-18-

3793 Words
34. Landak itu malah maju ketika raja ular menyemburkan bisa beracunnya. Mereka terlibat pertarungan yang sengit. Duri-duri landak mulai meninggi. Dia menyerang ular itu dengan durinya. Tangannya mencabut duri itu lalu melemparkannya menggunakan mulut. Ular tadi tidak bisa menghindar. Duri itu menancap di tubuhnya. Darahnya mengucur dari tubuhnya yang berlubang itu. Meskipun sudah terluka, ular itu belum menyerang. Dia masih mencoba menyerang. Ketika landak itu hendak membunuhnya, aku melarang. “Berhenti. Tidak seharusnya kalian saling membunuh.” Aku menengahi mereka. Ular dan landak terkejut dengan apa yang aku lakukan. “Ada apa, Aleksia?” Jason bertanya dengan keheranan. Aku meminta landak untuk melepaskan raja ular itu. Aku ingin mereka mempunyai hak dan kebebasan hidul yang sama. Tetapi tentu bukan di padang rumput ini. Landak meminta raja dan ratu ular mengumpulkan semua anggotanya. Dia ingin mereka mencari tempat di mana, di sana tidak ada manusia yang bisa diganggu oleh ular dan anak turunnya. “Pergilah. Kali ini aku memaafkan kalian.” Landak itu meminta ular-ular itu pergi setelah mereka semua berkumpul. Aku mengacungkan dua jempol ke arahnya. Landak mengangguk, mengucap terima kasih. Dia bertanya hendak ke mana kami akan pergi. “Kami ingin pergi hutan yang ada di ujung barat. Ada bunga yang ingin kami petik untuk pengobatan.” Aku mengucapkan dengan nada santai. “Ke sana? Untuk ke sana aku tidak bisa menemani kalian. Kekuatanku sangat terbatas. Tetapi aku yakin, tanpa aku kalian pasti akan bisa melewati hutan-hutan mengerikan. Banyak orang menyebut hutan itu adalah hutan ilusi. Berhati-hatilah musuh kalian bukan hewan biasa, ada juga hewan ilusi.” Landak mengingatkan kami. Kami mengangguk. Landak pamit ketika matahari kian tergelincir dari singgah sananya. Aku tidak ingin terjadi apa-apa karena hari sudah malam. Jason juga tidak berani memasuki hutan ilusi ketika malam begini keadaannya. Aku mengajaknya berjalan mencari rumah atau gubuk atau apa pun yang bisa digunakan untuk berteduh. “Sebaiknya kita beristirahat sampai malam benar-benar pergi dari sini. Aku takut. Penglihatanku terbatas apabila tidak mempunyai kekuatan. Toh kita juga tidak membawa alat penerangan.” Kataku sembari menggandeng tangannya menuju bangunan mirip pos polisi yang sudah tidak terpakai. “Mungkin bangunan ini bisa kita gunakan untuk todur malam ini. Meskipun sudah lama tidak terpakai, bangunan ini masih bersih dan nyaman. Kotoran yang tersisa hanya jaring laba-laba yang ada di sudut ruangan.” Aku mengangguk menerima usulan Jason. Aku mencari pohon pisang untuk mengambil beberapa helai daunnya. Setidaknya daun itu bisa melindungiku dari dinginnya lantai. Aku tidak terbiasa tidur tanpa alas. Karena takut tulang-tulangku akan terasa ngilu. Pohon pisang yang tumbuh tidak jauh dari bangunan ini. Dengan dibantu Jason, aku mengambil beberapa daun untuk aku jadikan alas tidur. “Sekalian kita ambil pisangnya untuk makan ya?” Jason menawariku. Tangannya yang panjang daat meraih pisang itu. “Terima kasih. Perutku kebetulan juga sangat lapar. Kita tahu kan sejak tadi kita belum makan sama sekali. Mungkin pisang ini bisa mengganjal perut kita sampai besok pagi. Kalau toh masih lapar, kita cari buah lain untuk makan esok hari.” Aku membantunya membawa daun dan beberapa pisang. Malam itu kami habiskan dengan memakan pisang dan mengobrol sedikit tentang rencana besok. Kini keberanianku sudah mendukungku untuk kembali hidup. Karena kami sama-sama mengantuk, akhirnya kami tertidur setelah kenyang memakan pisang-pisang itu. *** Ini adalah kesempatan emas bagi kami. Karena kekuatan Aleksia seratus persen menghilang. Aku memanggil Aloysius untuk mendiskusikan semua ini. “Bagaimana kalau kita bunuh saja Aleksia? Mumpung kekuatan yang ada di tubuhnya tidak berfungsi dengan baik.” Aku tersenyum jahat ketika memberikan tawaran ini padanya. “Tidak. Aku tidak akan setuju bila itu terjadi. Kita hanya berencana agar dia bisa kembali. Bukan membunuhnya.” Mendengar Aloysius membantahku, amarahku memuncak. Tanganku menggebrak meja sembari membodoh-bodohkan dirinya. Bagaimana mungkin dia berani menolak keinginanku. Padahal selama ini tidak ada satu pun makhluk yang berani menolak permintaanku. “Berani sekali kamu lanjang menolak permintaanku. Maksudmu apa? Kamu mau menantangku bertarung ha?” Aku mendekatkan wajahku ke wajahnya dengan mata mendelik. Dia menunduk karena tidak berani membalas tatapanku. “Apa pun yang terjadi aku akan membantah keinginanmu jika itu berkaitan dengan kematian Aleksia. Dia tidak bersalah, mengapa kamu ingin membunuhnya?” dengan berani dia menjawab pertanyaanku dengan nada yang agak tinggi. Hal itu semakin membuatku kebakaran jenggot. “Dia sudah tidak berguna sama sekali. Sebaiknya kita bunuh. Kamu itu memang bodoh dari lahir atau bagaimana ha?” aku menjambak rambutnya. Tetapi dia berusaha menepis. Ini sudah kelewatan. Aku tanpa berbasa-basi lagi langsung mengajaknya berduel. Aloysius menatapku dengan berani. “b******n. Jadi selama ini kamu juga yang mengkhianati kami.” Aku meludah ke arahnya. “Bukan kami yang berkhianat tetapi kamu sendiri yang senang sekali memaksakan kehendak orang lain untuk memenuhi semua keinginanmu. Kita punya hak untuk bebas dan hidup sendiri tanpa kamu suruh-suruh lagi.” Aloysius masih berbicara yang membuatku semakin tidak kontrol diri. Dengan kekuatan menghilang dan kekuatan berlari cepat, aku mencoba menyerangnya menggunakan pisau. Aku ingin langsung membunuhnya tanpa banyak berbasa-basi lagi. Semua terkejut dengan pertarungan kami yang mendadak ini. Tanganku menjadi sekeras batu. Gumpalan-gumpalan otot keluar seiring dengan api amarahku semakin berkobar. “Rasakan ini.” Aku mengambil celahnya. Dia tidak sempat menghindar dan pisau itu mengenai dadanya bagian atas. Bajunya sobek dan ada bekas sayatan pisau di sana. Amanda, anak kandungnya yang tidak pernah berguna itu datang dan berteriak histeris. Aku tidak memedulikannya. Rantai besi yang dibalut api aku keluarkan dari perutku. Dengan satu lemparan, rantai itu berhasil melilitnya dengan kuat. “Ayah. Tolong lepaskan dia Bos. Tolong lepaskan ayahku.” Amanda menangis sejadi-jadinya. Api itu kian membakar tubuh Aloysius namun tidak berselang lama, dia bisa keluar dari lilitan rantai api itu. Aku sempat kagum namun seketika aku kembali menyerangnya lagi. Kali ini aku menggunakan kekuatan listrik yang membuat tubuhnya tersengat berkali-kali hingga gosong. Aloysius diambang kematian. Amanda yang tidak terima seketika menyembuhkan ayahnya. Usahanya sia-sia, kekuatannya tidak akan mampu membuat ayahnya pulih seperti semula. “Kekuatanmu itu bukanlah kekuatan Aleksia yang bisa digunakan untuk menyembuhkan orang lain. Sadar anak bodoh.” Aku cekikikan menertawainya. Tiba-tiba saja dia berdiri dan menantangku. Matanya melotot dan merah. Aku berlagak takut untuk meremehkan kekuatannya lagi. “Aku tidak akan bisa memaafkanmu, Mark. Berani-beraninya kamu membunuh Ayahku sendiri.” Amanda lari ke arahku. Dia menyerangku menggunakan kekuatannya. Aku sempat heran, dari mana dia menguasai kekuatan yang hampir mirip dengan kekuatan Aleksia. Namun dayanya sangat rendah sehingga bisa aku atasi dengan mudah. “Dasar anak payah, tidak mau diuntung.” Aku memukul wajahnya hingga dia terpental ke belakang. Amanda merintih kesakitan di samping tubuh ayahnya yang gosong. Aku tertawa bahagia melihat semua ini. Tidak ada yang boleh mengalahkanku. Belum menyerah, Amanda masih berdiri dan kembali menyerangku hingga ada satu serangan yang melukai lenganku. Luka itu semakin membuatku kehilangan kontrol diri. Tidak ada perasaan lagi di dalam diriku. “Rasakan ini.” Aku memukulinya bertubi-tubi hingga bibirnya memuntahkan darah. Dia tidak berdaya lagi. Hanya terlentang sembari memegangi perutnya. Wajahnya dipenuhi darah karena seranganku membuatnya memuntahkan darah berkali-kali. Aku menghampirinya. Sebelum membunuhnya, aku ingin membuat dia terkesan dengan kematiannya. Mulutku mengumpulkan air ludah sebanyak mungkin. “Setidaknya aku masih punya kesempatan untuk lari.” Dia menendang kemaluanku dan ludahku memuncrat tidak terarah. Dia menggunakan kekuatannya dan menghilang. Aku sempat hendak mengejarnya. Tetapi kemaluanku yang sakit karena ditendangnya tidak mampu membuatku bisa lari dari tempat ini. Aku meringis kesakitan. Tanganku tidak henti-hentinya memeganginya. Karena kesal, aku tumpahkan semuanya pada tubuh Aloysius. Aku membakar tubuhnya hingga menjadi abu. Tidak ada sedikit pun bagian tubuh yang tersisa. “Tunggu saja pembalasanku, bocah tengik!” Aku berteriak histeris. Semua orang yang ada di markas hanya menunduk dan bekerja seperti biasanya. Mereka tidak berani menatapku lagi. *** Jason pergi bersama perempuan itu. Tentu saja ini merupakan hal yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Dia memilih hidup bersama perempuan itu ketimbang bergabung dengan LIGHTBORN adalah satu kemalangan. Aku sudah berupaya membujuknya kembali. Tetapi dia tidak mau. Bahkan ketika aku berdiskusi dengan Komandan Hadi, dia malah memintaku untuk membunuhnya saja. Itu bukan tujuanku. Yang sebenarnya aku ingin membunuh Komandan Hadi dan menguasai negeri ini. “Bagaimana? Apa kamu tidak bisa mengatasi anak buahmu itu ha?” Komandan Hadi membentakku saat ini. Di pagi-pagi yang sejuk dan enak digunakan untuk menikmati kopi, malah dihidangkan hal yang demikian. “Kalau aku Anda minta untuk membunuh Jason, aku tidak akan mau.” Aku menggelengkan kepala tidak terima. Dia pun mengatakan kalau ingin memutus kontrak dengan kami. Itu tidak menjadi masalah. Aku menghubungi anggotaku yang lain agar berkemas. Tidak seharunya kami ada di sini sebagai b***k oleh aparat negara. “Silakan saja kalian pergi. Tunggu p*********n dari kami.” Komandan Hadi membanting pintu. Aku sudah tidak bisa menahannya. Segera aku mengumpulkan pasukkan untuk menyerangnya. Berani sekali dia mengatakan hal itu dan bersikap tidak sopan denganku. Tetapi sikap berubah lagi ketika aku memberikan ultimatum padanya. Mereka meminta kami untuk duduk bersama dan bermusyawarah. “Maafkan aku atas perlakuan tidak mengenakkan tadi pagi. Aku tidak bermaksud untuk berani dengan kalian. Mari kita minum bersama.” Aku memalukminya. “Aku mengerti. Terkadang keadaan membuat kita lupa diri. Aku pastikan kalau Jason tidak akan berkhianat dengan kita. Kita tidak akan diserang oleh Jason. Tidak ada kecurigaan terhadap mereka sedikit pun. Aku kira mereka benar-benar ingin duduk bersama dan berdamai. “Akhhh!” Tiba-tiba anak buahku memegangi lehernya dan tubuhnya mengejang-ejang. Dari sekian banyak anak buahku, baru dia yang mendahului makan. Setelah aku cek, ternyata kopi yang ada di depan kami sudah dicampuri dengan racun. Aku berdiri dan mengajak Komandan Hadi bertarung. Kami pun saling menyerang di antara kedua belah pihak. “Aku kira kamu benar-benar tulus mengajak kami berdamai. Ternyata, kamu memberi racun minuman kami. Dasar k*****t. Memangnya aku takut denganmu ha?” aku memukul wajahnya seketika. Komandan Hadi mundur beberapa langkah. Kalau aku menyerang mereka dengan menggunakan kekuatan manusia biasa, aku dan yang lain tidak akan menang. Aku memilih menghilang dan membunuh mereka satu per satu. Mereka tidak bisa menghindar karena serangan kami tidak terlihat sedikit pun oleh mereka. “Ampun ... Ampun ...” mereka meminta ampun tetapi aku tidak mengampuninya. Mereka sudah kelewatan. Komandan mereka dengan berani menabuh genderang perang. Padahal sebelumnya, banyak dari mereka yang terbunuh karena serangan paranormal. Tetapi kali ini, dengan terang-terangan mereka menyerang kami. “Mampus kalian. Sudah lama kami menahan karena kalian injak-injak. Kini giliran kami yang menginjak-injak kalian.” Aku langsung menembakkan duri-duri yang aku buat dari kekuatanku ke tubuh mereka. Seratus orang perajurit mereka mati di tengah lapang karena duri-duri itu. Bukannya makin sedikit, mereka malah semakin banyak. Aku semakin senang. Peluru-peluru mereka tidak bisa menembus kami. Karena senjata dan peralatan yang dulu mendapat mantra dari kepala desa sudah kami sita. “Kami menyerah, kami menyerah.” Komandan Hadi mengangkat tangan tetapi aku tidak ingin ditipu lagi olehnya. Aku memenggal kepalanya dan memotong tubuhnya menjadi beberapa bagian. Mereka semua mati. Kini markas aparat seluruhnya kami kuasai. Anak buahku aku minta untuk menguburkan atau membuang semua mayat-mayat para aparat yang dengan bodohnya berani menantang kami para paranormal yang bisa menyerang mereka dengan cara bersembunyi. “Mungkin menyenangkan apabila kita berhasil menguasai dunia. Satu-satunya cara agar kita bisa menguasai dunia adalah membunuh Jason.” Entah mengapa aku mempunyai kepikiran untuk membunuh Jason. Hal ini aku sampaikan pada panglima perangku. “Keinginanmu sudah aku pikirkan selama ini. Hanya saja aku tidak berani mengungkapkannya. Tentu saja dengan berhasil membunuh Jason kita akan berhasil menguasai dunia. Karena selama ini hanya dia yang bisa menghalangi tujuan kita. Bahkan sejak di desa itu.” Panglima perang memegang pundakku. Aku semakin mantap mengubah tujuanku. Kini tujuan untuk hidup berdamai dengan manusia biasa pupus diganti dengan tujuan untuk menguasai dunia ini. Aku ingin menguasai dunia agar bisa menikmati kenikmatan dunia tanpa ada yang melarang. Dengan berani, aku dan yang lain mulai menyusun rencana untuk membunuh Jason. Tidak mudah, butuh rencana berlapis-lapis untuk mengalahkannya. Dia anak bengal, kekuatannya jauh lebih kuat dari yang kami miliki. “Bagaimana kalau kita pancing dengan perasaan? Kalau dengan perang kita tidak akan mampu mengalahkannya.” Aku memberi usulan buat mereka. “Ide yang bagus. Kita berpura-pura baik di depan dia lalu memberi racun pada minumannya seperti yang hendak dilakukan oleh para aparat ini. Tetapi kali ini kita harus memastikan kalau Jason dan perempuan itu meminum secara bersamaan.” Panglima perangku menambahi. Rencana itu kami setujui sebagai rencana utama. Untuk rencana yang lain aku meminta semua anak buah berjaga untuk menyerangnya apabila keadaan memang sangat terdesak. Misalnya mereka gagal terbunuh oleh racun ini. “Aku akan mencari racun yang paling mematikan sekaligus. Ketika orang atau paranormal sekalipun meminum ini, hanya hitungan detik saja, dia akan mati.” Panglima perang izin keluar. “Hati-hati jangan sampai rencanamu diendus oleh orang lain.” Aku mengingatkannya. Dia hanya mengangguk begitu saja. Aku meminta semuanya untuk bersiap. Tidak lupa aku juga melatihnya dan terus mencari kabar keberadaan Jason. Ini akan menjadi pertarungan yang mengerikan. Hidup dan mati. Tidak mungkin dia akan memaafkan kami jika kami ketahuan berencana membunuhnya. Dia adalah paranormal paling kejam jika ada yang menyimpang atau berupaya membunuhnya. Makanya ini akan menjadi hal yang paling menakutkan.   34. Pagi telah datang. Kami terbangun karena siluet mentari menggelitiki tubuh kami. Jason menguap dan mengajakku untuk melanjutkan perjalanan. “Kita cari sungai dulu untuk mencuci muka. Mataku masih lengket ini.” Aku meminta Jason menuntunku mencari sungai untuk cuci muka. Jason mengangguk. Kami berjalan menelusuri perkebunan. Setengah dari perjalanan kami, kami mendengar ada gemercik air. Aku tanpa menunggu lama lagi langsung menarik Jason menuju sumber suara itu. Sungai itu sangat jernih. Aku sudah tidak sabar ingin menyentuh airnya. Bahkan saking jernihnya, dasar dari sungai ini tampak begitu indah. Ada bebatuan air yang berwarna-warni. Ketika aku hendak mencelupkan tanganku, Jason menarikku. Aku menatapnya dengan kesal. “Ingat perihal hutan ilusi. Saat ini kita sudah berada di gerbang ilusi.” Jason menggelengkan kepala. “Aku yakin ini sungai asli. Coba lihat. Aku akan melemparkan batu ini.” Aku mengambil batu kecil yang ada di depanku dan melemparnya ke sungai itu. Batu itu terjun seperti terjun di sungai biasa. Jason mengangguk percaya. Karena sungai ini tidak terlalu dalam, aku mengajaknya untuk turun dan membasuh tubuh dengan air ini. Kami menceburkan diri dan saling menyerang dengan air. Keseruan pagi yang sejuk dicampur air yang menenangkan, membuat setidaknya kegelisahanku menghilang. “Kamu curang. Masak iya aku tidak diberi kesempatan untuk menyerang balik.” Aku menggerutu pura-pura ngambek dan berhenti bermain air. “Cielah kalau kalah ngambek. Dasar perempuan.” Jason mendekat dan mencubit pipiku. Aku pura-pura tidak mau disentuh. Ketika dia hendak mendekatkan wajahnya ke tubuhku, aku memutar badanku dan menyerangnya dengan air. Dia teriak gelagapan dan mengatakan kalau akulah yang curang. “Ini bukan curang. Ini namanya strategi bertarung yang baik.” Aku tertawa dan sesekali menjulurkan lidahku mengejeknya. “Kalau curang kita ganti permainan. Bagaimana kalau kita berlomba menangkap ikan?” Jason menawariku permainan. “Oke siapa takut. Tetapi ingat, kamu tidak boleh menggunakan kekuatan supranaturalmu ya?” Aku menunjuknya dengan tatapan tajam. Dia mengangguk. Kami pun mulai berhitung untuk memulai permainan mencari ikan sebanyak-banyaknya. Ikan-ikan yang berenang dengan tenang di sampingku, mulai kepanikan ketika kami berusaha menangkap merek. “Ikan itu berenang sangat cepat. Ah tidak asyik.” Aku menggerutu sembari terus mengejar ikan-ikan itu yang berenang bersembunyi di balik bebatuan. Aku mencari lagi karena ikan itu sulit dijangkau. Banyak ikan dengan berbagai jenisnya. Bahkan tubuhnya pun ada yang berwarna-warni. Kami saling mengejar dan menangkap ikan itu. Gila, ikan di sungai ini sulit ditangkap. Kami tidak kehabiskan akal. Kami mengambil batang kayu dan meruncinginya dengan pisau. “Mungkin kalau dengan batang kayu yang runcing ini kita bisa menangkap ikan-ikan itu lebih banyak lagi.” Jason memberikan satu untukku. “Oke siapa takut. Cuss!” Aku langsung menjeburkan diri ke sungai itu dan berenang mencari ikan-ikan itu lagi. Hore! Aku dapat tiga ikan sekaligus ketika menancapkan batang kayu yang runcing ini ke tubuh ikan tersebut. Jason baru mendapatkan dua. Dia berupaya menjatuhkan satu ikanku agar kita seimbang. Aku berupaya menghindari tangannya yang mulai jahil itu. Ikan-ikanku menggeliat-geliat hingga akhirnya jatuh juga karena aku tidak seimbang ketika berdiri di air. “Jason curang lagi ih.” Aku menggerutu kesal ketika aku mengangkat batang kayu itu hanya berisi dua ikan. Dan jumlahnya jadi sama dengan miliknya. “Kan kamu duluan yang curang. Jadi impas dong sekarang.” Jason tertawa cekikikan melihat ekspresi wajahku yang agak sebal. Jason memberi tantangan lagi. Katanya tadi dia melihat ada ikan mas besar yang tempatnya ada di belakangnya. “Siapa yang berhasil menusuk ikan mas besar itu, dia menang. Dan yang kalah memasak ikan itu untuk pemenang. Bagaimana?” Jason tersenyum ketika menawari permainan barunya lagi. Aku mengangguk. Siapa yang takut dengan tantangan itu. Toh sejak tadi permainan dimulai, aku yang paling unggul ketimbang dia. Sudah tiga ikan berhasil aku tombak dengan batang kayu yang runcing ini. Kami berjalan bersamaan hingga berada tepat di depan ikan mas yang besar itu. Aku sempat menelan ludah, ikan itu lumayan besar. Dengan agak geli, aku mencoba menombaknya usai aba-aba dari Jason menandakan dimulai. Walaupun besar, ikan itu sangat gesit. Aku tidak bisa menancapkannya dengan baik. Bahkan aku sempat terpeleset, untung saja ada batu di sampingku, sehingga aku tidak terjatuh dan terbawa arus. “Ikannya lincah banget. Gila. Kenapa bisa begitu ya? Padahal ukurannya sama sekali tidak normal.” Aku menggelengkan kepala. “Benar. Sepertinya perlu trik khusus untuk menangkap ikan yang satu ini.” Jason kembali ke tempat tadi karena kami mengejar ikan itu sudah terlalu jauh. Takutnya kami berada di ujung sungai dan jatuh dari air terjun. Ikan itu juga ikut kembali ke tempat semula kami menemukan tadi. Melihat itu, aku yang memang mempunyai keahlian membaca gerak-gerik lawan mempunyai trik khusus. Kali ini aku akan membiarkan Jason mengejar ikan itu terlebih dulu. Nah ketika ikan itu tidak terkejar, Jason akan kembali dan otomatis ikan itu juga ikut kembali karena merasa tidak ada lagi yang mengejarnya. “Aku yang lebih dulu mengejarnya.” Jason tertawa ketika dia berhasil mengelabuhiku. Padahal aku memang sengaja untuk tidak ikutan mengejar ikan itu dan memilih menunggunya terlebih dulu. Untuk mengelabuhinya, aku berpura-pura ikut mengejar tetapi ketinggalan. Beberapa saat kemudian, dia kembali dengan tangan kosong. Ini kesempatanku, aku belari dan langsung menombak ikan itu dengan batang kayu milikku. Batang kayu itu berhasil mengenai tubuhnya. Tetapi keanehan tiba-tiba terjadi. Di seberang sungai itu, tiba-tiba berubah menjadi hutan yang dipenuhi pohon berwarna-warni. “Waw. Hutan ilusi.” Aku hanya bergumam ketika melihat keindahan dari hutan itu. Ternyata tanpa kami sadari, hutan itu bisa kami buka gerbangnya melalui ikan ini. “Aku tidak menyangka. Cara membuka hutan ini berubah lagi. Bapak waktu itu bilang, kalau gerbang hutan ini bisa dilalui dengan cara yang berbeda-beda.” Jason mendekatiku. Dia juga bergumam keheranan. Aku mengajak Jason untuk mendatangi hutan ilusi tersebut. Jason tanpa ragu mengangguk setuju. Kami berjalan bersama memasuki hutan itu. Hutan itu tampak begitu indah. Aku memegang daun-daunnya yang berwarna-warni. Sungguh aku terasa seperti berada di negeri dongeng. Namun ketika aku mengamati hutan ini, aku melihat hutan ini memiliki luas dan panjang yang tidak terkira. “Kita harus hati-hati. Ingat pesan dari Landak soal hewan ilusi dan serangan-serangan ilusi yang sama sekali sulit kita tebak.” Aku mengingatkan Jason akan sebuah ilusi. “Tentu saja. Tetapi untungnya kita sudah dibekali dengan hal-hal yang berkaitan dengan ilusi tersebut. Kekuatan paranormal juga merupakan kekuatan ilusi. Makanya samar-samar kita bisa memahami mana yang ilusi dan mana yang nyata.” Jason mengangguk. Dia meraih tanganku. Kami berjalan lebih dalam lagi untuk mencapai tujuan kami yakni daun tiga warna yang ada di gua dari hutan ini. Aku sudah tidak sabar lagi untuk memulihkan kekuatanku dan menghidupkan kembali Agatha. Ada kera besar berwarna putih dengan giginya yang bertaring sedang menunggu kami di tengah jalan. Deg! Aku langsung menarik tangan Jason agar mundur. Kera itu besar sekali dengan mata merahnya yang menakutkan. Aku sempat sok ketika melihat kera itu memang seperti sengaja menunggu kami. “Pergilah. Aku ingin berjalan. Badanmu menghalangi kami.” Jason dengan berani menyuruh kera itu menyingkir dari depan kami karena memang badannya yang besar menutupi jalan setapak hutan ini. Kera itu malah mencoba menyerang kami. Dia keluarkan kuku-kuku tajamnya dan mengayunkan tangan itu ke tubuh kami. Aku melompat ke belakang. Sedangkan Jason maju melawan kera itu dengan kekuatan supranaturalnya. “b******k. Berani-beraninya kamu menghalangi kami.” Jason mengeluarkan tombak-tombak besar. Ketika tombak itu terlempar ke tubuh kera itu, seketika kera itu menghilang. Kami terkejut dan saling bertatapan. Ini mengerikan sekali. Ketika kami hendak memutar badan, kera itu berhasil menyerang kami dari belakang. Aku terpental dan Jason terpental jatuh. Dia berdiri dan kembali mengejar kera itu. Aku masih berupaya bangun dari jatuhku. Kepalaku nyaris terbentur batu tadi kalau aku tidak berusaha menahannya. “Kera itu mempunyai kekuatan ilusi. Aku akan berusaha mengalahkannya. Kadang dia berubah menjadi dua kera.” Jason mengeluhkan kekuatan yang kera itu miliki. “Hati-hati. Berpikirlah sebelum memilih langkah. Karena salah sedikit akan membuatmu terluka.” Hanya itu yang bisa aku lakukan saat ini. Jason mengangguk. Kera itu melompat ke atas pohon. Dia mencoba merusak perhatian Jason. Usahanya sia-sia ketika kera itu hendak menyerangnya dari belakang. Aku membantu Jason mengingatkannya. Tetapi bukannya menyerang Jason, kera itu memutar tubuhnya dan malah menyerangku. Aku gelagapan dan hendak berlari. Tetapi aku terlambat, tangannya yang dipenuhi kuku-kuku tajam menyambar mukaku. Aku mental jauh dan tubuhku terluka karena cakaran kera sialan itu. “Aleksia.” Jason mencoba menolongku. Dia mempercepat larinya dan hendak meraih tanganku. Tangan kera itu lebih cekatan memukulnya. Jason terpelanting ke belakang. Aku menggelengkan kepala. Berkali-kali aku memanggil namanya. “Aku baik-baik saja, Aleksia. Tenanglah. Aku akan membantumu.” Jason bergerak lagi. Dia mencoba menggunakan kekuatan menghilangnya. Jason lari dan menuju ke arahku dengan kekuatan menghilang. Kera itu memang dibekali kekuatan super. Dia bisa mengetahui di mana Jason berada. Padahal kekuatan menghilangnya sudah Jason gunakan. Tangannya memukul Jason keras sekali. Hingga tubuhnya terpental dan kepalanya terbentuk batu. Darah keluar dari kepalanya. “Jason!” Aku berteriak dengan amarah yang menggebu-gebu. Mataku memerah seperti mata si kera. Entah mengapa aku merasa tubuhku seperti ditekan oleh kekuatan yang besar. Tubuhku mengluarkan kekuatan yang sempat hilang dari tubuhku. Kini tubuhku diselimuti oleh unsur-unsur kehidupan. Ada tanah, air, api, udara, petir dan awan yang ada di atas kepalaku. Kera itu terkejut dan seketika langsung menyerangku tanpa mau melihat diriku yang saat ini. “Bunuhlah aku kalau bisa dasar kera b******k!” Aku menyambarnya dengan petir. Kera itu hendak menghindariku dengan menghilang. Tetapi tanganku langsung meraih tubuhnya. Tubuhku yang menjadi besar dengan mudah menjejali mulutnya dengan api dan listrik. Seketika kera itu kejang-kejang. Sembari menunggu kera itu mati, aku menghampiri Jason dengan kepanikan yang tiada tara. Aku letakkan tanganku di kepalanya. Dengan memejamkan mata seperti yang biasa aku lakukan, Jason akhirnya berhasil siuman. “Kekuatanmu sudah kembali, Aleksia?” Jason memegangi wajahku yang dipenuhi dengan beberapa unsur alam. “Aku tidak tahu, tiba-tiba saja tubuhku seperti didorong oleh kekuatan dan seketika semua yang ada pada diriku muncul lagi, Jason.” Aku menghilangkan semua itu sebentar untuk sekadar merasakan pelukkan dari Jason.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD