengancam Agatha. Agatha hendak memprotesnya lagi tetapi aku menarik tangannya.
Dia masih tidak terima dan memarahiku. Aku meminta dia untuk diam. Kita tidak bisa menyerang dia karena dia adalah anak kandungnya. Ketika aku mengatakan hal itu, Agatha diam. Dia mulai mengerti posisinya.
“Jangan gegabah. Kita tidak boleh seperti itu. Kalau kita keras kepala kita sendiri yang malah akan kena batunya. Serahkan padaku. Biar aku yang membalaskan dendammu karena sudah dia permalukan di depan teman-teman lainnya.” Aku tersenyum. Memang sudah lama aku menyimpan dendam pada Amanda sejak lama.
Agatha menatapku dengan tatapan ragu. Aku mengacungkan kelingkingku untuk mengingkat janji padanya. Aku tidak akan mengkhianatinya.
“Percayalah semua akan membuatmu tersenyum bahagia ketika aku beraksi nanti.” Aku menepuk pundaknya.
“Terima kasih Aleksia. Kalau perlu kita bunuh saja dia.” Kata Agatha sembari meremas-remas tangannya. Aku tertawa kecil.
Chelse berdiri dan meminta maaf pada Ayah. Tetapi Ayah tidak memaafkan. Dia mendapat hukuman seperti apa yang Agatha dapatkan.