Menginap ~~

1127 Words
Sebuah mobil mewah berwarna hitam, tengah melaju di jalanan kota yang sangat sepi. Di dalamnya, seorang wanita tua dengan rambut putih kecoklatan yang masih cukup tebal, digelungkan sedang duduk bersandar di kursi belakang mobil, menatap jalanan. "Kita langsung kembali ke rumah!" titah Nyonya Bella. "Baik, Nyonya besar," jawab supir pribadinya. "Hah ... Lelah sekali hari ini," keluh Nyonya Bella seraya memejamkan matanya. Nyonya Bella baru saja tiba di Indonesia pada pukul 00:30, setelah melakukan penerbangan dari China ke Indonesia selama kurang lebih enam jam tiga puluh menit, menggunakan pesawat pribadinya. Beliau sudah mengunjungi salah satu anaknya, yang dipercaya memegang hotel Darres di kota Shanghai, China. Brak. Suara yang cukup keras dari depan jalanan, membuat Nyonya Bella kembali membuka matanya, dan melihat apa yang terjadi. Sedangkan Bagas, seketika itu juga menghentikan laju mobilnya tepat di lampu merah perempatan jalan, yang jaraknya tak jauh dengan tempat kejadian. Wanita tua itu mengerutkan dahinya yang sudah keriput seraya mencondongkan tubuhnya ke depan. "Apa yang terjadi, Bagas?" tanyanya penasaran. "Sepertinya, kecelakaan beruntun, Nyonya besar," sahut Bagas ynag masih memperhatikan keadaan di depannya. Nyonya Bella, tiba-tiba teringat Arion saat melihat kecelakaan tersebut, dan berharap cucu kesayangannya itu tak melihat kejadian mengerikan yang sedang terjadi, karena akan samgat memicu traumanya kembali. Namun, saat Nyonya Bella hendak melihat orang-orang yang satu persatu berdatangan ke lokasi kejadian, pandangannya tiba-tiba terfokus pada satu sisi, dimana sosok yang terlihat seperti cucunya itu tiba-tiba jatuh terduduk dan seperti ketakutan melihat kejadian yang baru saja terjadi. "Arion?" gumamnya sangat pelan. Bagas yang mendengar gumaman tersebut, segera menoleh dan mencari  orang yang dimaksud Nyonya besarnya. Pria itu melepas sabuk pengamannya, hendak menghampiri Arion dan menolong cucu atasannya tersebut, tetapi dihentikan oleh tangan Nyonya Bella. Bagas kembali melihat pada Arion yang kini sedang memeluk seorang wanita bersweater hoodie kebesaran, berwarna dusty pink, dan terlihat mulai menenang. Satu ulasan senyum tipis, terulas begitu saja dari sudut bibir wanita tua itu. "Bagas, bisa kau cari tahu siapa gadis yang menolong cucuku itu? Aku bahkan kesulitan jika trauma Arion mulai kembali, tapi gadis itu dengan mudahnya menangani trauma cucuku," ujar Nyonya Bella. Pria berpakaian setelan jas lengkap, yang duduk di balik kemudi menganggukkan kepalanya. "Baik Nyonya besar, saya akan mencari tahu." Jawabnya dengan tegas. ***  Suara sirene dari beberapa ambulan yang silih bersahutan. Mobil-mobil polisi pun berdatangan dan mulai menutup jalan, tepat dimana kecelakaan terjadi. Sedangkan Arion, masih diam di posisinya, memeluk Nara dengan sangat erat. Tubuhnya semakin bergetar kala suara sirene ambulan baru, berdatangan. Napasnya semakin memburu, membuat Nara mengeratkan dekapannya. Reysa yang ikut menyusul, ikut berjongkok di samping mereka berdua, dan menatap Nara dengan tatapan bingung. "Pak Arion?" tanya Reysa tanpa suara. Nara menganggukkan kepalanya seraya mengusap lembut belakang kepala Arion dengan jari-jari kecilnya. "Cleo," gumamnya tak jelas. Nara kembali saling bertatapan dengan Reysa, dengan beberapa pertanyaan yang tak dapat tersampaikan. "Pak! Saya Alnara. Bapak bisa dengar saya?" tanya Nara. Arion hanya menganggukkan kepalanya dengan wajah yang semakin ia tenggelamkan pada lekuk leher Nara. Napas pria itu terdengar tersengal-sengal, dengan wajah yang mulai pucat. Keringat di wajahnya pun semakin bertambah banyak dan terhapus oleh hoodie yang dikenakan Nara. "Bawa saya, Alnara." Bisik pria itu dengan suara bergetar. Nara menoleh pada Reysa dan menatap jalan menuju hotel sudah ditutup dan dijaga ketat oleh beberapa polisi, sebagai pengamanan dan jalur evakuasi korban. Reysa menggelengkan kepalanya, menandakan tak ada jalan lain menuju hotel. "Pak, semua ruas jalan udah ditutup dan dijaga polisi. Bapak ada kenalan yang tinggal disekitaran sini?" tanya Nara. Dan tanpa Nara duga, Arion menggelengkan kepalanya. Gadis itu kembali menatap Reysa, dan mendengar satu helaan napas keluar dari mulut temannya itu. "Duh, terus bapak mau kemana sekarang?" tanya Nara lagi. Arion kembali menggelengkan kepalanya. "Bapak mau ikut saya? Rumah sewaan saya kecil, saya ...," belum sempat Nara melanjutkan perkataannya, Arion tiba-tiba melepas pelukannya dan menatap Nara dengan mata yang sudah sangat memerah. Suara beberapa ambulan tambahan yang baru saja tiba, semakin memekakkan pendengaran Arion, membuat pria itu semakin gelisah dan nampak tak tenang. Arion berdiri, dan tanpa sadar menarik tangan Nara agar berdiri, lalu menatap gadis yang terlihat kebingungan itu. "Saya akan bayar biaya sewa kamarnya! Bawa saya kesana, sekarang," ujarnya dengan suara bergetar dan nada tinggi, serta mata memerah. Nara yang terkejut, hanya menganggukkan kepalanya dan menatap punggung Arion yang sudah lebih dulu berjalan, meninggalkan Nara dan Reysa yang terdiam kebingungan. "Dasar, red onion!" umpat Nara. Reysa mengusap punggung nara dengan lembut, dan sedikit mendorong gadis itu untuk segera menyusul Arion. "Keadaan Pak Arion kayanya lagi gak bagus!" sahut Reysa yang mulai melangkahkan kakinya beriringan dengan Nara. *** Setibanya di rumah kost-kostan berlantai dua tersebut, Nara dan Reysa yang berjalan lebih dulu segera menaiki tangga, diikuti Arion yang mengekor dibelakang mereka. Nara berhenti tepat di depan pintu kamar bernomor 12, sedangkan Reysa sudah lebih dulu berjalan ke kamarnya dan masuk kedalam, membawa plasti belanjaan mereka. Arion hanya melirik sesaat pada Reysa, dan berdiri dibelakang Nara yang sedang membuka kunci kamarnya. "Apa kunci kamarnya semanual ini?" tanya Arion saat melihat Nara mulai membuka pintu kamarnya. "Ini bukan Darres Hotel, Pak. Ini cuma kamar sewaan, seharga tujuh ratus ribu sebulan," timpal Nara. Arion melepas sandal yang digunakannya dan mulai berjalan masuk kedalam kamar dengan cahaya temaram dari lampu tidur yang menyala, kamar yang tertata sangat rapi dan bersih. Nara merapikan tempat tidurnya untuk Arion tiduri, lalu menggelar bedcover lainnya di lantai dan menaruh bantalan diatasnya. "Bapak tidur di tempat tidur aja, biar saya tidur di bawah," ujar Nara. Arion yang terlihat nampak sangat lesu, tak menjawab apapun. Pria itu segera naik ke atas tempat tidur berukuran satu orang, dan merebahkan tubuh diatasnya. Sedangkan Nara, melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul 3:15 pagi. Ia segera merebahkab tubuhnya di atas gelaran bedcover, dan mulai memejamkan matanya. "Pak!" seru Nara. Arion tak menjawab, pria itu sedang menatap langit-langit kamar Nara yang penuh dengan stiker glow in the dark berbentuk bintang-bintang kecil. "Jangan ngapa-ngapain saya, iya!" ujar Nara tiba-tiba. Arion hanya tersenyum sabgat tipis mendengar perkataan spontan dari Nara. Pria itu berusaha memejamkan matanya. Tiba-tiba, setetes air mata begitu saja terjatuh dari kedua sudut matanya. Bayangan saat kecelakaan lima tahun lalu, kembali berputar di kepalanya. Bahkan, bayangan wajah Cleo yang penuh darah, terlintas begitu saja dalam ingatannya. Pria itu beralih posisi, menghadap ke samping, membelakangi Nara yang sedang berusaha terlelap di tempatnya. Tanpa Nara duga, sebuah suara isak tangis tertahan mulai terdengar. Dan untuk pertama kalinya, setelah lima tahun berlalu, Arion berhasil melepas segala beban dalam dirinya. Nara kembali membuka matanya, dan melihat punggung Arion yang bergetar diatas kasur tumpuk miliknya. "Saya gak tau, apa yang lagi bapak rasakan sekarang? Saya cuma mau bilang, semua akan baik-baik aja. Jangan pernah takut untuk melangkah, dan jangan terlalu larut dalam kesedihan masa lalu," ujar Nara. Arion tak menjawab, isakan tangisnya pun mulai tak terdengar, bersamaan dengan tangan Nara yang kini menepuk-nepuk punggung pria itu dengan lembut dan penuh perhatian. 'Terima kasih, Alnara.' Batinnya. *** 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD