Arion berdiri di depan pintu kamar kost, menghadap Nara yang juga sedang berdiri seraya memegangi daun pintu kamar.
"Jangan diingat lagi. Kamu berhak bahagia, walaupun kebahagiaan itu tidak kamu dapat dari orang yang kamu cintai. Tapi ... Aku yakin, akan ada seseorang yang bisa jaga kamu dan bahagiain kamu dengan tulus karena apa adanya, bukan karena ada apanya," tutur Arion.
Nara menganggukkan kepala seraya menghapus sisa air mata di atas wajahnya.
"Iya, Pak. Perasaan aku memang gak salah. Tetapi, aku salah karena telah mencintai orang yang tidak tepat," sahut Nara seraya menyandarkan kepalanya pada daun pintu.
"Suatu saat nanti, akan datang pria yang tepat sebagai calon pendamping kamu. Kamu wanita baik-baik, dan sudah sepantasnya kamu bersanding dan mendapatkan pria yang baik juga," tutur Arion.
"Bapak juga, jangan terlaru larut dalam kesedihan masa lalu. Coba bangkit! Keluar dari jurang yang udah bapak ciptakan dalam hati bapak. Bapak bahkan sangat layak mendapatkan juga menerima sebuah kebahagiaan. Wanita mana yang gak mau sama bapak? JIka trauma bapak karena wanita, mulai buka hati untuk wanita lain pak. Perjalanan hidup bapak masih panjang. Kalau bapak bukan atasan aku, aku juga naksir bapak," ujar Nara seraya menggoda Arion pada akhir perkataannya.
Pria itu kembali tersenyum, dan mengulurkan tangannya untuk mengacak puncak kepala Nara dengan gemas.
"Panggil nama aja. Kamu manggil bapak, berasa aku tua banget, Al." Protes Arion berusaha mengalihkan pembicaraan yang berhasil membuat Arion mulai berpikir keras.
"Kalau aku manggil nama, aku takut dipecat sama bapak," sahut Nara tak kalah menggoda Arion.
"Yang pecat kamu bukan saya, tapi Putri. Pemilik restaurant tempat kamu bekerja," sergah Arion dengan nada ketus.
"Iya, Onion!" Sahut Nara.
Arion seketika mendelik dan melipat kedua tangannya di depan dadanya.
"Nama aku Arion, bukan Onion!" protesnya.
Nara tersenyum bersamaan dengan Arion yang juga tersenyum seraya menurunkan tangannya dan memasukkan ke dalam saku celananya.
"Aku kembali ke hotel sekarang, iya? Ada pertemuan nanti siang di restaurant dengan pimpinan Sekta Grup. Aku harus bersiap," ujar Arion berpamitan.
Nara tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Hati-hati, teman," sahut Nara.
Pria dingin itu kembali tersenyum untuk kesekian kalinya. Arion pun mulai melangkahkan kakinya menjauh dan menuruni tangga kecil.
Nara pun segera menghela napas cukup dalam dan kembali menutup pintu kamarnya.
"Ya ... Arion benar. Aku sangat berhak bahagia. Victor memang yang pertama, tapi dia bukan yang terbaik," monolog Nara.
***
Panas matahari semakin terik. Jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Setelah Arion pamit kembali ke hotel, Nara bergegas ke kamar mandi, untuk membersihkan diri dan bersiap untuk pergi bekerja.
Hari ini, Nara mendapat shift siang karena salah satu temannya izin dengan alasan urusan keluarga. Setelah selesai berpakaian, wanita itu duduk pada kursi meja rias dan mulai mengambil sebuah pelembab untuk dioleskan pada wajahnya.
Nara terdiam sesaat, dan menatap wajahnya dengan pada cermin, menyentuh kedua matanya yang membengkak, lalu menghela napas dalam-dalam.
Pikirannya melayang pada percakapan singkatnya dengan Arion, dan tiba-tiba setetes air matanya kembali terjatuh di atas wajahnya, dan tersenyum nanar.
"Gue merasa sangat kasihan sama lo, Alnara!" gumam Nara pada bayangan dirinya di cermin.
Pandangannya terjatuh pada foto dirinya bersama Victor, yang masih menempel pada cermin di hadapannya, lalu ia tarik dengan lembaran tersebut dengan kasar. Untuk sesaat, kenangan masa-masa bahagia saat bersama Victor kembali terputar dalam ingatannya. Dan perasaan yang teramat sakit itu, mulai menggelayuti Nara lagi.
Tangan bergetar itu, kini meremas foto dalam genggamannya. Air matanya kembali berjatuhan diatas wajah Nara. Suara isak tangis tertahan, terdengar menggema dalam kamar Nara, menyayat hati siapa saja yang ikut mendengarnya.
"Ayah ... Ibu ... Al gak sanggup menghadapi semua ini sendirian," ujar Nara disela isak tangisnya.
***
Siang ini, restaurant cukup dipadati pengunjung. Beberapa ruang VIP pun terisi oleh para dewan direksi Darres Hotel yang sedang baru selesai melaksanakan meeting. Seluruh pelayan benar-benar disibukkan oleh jamuan penting dan juga para pelanggan yang datang.
Nara yang baru saja tiba, segera menaruh tas bawaannya kedalam loker, mengikatkan apron waiter pada pinggangnya, dan bergegas keluar dari dalam ruang loker tersebut. Wanita itu segera berjalan memasuki dapur, dan mengambil sebuah trolley yang di atasnya sudah tersimpan sebuah nampan silver.
Reysa melirik sesaat pada Nara yang juag menatap kearahnya dengan tatapan menyelidik.
"Lo gak di apa-apain kan semalam?" tanya Reysa dengan suara setengah berbisik.
Nara seketika mendelik, dan menatap temannya itu dengan tatapan tajam.
"Ya enggak lah! Pikiran lo kejauhan, Kak Rey!" sahut Nara.
Reysa mengambil sebuah piring, dan menata hidangannya diatas piring agar siap untuk disajikan.
"Terus, kenapa mata lo bengkak kaya disengat lebah?" tanya Reysa dengan mata yang masih fokus pada hidangan yang sedang ia tata.
Nara menggelengkan kepalanya seraya tersenyum kecut. Reysa menaruh hidangan tersebut di atas nampan silver dan siap di bawa Nara pada pelanggan.
"Antar ke ruang VVIP nomor satu. Beberapa pesanan tambahan. Tinggal dessert, diantar setelah hidangan utama habis."
Mendengar instruksi Reysa, Nara menganggukkan kepalanya dan mulai mendorong trolley tersebut keluar dari dapur.
Sedangkan di lain tempat, Arion dan Nyonya Bella sedang ikut dalam sebuah perjamuan di Ruang VVIP restaurant Darres Hotel. Duduk dalam satu meja bersama seorang pria dan wanita paruh baya, serta wanita cantik dengan rambut panjang berwarna coklat gelap, tergerai menutupi setengah punggungnya.
"Bagaimana makanan direstaurant kami? Apa sesuai dengan selera anda, Tuan dan Nyonya Adimasta?" tanya Nyonya Bella.
Arion hanya melirik sesaat, dan kembali fokus pada hidangan di atas piring lalu menyantapnya.
Tuan dan Nyonya Adimasta tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Ya, kami sangat menikmatinya, Nyonya Bella." Sahut Tuan Adimasta.
"Kapan kita akan menikahkan cucu Nyonya Bella dengan putri kami, Dara?" tanya istri tuan Adimasta, Naomi, secara tiba-tiba.
Dara yang duduk disamping Naomi terlihat sangat tenang dan tetap menyantap makanannya.Sedangkan Arion, terlihat nampak terkejut hingga tersedak makanan yang sedang di telannya. Pria tampan itu mengambil gelas air mineralnya dan meminumnya hingga habis, lalu menatap Nyonya Bella seraya mengerutkan dahinya.
"Nenek, apa maksudnya?" tanya Arion, tak mengerti.
Nyonya Bella menaruh garpu dan pisau kecil ditangannya, lalu mengelap kedua sudut bibirnya dengan tissue yang disediakan di atas meja.
"Nenek berencana menjodohkan kamu dengan putri Tuan dan Nyonya Adimasta, Dara." Sahut Nyonya Bella.
"Arion gak bisa nerima perjodohan ini!" Jawab Arion dengan tegas. Pria itu menatap Dara yang terlihat tampak tenang dan menikmati makanannya, sedangkan kedua orang tua Dara mengerutkan dahi dan berharap Nyonya Bella bisa membujuk cucunya.
"Kenapa? Apa alasan kamu, Arion?" tanya Nyonya Bella.
Belum sempat Arion menjawab pertanyaan Nyonya Bella, terdengar suara ketukan yang begitu nyaring dari arah pintu ruangan tersebut, membuat seluruh pandangan tertuju pada arah asal suara.
Pintu terbuka, dan sebuah trolley dengan makanan yang tertutup tudung saji diatasnya, sedang di dorong oleh seorang wanita bertubuh kecil dengan seragam restaurant yang terlihat pas ditubuhnya.
Arion sedikit menyeringai saat melihat Nara lah wanita pengantar hidangan mereka, lalu menatap Nyonya Bella yang kini sedang menatap Nara dengan dahi berkerut. Arion berdiri dari atas tempat duduknya lalu berjalan menghampiri Nara dan berdiri di samping wanita yang kini melihat Arion dengan tatapan kebingungan.
"Arion menolak perjodohan yang nenek lakukan, karena Alnara. Arion hanya akan menikah dengan wanita pilihan Arion. Wanita yang bisa membuat Arion perlahan melupakan kejadian lima tahun lalu," ujar Arion dengan suara yang sangat yakin.
Pria itu merangkul bahu Nara yang saat ini sedang membelalakkan matanya dengan mulut yang menganga. Sedangkan Nyonya Bella, mengalihkan pandangannya pada Tuan dan Nyonya Adimasta, dan juga Dara yang kini menatap Arion dengan tatapan kesal, karena untuk pertama kalinya wanita itu ditolak oleh seorang pria tampan seperti Arion.
Nyonya Bella menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan perlahan.
"Bulan depan, kalian akan menikah. Nenek akan urus semua surat pernikahan kalian berdua. Dan untuk Tuan dan Nyonya Adimasta, juga Dara, saya mewakili Arion meminta maaf yang sebesar-besarnya atas pembatalan perjodohan cucuku dengan putri dari anda. Sepertinya, cucuku sudah mempunyai pasangan pilihannya sendiri," ujar Nyonya Bella dengan nada penuh penyesalan. Namun sangat teramati, jika seulas senyum sangat tipis begitu saja terulas di salah satu sudut bibir wanita tua itu.
"Lalu ... Bagaimana dengan investasi Darres Grup pada perusahaan Sekta Grup?" tanya Tuan Adimasta dan membuat Dara yang terlihat kesal semakin merengut, dan merasa harga dirinya jatuh begitu saja.
"Saya tetap akan melakukan investasi pada perusahaan Sekta Grup. Kirim berkas-berkas yang akan diperlukan. Brian yang akan mengurus semuanya." Sahut Nyonya Bella.
Sedangkan Nara dan Arion kini termangu di tempatnya mendengar perkataan Nyonya Bella. Nara menengadahkan kepalanya menatap Arion yang juga sedang menatap pada Nara dengan mata membulat. Seakan saling membei isyarat dan saling bertanya melalui tatapan mata mereka.
'Menikah? Dengan Arion?' tanya Nara membatin.
'Menikah untuk kedua kalinya, dan wanita itu Alnara? bulan depan?' tanya Arion membatin.
***