BAB 15

1138 Words
Luna merasakan tubuhnya yang kaku dengan matanya yang terbuka secara perlahan membiasakan cahaya yang datang ke matanya yang sayu itu, ia merasakan tubuhnya yang sedikit kaku entah karena apa. Luna yang sudah mulai tersadar sepenuhnya setelah berdiam selama semenit mulai merespon sekitarnya. “Ini dimana?” gumamnya. Luna yang masih terbaring pun mulai mendudukkan dirinya yang ternyata dia ada di atas kasur, tapi kasur kali ini berbeda dengan kasur kamar sebelumnya. Maka dari itu Luna langsung tersadar penuh dengan kepalanya yang celingak celinguk. “In ikan kamar Dean?” Luna shock bukan main dengan mulutnya yang terbuka lebar saat ia mendapati beberapa foto Dean terpajang di kamarnya. “Tapi ia sedikit narsis ya pajang foto di kamar sendiri,” ucap Luna berpikiran lain. “Ah bodoh! Aku tidak ada waktu untuk memikirkan hal itu.” Luna memukul kepalanya sendiri dan dengan cepat turun dari tempat tidur berukuran king size itu. "Aku kan awalnya hanya berpura-pura pingsan tapi kenapa malah tertidur beneran?” Luna tidak habis piker dengan dirinya sendiri. Saat Luna hendak pergi sebuah pintu terbuka terdengar dari belakang Luna. Sudah pasti Luna langsung diam membeku mendengarnya, karena posisi ia sekarang benar-benar terpampang jelas, jika ia balik tidur, itu justru akan memperparah keadaannya dan terlihat jelas bahwa ia menghindar. Luna tidak bertanya-tanya pada dirinya siapa yang membuka pintu itu, sudah pasti itu adalah Dean. Ia baru saja dari kamar mandi, Luna mengetahui itu dengan jelas karena pintu keluar di kamar itu ada tepat di depan matanya sekarang. “Luna? Kau sudah bisa bangun?” tanya Dean basa-basi dengan suara beratnya. Luna berbalik secara perlahan sampai ia menghadap penuh kepada Dean, “Bangun? Tentu saja sudah, kau melihatnya kan sekarang? Aku sudah bisa berdiri? Jadi aku pergi dulu-“ “Siapa bilang kau boleh pergi,” ketus Dean. Dean terlihat mendekati Luna, sebenarnya tidak masalah sih, hanya saja Luna merasa kurang sopan karena Dean baru saja mandi dan belum memakai apapun, hanya sebuah handuk kecil yang melilit di pinggangnya. Tubuhnya yang benar-benar atletis dan terbentuk itu membuat Luna merasa sedikit kaku, mau bagaimanapun tetap aja Luna seorang Wanita yang menyukai seorang Pria. Tentu saja hal seperti ini merupakan hal terlarang. Saat Dean sudah dekat dengan Luna, Dean meletakkan tangannya pada pundak Luna dan menatap Luna dalam-dalam. “Kurasa seharusnya ada yang kau jelaskan kepadaku?” tanya Dean setelahnya. “Maksudmu?” spontan Luna karena merasa Dean sedikit aneh. Dean hanya diam mendengar perkataan Luna, Luna mencoba berpikir dahulu sebentar, lalu ia langsung tersadar bahwa yang maksud Dean itu kejadian saat ia pingsan. “Aku hanya pura-pura,” akui Luna dengan cepat. Luna sudah tidak tahan menyembunyikan kebohongannya itu, biarkan saja Dean tau, lagipula seharusnya Dean memuji sikap Luna karena sudah bertindak dengan tepat. “Begitu ya? Bagus deh, kukira dalam tubuhmu ada penawar racun. Setelah diperiksa dokter tidak ada gejala keracunan dalam tubuhmu, tapi di kue itu ada racun yang cukup mematikan. Baiklah, kalua begitu kau boleh pergi sekarang.” Dean memberikan izin pada akhirnya, Luna yang merasa atmosfer di antara keduanya mulai panas langsung bergegas pergi keluar dengan cepat tanpa berkata apapun lagi. Luna berjalan menuju dapur untuk mengambil air karena ia sekarang benar-benar dehidrasi. Hal ilegal yang dilakukan Dean kepada Luna tadi membuat Luna berkeringat karena merasa tertekan. Untung pada akhirnya ia bisa keluar dari sana lebih cepat. “Tapi dapur di mana ya?” tanya Luna baru tersadar karena ia tidak mengetahui di mana letak dapur milik Dean berada. Mansion Dean yang benar-benar besar ini sedikit membuat Luna emosi dan tidak cocok dengan sifatnya yang mau serba cepat dan suka malas untuk bergerak, ia sekarang berada di lantai atas tapi entah arah mana ia harus pergi, suatu hal pasti yang terlintas di benak Luna adalah ia harus pergi ke arah tangga. Dapur pasti berada di bawah karena tidak mungkin ia berada di atas. “Bentar.” Luna menghentikan langkahnya saat ia terpikirkan hal tentang kejadian ia diracun, Luna tidak terbayang jika ia diracun untuk yang kedua kalinya. Cara satu-satunya ia selamat di mansion besar milik Dean itu adalah dengan selalu bersama Dean. “Oke, aku harus kembali.” Luna berjalan berbalik dengan terburu-buru, saat sampai di depan pintu kamar Dean, Luna langsung membukanya dan tidak terkunci. “Apa kau sudah selesai?” Dean terlihat masih belum berpakaian sepenuhnya, “Kau sedang apa?” tanya Dean bingung saat Luna kembali masuk menghampirinya. “Aku takut, ayo ke dapur.” Luna tanpa basa-basi segera menarik lengan Dean yang belum memakai pakaian apapun itu, tapi Dean berhasil menahannya, bahkan tidak tergerak sedikitpun. Luna yang merasakan pertahanan Dean itu langsung melirik Dean dengan ujung matanya, “Apa yang kau tunggu?” Luna bertanya. “Sebentar, aku mau memilih baju dahulu. Malam ini kau ingin makan denganku tidak?" tanya Dean menatap Luna sembari tangannya maju untuk merapikan rambut Luna yang sangat berantakan. “Kau ingin mengajakku makan malam? Untuk apa?” Luna bertanya-tanya karena ngapain seorang mafia mengajak makan malam seorang gadis yang diculiknya? Itu sedikit menganggu pikiran Luna. “Sudahlah, lebih baik kau bantu aku memilih. Lebih bagus kaya kasual atau formal?” Luna langsung membayangkan bagaimana gambaran Dean ketika memakai gaya kasual, ia tidak tau karena selama di rumah ini Dean selalu terlihat mengenakan pakaian formal dengan kemeja putih dibaluti jas hitam, seperti pakaian kantoran pada umunya. “Kurasa kasual lebih cocok untukmu? Tapi kau harus mengganti celanamu juga, jangan memakai celana seperti ini. Coba pakai jeans dengan kaos polos, aku ingin melihatmu bergaya seperti itu.” Luna memberikan pendapat dengan jelas, Dean yang mendengarnya langsung mengikuti perkataan Luna dengan mulai membuka kancing celananya. “Gila! Kau mau membukanya di depan seorang wanita?” teriak Luna tidak habis pikir dengan sikap Dean yang begitu sembrono. “Aku keluar dulu, kau harus selesai dalam satu menit,” perintah Luna. Setelah Luna kembali keluar ia mengelus dadanya untuk menenangkan dirinya. “Tenang, kalau bukan karena pekerjaan aku tidak akan melakukan hal seperti ini,” gumam Luna. Setelah Luna menunggu selama semenit, Dean keluar dengan pakaian kasual yang sesuai ekspektasi Luna. Luna merasa terpesona dengan Dean saat mengenakan gaya kasual karena terlihat orang di depannya itu menjadi sangat tampan dan boyfrienable. “Kenapa kau melihatku sampai seperti itu?” tanya Dean sedikit risih. “Aku hanya merasa aneh dengan rambutmu yang menjadi sedikit berantakan dan tidak tertata rapi, tapi itu sudah sangat bagus. Jadi ayo temani aku ke dapur.” Luna menarik tangan Dean kembali. “Ke dapur untuk apa?” “Aku haus,” ucap Luna. “Kalau begitu bagaimana jika kita keluar sekarang saja?” Luna menoleh ke arah Dean dengan keningnya yang mengernyit, “Tapi aku tidak ada baju?” “Nanti kita beli di jalan, di mobil juga ada air putih, kau bisa melegakan tenggorokanmu dahulu dengan meminumnya.” Luna terdiam dan mengikuti Dean yang sekarang gantian menarik Luna untuk membawanya ke arah garasi mobil milik Dean berada.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD