Sepuluh

1174 Words
Damian memberhentikan mobilnya tepat di samping tubuh Klarisa. Ia membuka pintu mobil dan tersenyum lebar, namun senyumnya kian pudar melihat mata yang sedikit terlihat layu dan hidung memerah Klarisa. Ada apa dengan gadisnya? "Siapa yang membuatmu menangis?" Klarisa menggeleng, lalu tersenyum. "Tidak ada, aku tadi habis membicarakan film roman dengan Paula. Baru saja sekitar 5 menit yang lalu Paula pamit pulang." Bohong. Klarisa bohong dan Damian dapat dengan jelas menangkap tatapan teduh gadis itu. Ia tau pasti gadisnya berbohong. Kalau hanya membicarakan film saja kenapa sampai seperti ini? Ditambah ada sorot terluka dan menyakitkan dari tatapan Klarisa, namun Damian tidak bertanya panjang. Ia tau pasti Klarisa sedang tidak ingin membahasnya dan ia pun tidak ingin melihat Klarisa menangis kembali. "Baiklah, nyonya Wilson. Sekarang masuklah kedalam mobil dan kita akan makan siang di rumah." Ucap Damian sambil membuka pintu mobil untuk Klarisa. Dan ia memutari mobil untuk masuk ke kursi pengemudi. Klarisa menghela napas lega. Ah Damian sangat pengertian karena ia yakin sebenarnya laki-laki itu tau jika ia tengah berbohong. Dan ia akui juga, ia payah dalam berbohong, apalagi matanya yang mudah sekali setiap orang yang melihatnya dapat menebak apa yang saat ini dirasakan olehnya. "Tidak biasanya kamu jika sedang diluar seperti ini memilih untuk makan dirumah." Ucap Klarisa setelah selesai memasang seat belt. Damian melajukan mobilnya meninggalkan UCL. "Saya hanya ingin kamu merasa lebih nyaman dengan makan di rumah, itu saja." Klarisa terkekeh dan mengambil ponselnya di saku celana. Ia memotret Damian yang sedang mengemudi dari samping. "Kenapa kamu hanya memotret saya yang bahkan wajahnya hanya terlihat setengah, kita bisa berpose." Ucap Damian. "Ih enak saja, lagi jelek muka aku!" Protes Klarisa tidak terima sambil mencubit pinggang Damian. Ah laki-laki itu sangat tampan sekali dengan jas yang melekat menutupi tubuh kokohnya. Ah padahal Damian hari ini tidak bekerja, ia terpaksa meninggalkan perusahaan dan menyerahkannya untuk hari ini saja kepada Derril Rivaldo, anggap saja sebagai wakil CEO. Dan dengan berat hati yang niat awalnya ingin cepat-cepat menuntaskan kerjanya supaya pulang cepat, yang ia dapatkan adalah pesan dari Daniel untuk segera kerumah laki-laki itu. Menyebalkan. Tapi tidak apa, dirinya jadi bisa berlama-lama kan dengan Klarisa? Hitung-hitung ambil jatah libur sehari. "Jelek kenapa? Kamu masih secantik tadi pagi kok." Memang benar yang dikatakan Damian. Mau seberantakan apapun Klarisa ia tetap gadis yang cantik, manis, dan polos. Namun lagi-lagi pujiannya membuat Klarisa berdesir malu sampai pipinya yang lagi dan lagi memerah seperti tomat. Lucu. "Apalagi kalau sedang blushing, seperti meminta diri saya untuk mencium kamu." Ucap Damian sambil terkekeh kecil. Walau dia tidak sempat menolehkan kepalanya kearah Klarisa karena ia harus fokus menyetir, ia sangat hapal pasti pipi gadisnya sedang bersemu semakin merah. Ah kapan ia dan Klarisa 'berhubungan' yang lain. Namun segera ia hapus pikiran itu jauh-jauh. Menurutnya Klarisa masih terbilang muda untuk hamil, ia tidak ingin mengambil resiko juga. Klarisa kembali fokus menatap ke jalanan karena jika terus-terusan menatap Damian akan merosot jantungnya. Namun matanya membelalak lebar. "IH AKU MAU DI CULIK YAAA?!!" Ucap Klarisa dengan panik dan sedikit mengguncang lengan Damian. Pasalnya, ini bukan jalan kearah rumah mereka! "Aku ingin membawamu kerumah orang tua saya. Seingat saya selama kamu menikah dengan saya, kamu hanya bertemu dengan mon dan dad di resepsi kita. Kamu belum benar-benar mengenal mereka." Siapa saja, tolong Klarisa! ... Dikediaman keluarga Wilson, Ada Frans Albert Wilson sebagai pemilik rumah yang merupakan grandpa Damian dan Felish Hern Wilson sebagai nyonya rumah yang merupakan grandma Damian. Emelly Kheil Wilson selaku nyonya Gabriel ia adalah mommy Damian dan Gabriel Zech Wilson sebagai suami dari Emelly ia adalah daddy Damian. Mereka menyambut baik kedatangan Klarisa. Karena dari awal melihat foto keluarga yang berada di ruang meeting kantor Daniel, Emelly dan Gabriel sudah menebak pasti gadis di dalam poto itu merupakan gadis yang baik. Dan benar saja dugaan mereka. "Klarisa ingin minum apa? Jangan bilang hanya air mineral." Ucap Emelly dengan kekehannya. Klarisa yang masih canggung pun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Apalagi saat Emelly menyuruhnya untuk memanggil dirinya mommy dan memanggil Gabriel dengan sebutan daddy dan berlaku juga untuk Frans si granpa dan Felish si grandma. "Mmm enggak kok mommy, Klarisa ingin minum strawberry shake." Damian yang melihat Klarisa berbicara dengan gugup dan jari yang sibuk memainkan ujung baju itu pun segera menggenggam tangan gadisnya dan mengelusnya dengan sayang. Memberitahu gadis itu supaya tenang dan tidak perlu terlalu gugup. Klarisa mengambil napas panjang. "Mommy, Damian ternyata tampan ya." Ucap Klarisa tiba-tiba. Semua yang berada di ruang keluarga ini terkekeh menanggapi ucapan Klarisa yang menurut mereka benar-benar polos dan menggemaskan. Ah Gabriel dan Emelly merasa berhasil menjadi orang tua, karena dapat melihat Damian mendapatkan pasangan hidup yang sangat jauh dari kata buruk. "Siapa dulu daddynya!" Gabriel berseru lantang memukul pelan dadanya, ia sedang membanggakan dirinya. "Damian itu jerih payah daddy dengan mommy." Sedangkan Damian, ia sedang bergelayut manja di pundak Klarisa, memeluk tubuh gadisnya dari samping. Frans juga terkekeh, biasanya laki-laki ini sangat dingin dengan tatapan mematikan. Bahkan tak jarang dirinya dan Damian adu mata saat mereka sedang berargumentasi. Hanya Klarisa yang dapat membawa pengaruh besar pada keluarga itu, berbeda dengan satu gadis Damian yang dulu, sangat berbeda jauh. "Klarisa kamu lucu sekali. Sangat cocok sekali untuk mendampingi cucu saya yang jarang punya selara humor." Ucap Frans sambil melirik Damian dengan tajam yang tentunya laki-laki itu masih sibuk memeluk tubuh Klarisa. Damian sadar dirinya sedang di tatap seperti itu. "Grandpa kangen ya sama saya? Hobi nya tidak hilang-hilang masih saja suka menatap saya seperti itu." Ucap Damian, ia membalas tatapan Frans tidak kalah tajamnya. Gabriel merasa sebentar lagi ada perang batin antara daddynya dengan anaknya. Lalu ia memutuskan menyuruh mereka ke ruang makan untuk makan siang saja daripada main tatap-tatapan. Sedangkan Emelly dan Felish hanya terdiam melihat respon ketiga laki-laki itu. Sangat kekanak-kanakan. "Loh, daddy? Nanti bagaimana dengan strawberry shake milik ku?" Damian menyentil kening gadisnya. Polos sekali ia sangat gemas sampai ingin memakannya! Sedangkan anggota keluarga yang lain lagi-lagi terkekeh. "Clay yang cantik, nanti kan bisa diantar minuman kamu ke tuang makan. Gitu aja harus diberitahu ya?" Ucap Damian. Damian menyebalkan! Klarisa menjadi malu mengetahui dirinya yang tidak pernah berpikir terlebih dahulu sebelum ngomong. Kedatangan Damian dan Klarisa yang mendadak membuat Felish menugaskan chef yang sudah ia pekerjakan dirumahnya untuk memasak menu yang lebih banyak dari biasanya. Terlihatlah disini sudah tersaji banyak sekali menu berat dan corn soup sebagai pembuka. Klarisa menatap meja makan yang sudah dipenuhi oleh berbagai macam makanan. "Grandma kenapa banyak sekali. Nanti Klarisa gendut loh disediakan makanan sebanyak ini." Felish menatap lembut Klarisa. "Maaf grandma tidak tau apa makanan kesukaanmu, maka dari itu grandma menyajikan ini semua." Klarisa mengangguk, ia sudah biasa sebenarnya disajikan hidangan banyak seperti ini. Tapi tetap saja ia tidak enak kepada sang pemilik rumah. "Bagaimana kalian sehari-hari? Apa Damian melakukan sesuatu yang membuatmu tidak nyaman?" Tanya Emelly kepada Klarisa yang sibuk menyantap corn soup. Klarisa membersihkan sudut bibirnya yang menyisahkan noda soup dengan napkin. "Damian jahat, mommy." Dada Damian bergemuruh. Apa Klarisa akan memberitahu kejadian tempo hari lalu saat dirinya ketahuan berciuman dengan gadis masa lalunya? Oh tidak, bisa habis dia sama Gabriel! Gabriel yang memang daritadi hanya diam saja mulai tertarik untuk menjawab ucapan Klarisa. "Damian kenapa? Katakan kepada daddy." Klarisa mengubah raut wajahnya menjadi teduh. Ia menundukkan kepalanya, ia takut untuk mengatakannya. "Damian mencium...." Deg Ah, s**t bisa dikuliti sama daddy kalau ia tau gadis itu kembali dan saya... Next chapter... ❤️❤️❤️❤️❤️❤️
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD