BAB 17

1157 Words
Luna berada di salon untuk menata rambutnya yang sangat berantakan, ia langsung duduk pada sebuah kursi kosong yang ada di sana, “Tolong rapikan ya dan beri aku lipstick merah terang, juga kutek untuk kuku.” Seorang wanita yang berada di sana langsung bergerak untuk melayani Luna tanpa ucapan karena sudah paham dengan semua yang diminta Luna, Luna menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dan menidurkan kepalanya. Wanita salon itu memulai dari kuku Luna untuk dihaluskan dan dipotong terlebih dahulu, baru mulai memakaikan kutek berwarna merah keinginan Luna. Setelah selesai dengan urusan kuku, wanita itu langsung membereskan rambut Luna dengan gesit hanya dalam hitungan menit, karena pada dasarnya rambut Luna sudah sangat sehat, ia hanya perlu mencucinya dan memberikan vitamin rambut. Luna hanya menikmatinya sambil memejamkan matanya, tidak terasa setengah jam berlalu dan Luna sudah diminta untuk bangun, ia terlelap sebentar dan saat membuka mata, dari kaca ia melihat terdapat Dean yang sudah menunggunya dengan duduk di kursi panjang mepet dinding. “Oh, kau sudah datang? Maaf aku tadi meninggalkan mu,” ucap Luna. “Tidak apa-apa, tapi kenapa kau membeli begitu banyak pakaian?” tanya Dean heran dengan sikap Luna. “Bukannya kau akan menahan ku di mansion milikmu itu sampai berbulan-bulan? Bahkan aku tidak dapat membayangkan aku bisa lepas dari sana, jadi bagaimana bisa aku tidak membeli banyak pakaian?” tanya Luna dengan wajahnya yang kembali polos tetapi sisi dewasanya terlihat karena balutan lipstick merah di bibirnya. “Kau benar, sepertinya aku harus sadar akan hal itu. Ya sudah ayo pergi,” ajak Dean dan keluar dahulu. Luna segera menyusul Dean dan pastinya tidak lupa untuk berterima kasih kepada orang yang telah merawat tubuhnya. Setelah Luna menundukkan kepalanya, ia langsung berbalik untuk menyusul Dean ke dalam mobil yang ternyata sudah terparkir di depan salon itu. Luna mengambil dahulu sepatu yang dibelinya di toko sebelumnya dan membawanya ke depan untuk memakainya. Dean yang melihat Luna merasakan sedikit keanehan seakan Luna tau ke tempat apa Dean akan membawanya. “Kau tau kita akan makan di mana?” tanya Dean membuat Luna membuka mulut untuk berpendapat. “Aku rasa kau akan membawaku ke tempat rekan kerjamu yang lain, bukan? Kau membutuhkan pasangan untuk ke sana supaya tidak direndahkan oleh mereka yang telah punya pasangan, apa aku salah?” Perkataan Luna sangat tepat, bahkan niat Dean terbaca dengan jelas. Tapi Dean tidak menyangka jika Luna merupakan orang yang sepintar ini, bisa menebak alurnya dengan tepat. Bukannya merasa terancam, Dean justru merasa Luna bisa berguna. “Kau benar, tapi bagaimana kau mengetahuinya?” Dean bertanya sembari mulai menancapkan pedal gas pada mobilnya. “Itu mudah saja, mulai dari kau yang mengajakku dengan cara memaksa kalau kau ingin makan malam hanya bersama denganku. Aku rasa di rumah adalah pilihan terbaik dibandingkan tempat manapun untuk mengajakku makan malam. Dari sana aku sudah bisa dapat menebak niat tersembunyi darimu, hal yang paling jelas adalah ketika kau bertanya tentang pakaian yang cocok untukmu, itu sebagai sinyal supaya aku bisa melihatmu lebih nyaman sehingga kita nantinya tidak terasa canggung.” Luna menjelaskan dengan Dean yang mendengarkan sembari fokus menyetir di jalanan perkotaan yang mulai ramai. Tidak ada tanggapan khusus dari Dean setelah Luna selesai, Dean hanya berdehem, Luna pun sudah tidak tertarik membahas hal itu, ia sekarang melihat kondisi jalanan yang penuh akan cahaya itu. Luna memperhatikan setiap detail model dari banyak bangunan yang ada di sana. Kebanyakan desain yang dipakai merupakan desain bangunan abad 18-an yang sudah memiliki arsitektur modern tetapi masih kental dengan budaya masa lalunya. Tebakan Luna sekarang ia emang berada cukup jauh dari tempat tinggalnya sebelum diculik. Luna bisa saja bertanya, tetapi ia tidak ingin dan lebih ingin membuat Dean penasaran lagi kenapa ia bisa sesantai itu. Kesan pertama itu penting untuk membuatnya dapat menjalankan tugasnya dengan sangat lancar. “Sudah sampai!” seru Dean tiba-tiba. Luna mengerutkan keningnya, kenapa cepat sekali? Pikirnya. Luna memperhatikan di mana tempat Dean menghentikan mobilnya, ternyata merupakan sebuah apartemen yang sangat mewah dengan puluhan lantai. Apartemen yang hanya dapat ditinggali oleh orang-orang elite, itu sudah terlihat jelas dari desain bangunannya yang benar-benar kapitalis, bagaimana Luna bisa tau? Itu karena bahan mulai dari kaca, keramik, hingga fitur-fitur lainnya merupakan bahan premium dimana dahulu Luna sempat mengetahui hal itu karena ia sempat mengambil beberapa proyek lapangan perusahaannya. Luna turun dari mobil, ia terlihat sangat menawan dengan konsep pakaian merah yang dikenakannya sekarang. Rambut bergelombang, bibir merah terang serta dress merah dengan sepatu hak tingginya yang juga berwarna membuat dirinya terlihat menjadi pemeran utama. Bahkan Dean merasa terkesiap dengan kecantikan paripurna milik Luna sesaat. “Kau sudah siap?” tanya Dean mendekati Luna. Luna tersenyum dengan cerah seraya tangan kanannya yang bergerak ke arah Dean. Dean menerima telapak tangan mulus Luna itu dan menggenggamnya dengan erat, lalu membawa Luna memasuki apartemen mewah itu untuk di bawa ke tempat eksekutif para pemilik kasta teratas apartemen tersebut. Pandangan Luna benar-benar termanjakan karena arsitektur yang ada di dalam apartemen itu, benar-benar sesuatu yang mahal dan berkelas. Sekarang dirinya sedikit terlihat norak karena kepalanya yang melihat ke sana ke mari. “Apa yang kau lihat?” tanya Dean. “Aku hanya mengagumi arsitek yang membuat desain interior apartemen ini, sepertinya ia memiliki bakat yang sangat luar biasa. Apa kau mengetahui siapa arsitek yang membuat ini?” Mata Luna beralih ke arah Dean di sampingnya yang terlihat berpikir sebentar. “Arsitek yah? Sepertinya ia kenalanku, tapi aku tau mengenainya, karena aku tidak pernah memakai jasanya. Tapi kuakui yang dilakukannya benar-benar maha karya yang luar biasa.” Dean setuju dengan pendapat Luna. “Begitu ya?” Luna mengangguk-angguk dengan polosnya. Saat mereka berdua ingin menuju lift, mereka berpapasan dengan satu pasangan yang sepertinya memiliki tujuan yang sama dengan mereka. “Oh? Apa itu pacarmu?” tanya seorang wanita dengan pakaian yang benar-benar nyentrik tetapi sangat berkelas. Dean melirik Luna sebentar, pandangan mereka bertemu sebentar, Luna sedikit menyipitkan matanya yang menandakan bahwa ia setuju dengan apapun perkataan Dean. Ia juga berniat untuk membantu Dean. “Iya, kenapa?” jawab Dean singkat. Luna merasa Dean benar-benar orang yang tidak pandai berbasa-basi sama sekali, Luna ingin ikut menambahkan, tetapi ia belum mengetahui bagaimana watak dari wanita yang ada di hadapannya itu. Jadi, Luna mengurungkan niatnya itu, karena akan bahaya jika ia tidak mampu membaca situasi. “Wah! Kalau begitu kau beruntung sekali, karena baru kau satu-satunya wanita yang dibawa oleh Tuan Muda ini ke acara pertemuan para eksekutif.” Kali ini wanita itu memuji Luna dengan pandangannya yang ramah. “Apa benar begitu, Dean?” Luna bertanya kepada Dean. “Seperti yang kau dengar, sayang. Cuma kamu wanita satu-satunya yang mampu menarik perhatianku,” balas Dean dengan romantis. Tentu Luna tersenyum dengan sedikit tertawa kecil, tetapi di dalam hati ia merasakan hawa canggung yang luar biasa. Ia belum terbiasa dengan sikap Dean yang semanis itu, benar-benar sebuah kemustahilan yang terwujud pikir Luna. Setelah pertemuan itu mereka saling bercerita tentang latar belakang sedikit dan bersama-sama naik ke lantai teratas dengan Luna yang sangat merasa puas dengan usahanya kali ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD