Cerita Misteri 1 : Ojek Daring Pengantar Makanan (1)

1315 Words
Episode 1 : Kendala Gercep Food Yang Dialami oleh Ruri             Ruri Masita Fahrani menatap dengan penuh rasa sebal pada layar gawai di genggaman tangannya. Fokus perhatian Gadis itu tertuju pada ikon aplikasi ‘Gercep Jek’, sebuah Ojek daring yang dipasangnya pada gawai tersebut. Dia tak habis pikir dengan kendala yang tengah terjadi saat ini.             Entahkah lantaran jaringan yang dimiliki oleh operator telepon yang dipakainya sedang sibuk, ataukah akibat curah hujan yang agak tinggi belakangan ini,  yang tidak jarang berpengaruh pada kecepatan internet. Yang jelas, sampai detik ini dia belum kunjung dapat mengakses aplikasi tersebut.              Ruri bahkan sempat curiga pada perangkat gawainya. Dia sampai membersihkan chache beberapa kali dan menghidupkan ulang. Seolah itu belum juga cukup, dia sampai merasa perlu mengeluarkan sim card bebrapa saat lalu memasangnya kembali ke slot yang ada. persis seperti yang dulu disarankan untuk dilakukan oleh Operator telepon seluler.              Hasilnya? Nol besar!              Tidak ada pengaruh apa-apa. Yang ada hanya menambah kerepotan saja.              Pun begitu, Ruri masih berusaha lagi, sambil menyabar-nyabarkan hatinya sendiri.              Pelan-pelan Ruri menggulirkan jari ke atas layar gawainya. Berharap kali ini usahanya menuai hasil yang sepadan dengan rangkaian usaha keras yang telah dia lakukan.              Ruri menarik napas panjang.              Sebal sekali rasanya. Tidak ada perubahan berarti. Kini jangankan untuk mengakses lebih jauh, setiap kali Ruri mau masuk ke aplikasi saja, selalu yang didapatinya adalah pemberitahuan bahwa ‘server sedang sibuk’. Buat yang baru saja mau memanfaatkan salah satu fiturnya saja sudah mengesalkan, apa lagi bagi dirinya, yang beberapa saat sebelumnya telah menggunakan salah satu fitur pada aplikasi ‘Gercep Jek’ tersebut. Dengan kata lain, pemesanan yang dilakukannya sedang dalam proses, saat ini.             “Ya elah, kalau begini terus, gimana caranya dong, gue bisa ngecek posisi si Abang Ojek yang beliin pesanan makanan gue? Dasar kutu kupret juga nih, aplikasi kacrut. Bikin kapok Penggunanya saja,” dumalnya sendirian.             Ruri melihat ke jam dinding di ruang makan. Sudah pukul setengah satu, sekarang ini. Bila mengacu pada perkiraan waktu yang tertera pada aplikasi tadi, semestinya Abang ojek yang merupakan mitra dari ‘Gercep Jek’ itu sudah tiba di rumahnya. Dengan begitu, dia bisa langsung menikmati makan siangnya, lalu bersiap-siap menuju rumah sakit tempatnya bertugas. Tapi mau bilang apa? Sudah tiga puluh menit semenjak dia memesan, dan si Abang Ojek entah di mana keberadaannya sekarang. Tidak ada petunjuk jelas.             Ruri berjalan mondar-mandir dari ruang makan ke teras sambil menggerutu. Dia bahkan sudah mengenakan seragam perawatnya, sekarang.             “Duh, si Abang, nyasar di mana, coba? Masa iya, ketiduran di jalan? Tujuh belas menit yang lalu, bilangnya sudah keluar dari parkiran Mal The Rainbow, tempat beliin orderan menuku di ‘Spicy and Delicious Bento’, kenapa sampai sekarang belum nongol juga? Minta diomelin, nih orang! Atau jangan-jangan, baru belajar naik motor, dia!” Ruri bersungut-sungut, tidak memedulikan kedatangan sebuah bajaj yang merapat dekat pintu pagar rumahnya. Maklum, bunyi mesin bajaj itu termasuk halus, sedangkan Ruri juga sedang fokus pada acara ngomel-ngomelnya sembari melihat terus ke arah gawainya, terus-terusan berusaha mengakses aplikasi ‘Gercep Jek’.             “Kenapa, sih, Ruri, kok gelisah amat?” tegur Halimah Untari, ibunya yang baru saja membuka pagar rumah dan menyaksikan ulah Sang Putri. Bu Halimah yang mengajar di taman kanak-kanak itu tampaknya agak terlambat pulang ke rumah, siang ini. Walau tidak mendengar dengan jelas isi gerutuan Ruri, Bu Halimah tahu anaknya itu tengah mengomel. Ekspresi wajah Ruri terlampau terang baginya.             Mendengar sapaan sang ibu, Ruri memalingkan wajahnya ke arah pagar rumah.             “Kok telat, Bu, pulangnya?” tanya Ruri, sembari menatap sang Ibu yang telah menutup kembali pintu pagar dan terlihat berjalan ke arahnya. “Iya, macet banget, soalnya, hari ini,” kata sang ibu. “Memangnya ada apaan, kok macet parah, Bu?” tanya Ruri. Bu Halimah menggelengkan kepalanya. “Nggak tahu juga. Coba kamu cek media sosial atau portal berita online, Rur. Atau dengar radio,” saran sang Ibu. “Ah, boro-boro mau ngecek urusan macet, males ah. Ruri aja lagi dibuat kesal sama si Abang Ojek nih,” kata Ruri. Sang Ibu terheran mendengar jawaban Ruri. “Lho, kamu pesan Ojek? Memangnya sepeda motormu kenapa? Bermasalah? Itu, yang buat kamu gelisah tadi?” tanya Bu Halimah seraya melepaskan sepatunya dan menaruh di rak yang berada di sudut teras kediaman mereka.  “Bukan buat antar Ruri ke rumah sakit. Itu lho Bu, Ruri lagi nungguin ojek yang antar makanan. Masa, dari tadi diteleponin, belum juga sampai. Entah nyangkut di mana dia,” sahut Ruri yang mengerucutkan bibirnya.             Usai memastikan posisi sepatunya di rak tidak berantakan, Bu Halimah menghampiri sang anak. Dia mengangkat alis dan bertanya, “Diteleponin? Kok bisa sih? Bahaya, Ruri! Abangnya itu kan, naik motor! Kamu ganggu konsentrasi dia lho.”             “Yeee... Ibu! Maksud Ruri, pas pertama kali Ruri teleponin, kan karena statusnya sedang mengorder makanan. Jadi Ruri ngecek aja sifatnya, benar nggak dia ada di sana,” ucap Ruri datar.             “Astaga! Kamu kayak baru pertama kali ngorder makanan sih! pakai ngecek-ngecek segala, padahal kamu bisa lihat di statusnya. Seperti orang nggak percayaan saja, kamu ini. Lagi pula, namanya pesan antar itu perlu disiapkan dulu, perlu dibayar dulu, baru bisa diantar ke kamu. Semuanya itu pakai waktu. Belum lagi kalau restaurant-nya pas ramai-ramainya di jam makan siang begini, bisa saja antrian ke kasir juga panjang, jalanannya macet, pula. Sabar, lah! Kalau mau agak cepat itu, pesannya jauh sebelum jam makan siang,” nasihat sang ibu.             Ruri mendengus mendengar pembelaan sang ibu. Bukan ini yang diharapkannya.             “Memamgnya, mau kamu makan di rumah sakit?” tanya Bu Halimah, kala memerhatikan sang anak sudah mengenakan seragam perawatnya.             Ruri mengamati arlojinya, kemudian mengangguki ibunya. “Iyalah, Bu, sepertinya. Tadinya mau makan di rumah. Tapi kalau sekarang sih, sudah nggak selera. Terpaksa harus dimakan di rumah sakit, baru deh, urus pergantian shift. Nyebelin. Ngerusak agenda orang aja!” sahut Ruri dengan wajah cemberut. “Kamu cek saja, di aplikasi, jangan terus-terusan neleponin Abang ojeknya terus,” larang Bu Halimah, mendapati gelagat Ruri akan menelepon. Ruri mengabaikan larangan ibunya. “Biarin. Biar nggak dilama-lamain. Lagian, kalau apikasinya beres, nggak bakal Ruri neleponin melulu, Bu,” kata Ruri, sembari mengingat-ingat, sudah berapa kali dia berkomunikasi melalui telepon dengan sang pengantar makanan. Pertama, justru sang tukang ojek bernama Shandro Siswanto itu yang menghubunginya, menanyakan hal standard, apakah pesanannya sesuai aplikasi. Saat itu, dengan galak Ruri menyahut, tentu saja iya dan menyuruh Shandro tidak berbasa-basi yang menurutnya hanya menghabis-habiskan waktu saja. Shandro masih dengan ramah menyahut, “Siap, Kakak. Mohon ditunggu.” Ah, Ruri tak tahu saja, itu kan SOP dari ‘Gercep Jek’ kalau menerima pesanan makanan untuk diantar. Dari pada salah pesan, kan? Lalu kedua, sembilan menit kemudian, Ruri yang mengecek dan menanyakan apakah Shandro sudah meninggalkan restaurant. Dijawab oleh Shandro, bahwa pesanannya sedang disiapkan, tetapi hampir selesai. Ruri kurang puas, dua menit kemudian masih menelepon dan bertanya apakah Shandro masih juga menunggu pesanan. Ruri sudah mulai mengancam akan membatalkan pesanan. Dengan permintaan maaf, Shandro memohon dengan sopan, agar Ruri bersabar, pasalnya, order baru saja siap dan dia sedang menuju ke tempat parkir Mall. Baru juga enam menit berlalu, Ruri sudah menghubungi Shandro kembali, dan kembali bertanya posisinya di mana. Shandro hanya mengatakan bahwa dirinya sudah keluar dari parkiran Mall The Rainbow. Latar belakang suara klakson yang bersahutan terkirim pula bersama suara Shandro. Sepertinya dia sudah berada di jalan raya. Tetapi, Ruri masih saja mengomel dan mengatakan agar Shandro mempercepat laju kendaraannya. Dia sudah mulai dongkol dan mengeluarkan ancaman lagi, bahwa akan membatalkan pesanan dan memberikan bintang satu, agar performa Shandro dinilai buruk oleh perusahaan tempatnya bermitra sebagai pengemudi ojek daring. Entah karena terkaget mendengar ancaman Ruri ataukah keadaan sekitar terlampau berisik, Shandro terdiam beberapa saat. Diamnya Shandro membuat Ruri panas hati. “Heh! Malah diam dia! Ngomong dong, nyahut! Gimana sih! Posisi tepatnya ada di mana sekarang? Sebutkan!  Berapa lama lagi bisa sampai kemari? Namanya Gercep Jek. Gercep dari Hong Kong! Bagusnya diganti saja jadi ‘Lelet Jek’ kalau pelayanannya payah begini!” Sentak  Ruri galak. * $ $  Lucy Liestiyo  $ $
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD