Bab 2. Rumah Merah

1112 Words
Suara tembakan terdengar keras di sebuah ruangan tertutup dan mengakhiri nyawa seorang pria di depan Leandro. Peluru tersebut tepat mengenai kepala si pria sampai berlubang. Tanpa perasaan, Leandro menghabisi pria itu. Disaksikan beberapa anak buahnya yang ada di sana. "Sialan! Aku jadi mengotori tanganku." Leandro terlihat jijik, setelah dia membunuh salah satu 'tikus' alias pengkhianat. Para anak buahnya yang lain, terlihat ketakutan dan tidak berani mengangkat kepala mereka di depan Leandro. Aura dingin, mencekam, aura kepemimpinan dan aura membunuh yang ada pada diri pria itu. Membuat semua orang tidak ada yang berani kepadanya. "Damon, bereskan semua kekacauan ini. Aku mau mandi," titah Leandro pada salah seorang anak buahnya yang bernama Damon. Dia adalah orang kepercayaan Leandro, tangan kanannya. Damon memiliki perawakan menyeramkan, rambut cepak, tubuh tinggi, sedikit kurus serta raut wajahnya selalu datar. "Ya, Tuan!" Damon menganggukkan kepalanya, dia melakukan perintah dari tuannya. Sementara itu, Leandro benar-benar pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Setelah melakukan aktivitas semalam dengan seorang wanita yang masih virgin, Leandro belum sempat membersihkan dirinya. Lelaki yang memiliki tato ular hitam di bagian perut kanannya itu, kini sedang mengguyur tubuhnya di bawah shower. Ketika dia sedang menikmati guyuran air itu, tiba-tiba saja terdengar suara seorang wanita yang terngiang-ngiang di kepalanya. "Tolong, pelan-pelan Tuan ... aahhh." "Tuan, saya lelah. Tuan, sakiitt ..." Bayangan percintaannya semalam dengan Bella terlintas di kepalanya dan dia merasa luar biasa. "Sepertinya, aku harus melihat wanita itu lagi. Dia bisa menjadi partner ranjangku. Semalam dia sangat memuaskan dan dia benar-benar masih sempit," gumam Leandro dengan senyuman dingin di bibirnya. Dia berpikir untuk menemui Bella lagi dan menjadikannya partner ranjang. *** Bella benar-benar tidak mengerti, kenapa akhirnya malah seperti ini? Dia seharusnya mendapatkan uang dari Frederick atas jasanya semalam. Akan tetapi, anak buah pria itu malah membawanya secara paksa, ke sebuah tempat yang bernama rumah merah. Rumah yang memang dikelilingi lampu berwarna merah temaram, gelap, bahkan aromanya terasa pengap untuk Bella. Dengan tubuh yang masih sakit, karena percintaan semalam, Bella diseret paksa untuk masuk ke dalam tempat itu. Tempat yang dijaga oleh beberapa pria berwajah sangar dan berbadan tinggi besar. "Ini barang barunya?" tanya salah seorang penjaga pada Dan, anak buah Frederick ini. Pria itu menatap ke arah Bella dengan tatapan nanar. Sungguh, Bella merasa tidak nyaman. "Ya, dia cantik bukan?" sahut Dan sambil tersenyum. "Hem, dia cantik dan masih muda. Bos Fat pasti akan menyukainya," kata pria itu yakin, bahwa seorang yang bernama bos Fat akan menyukai Bella. "Bawa dia masuk!" titah pria berambut gondrong itu pada Dan. Dan langsung menyeret Bella dengan kasar, meskipun wanita itu memberontak. Tapi sayangnya, pemberontakan Bella sama sekali tidak berguna, karena tenaga Dan sangat besar dibandingkan dirinya yang bertubuh mungil ini. Ditambah lagi, tubuh Bella sedang tidak fit akibat semalam. "Lepaskan saya, Tuan! Saya mohon, saya harus segera pergi ke rumah sakit dan melihat keadaan ibu saya. Ibu saya juga sedang menunggu uang dari saya, agar dokter bisa melakukan operasi kepadanya. Saya mohon," ucap Bella memohon dengan sangat kepada pria itu, untuk berbaik hati melepaskannya. Bella benar-benar terdesak oleh keadaan ibunya yang sedang kritis dan inilah sebabnya dia mau ikut lelang keperawanan. Ibunya sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi, dia harus segera mendapatkan pertolongan darinya. "Aku tidak peduli dengan urusanmu, Nona. Aku hanya melakukan pekerjaanku di sini, dengan menuruti perintah Tuan Frederick." Dan sama sekali tidak peduli dengan Bella yang memohon padanya. Dia hanya melakukan perintah atasannya. "Tuan, bukankah Tuan punya seorang ibu? Jika nyawanya dalam bahaya dan segera membutuhkan pertolongan. Apa Tuan akan membiarkannya?" tanya Bella dengan kedua matanya yang terlihat berkaca-kaca. Dan terdiam sejenak, dia mengamati wajah Bella dengan seksama. Kemudian dia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. "Pertama ... aku tidak punya Ibu, jadi aku tidak tahu bagaimana rasanya. Kedua ... sudahlah, lebih baik kau diam saja!" "Tu-tuan saya mohon, saya akan berikan apa saja agar bisa menyelamatkan ibu saya. Saya harus pergi dari sini secepatnya. Saya mohon, Tuan." Pria berkepala botak itu sama sekali tidak mempedulikan rengekan dan permohonan Bella, dia tetap fokus pada tugasnya untuk membawa Bella kepada bos Fat. "Ibu, bagaimana ini? Ibu pasti sudah menunggu. Ibu tolong tunggulah sebentar lagi, ibu." Mohon Bella dalam hatinya. Berjalan di lorong yang sempit, menuju ke ruangan yang semakin gelap, Bella mulai merasakan pengap dari aroma-aroma tidak enak di sana. Terdengar juga suara-suara jeritan wanita yang kesakitan. "Tuan, itu suara orang kesakitan. Tuan, kita harus—" "Aish, sialan! Tidak bisakah kau diam saja?" decak Dan kesal, setelah itu dia tidak bicara lagi dan fokus menyeret Bella ke tempat tujuan. "Tolong, tolong ... jangan!" Suara jeritan minta tolong dan kesakitan itu, memekikkan telinga Bella. Wanita itu ingin menghampiri asal suara dan menolong, tapi keadaan tidak memungkinkan. Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya mereka sampai di sebuah pintu berwarna merah yang ada di ujung lorong. Tepat saat mereka akan membuka pintu, pintu tersebut sudah dibuka lebih dulu dari dalam. "Hah!" Alangkah terkejutnya Bella, saat dia melihat seorang wanita dengan luka parah di wajahnya dan tubuh yang penuh luka cambukan. Baju yang dikenakan wanita itu robek-robek dan memperlihatkan bagian tubuhnya yang tampak mengenaskan. Hingga akhirnya, wanita malang itu tergeletak tak sadarkan diri di depan Bella. "Ternyata dia sudah bosan dengan barang lama." Dan melihat wanita yang tidak sadarkan diri itu sambil tersenyum. Seolah dia sudah terbiasa melihatnya seperti ini. Setelahnya, wanita malang itu diseret seperti hewan oleh seorang pria yang ada di sana. Darahnya bercucuran memenuhi lantai. Bella ngeri melihatnya. "Masuklah!" titah Dan pada Bella. Tubuh Bella gemetaran, membayangkan jika dia masuk ke dalam sana dan dia mengalami hal yang serupa dengan wanita malang tadi atau hal yang lebih buruk. "Tidak, aku tidak mau." "Masuk!" bentak Dan seraya mendorong tubuh Bella dengan keras. Bella pun sudah masuk ke dalam ruangan itu dan dia terjatuh di lantainya. Lantai bau amis dan terbakar yang menyengat, sehingga tubuhnya menegang. "Selamat bersenang-senang, Bos Fat!" Dan langsung menutup pintunya dan mengunci pintu itu dari luar. Dan juga meminta dua orang untuk berjaga di depan ruangan, jaga-jaga jika Bella akan melarikan diri. "Buka! Tolong buka pintunya, tuan! Tolong!" teriak Bella sambil menggedor-gedor pintu kayu yang kokoh itu dengan sekuat tenaganya. Bella menarik-narik knop pintu, berharap ada keajaiban yang bisa membukanya. "Kemarilah gadis manisku, ayo kita bermain. Kau pasti akan suka." Suara pria yang berada di belakang Bella itu, kontan saja membuat bulu kuduknya berdiri. Bella memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Dia melihat sosok pria berbadan gemuk, tinggi dan memakai topeng babi, sedang berjalan ke arahnya sambil membawa cambuk dan rantai. "Menjauh dariku! Jangan dekat-dekat!" seru Bella dengan suara keras, melarang pria itu untuk mendekatinya. Namun, pria bertopeng babi itu malah semakin mendekatinya dan langsung mengangkat tubuh mungil Bella dengan erat. "AAH! TIDAK! JANGAN!" jerit Bella. Tubuh Bella dilemparnya ke atas ranjang dengan kasar. TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD