PART 1

2030 Words
“Aku mengizinkan Mama menikah dengan dia bukan berarti aku harus ikut Mama ke rumahnya!!" teriak Sonia kepada Jessica yang notabene adalah ibunya. "Kalau kamu masih ingin kuliah, ada baiknya kamu ikut kata Mama, Mengerti!" ancam wanita itu pada putri tunggalnya dan pergi ke luar apartemen. "Aghh..." Sonia mengeluh dengan menghentakkan kakinya ke lantai apartemen itu. Sonia tidak bisa mengelak lagi jika wanita itu sudah membahas pendidikannya, jika saja Sonia bekerja, mungkin ia bisa keluar dari asuhan wanita itu. Sonia dan wanita itu tidak pernah akrab setelah Seth -ayah Sonia- meninggal karena penyakit. Permusuhan mereka semakin parah sejak wanita itu memberitahu Sonia bahwa ia akan menikah dengan CEO yang berumur tiga puluh tahun. Sonia tidak pernah menyetujui pernikahan itu dengan alasan malu karena mamanya menikah dengan berondong yang beda lima tahun dari Jessica, Sonia masih ingat bagaimana wajah bahagia mamanya saat membawa pria dingin itu ke apartemen mereka. Mungkin umur mamanya sudah tidak muda lagi, tapi kecantikannya sama sekali tidak berkurang. Astaga tentu saja kecantikannya tidak akan memudar karena wanita itu merupakan seorang model, Sonia memang membenci mamanya karena wanita itu dengan mudahnya bisa melupakan Seth dan menikah lagi. Anehnya Sonia selalu mengikuti perkataan wanita itu. Anehnya lagi ia sama sekali tidak memiliki kemiripan dengan wanita itu, Sonia lebih mirip papanya daripada wanita yang dipanggil mama itu sejak lahir, Tapi itu tidak membuat rasa sayang Sonia berkurang, ada kalanya ia akan bersikap dingin dan membenci wanita itu. Dan ada kalanya Sonia bersikap baik dan menyayangi wanita itu, Semua itu tergantung bagaimana perbuatan wanita itu, sama seperti saat ini. Sonia membenci wanita itu karena memintanya ikut dengannya ke rumah CEO itu. Sonia lebih memilih tinggal di apartemen lamanya ini agar dia bisa mengingat terus papanya tersayang. Tapi, kali ini wanita itu mengancam Sonia, mau tidak mau Sonia harus menerimanya *** Sonia menarik koper besar berwarna birunya ke sebuah rumah mewah nan megah, atau bisa dibilang bahwa itu bukan rumah merupakan mansion, Sonia tidak terlalu tertarik untuk melihat sekeliling seperti yang dilakukan wanita itu dalam pelukan suami barunya yang bernama Sean O'brian. "Cih.." desis Sonia karena merasa kesal melihat keromantisan kedua makhluk yang dianggap gaib oleh Sonia itu. "Kamarmu di lantai dua, bersebelahan dengan kamar berpintu cokelat," ucap Sean dengan menunjukkan kamar yang memiliki warna pintu serasi dengan warna koper Sonia, biru muda. "Kamar apa itu?" tanya wanita itu sambil menunjuk pintu bewarna cokelat di sebelah kamar Sonia yang baru saja ditunjukkan oleh Sean. "Hanya sebuah kamar biasa," jawab pria itu dengan senyum manisnya yang langsung membuat Sonia mual. Sonia pun menarik kopernya dan meninggalkan kedua pasangan itu. "Apa kamu tidak memberi salam pada Papamu?" teriak Jessica yang masih bergelayut mesra di pelukan Sean. Sonia membalikkan tubuhnya dan melirik mata wanita itu sekejap, lalu berpindah ke mata dingin pria itu. "Sudahlah Jess, mungkin dia ingin sekali istirahat," seru Sean menenangkan wanita itu. "Selamat malam," ucap Sonia malas lalu melanjutkan pergerakannya. Wanita yang memiliki nama Jessica itu hanya bisa mengembuskan napasnya melihat Sonia yang bersikap seperti itu. *** Sonia merebahkan tubuhnya ke atas ranjang queen size birunya. "Aku merindukan Papa," gumam Sonia. Sonia mengembuskan napasnya berat lalu melihat jam yang ada di atas nakas. Jam 9 Tok... Tok... Sonia bangkit dan langsung duduk di tepi ranjangnya setelah melihat pria itu mendatangi kamarnya. "Bagaimana kamarnya?" tanya pria itu dengan senyum lembutnya. "Sesuai seleraku," jawab Sonia malas. "Kamu ke sini bukan hanya ingin mengatakan itu, kan?" tanya Sonia sinis. Sean terkekeh pelan karena Sonia bisa langsung tahu maksud yang sebenarnya. "Ucapan Jessica tentangmu ada benarnya juga, kau cukup pintar untuk menjadi mahasiswa berprestasi." "Katakan saja maumu!" ujar Sonia kesal karena menurutnya, pria itu membuang-buang waktunya. "Aku hanya ingin mengatakan agar kamu betah di rumah ini dan aku mohon jangan sering bertengkar dengan Jessica," ucap Sean serius. "Maafkan aku, tapi kamu akan sering mendengar pertengkaran kami." Sonia menjelaskan. Tidak ada hari tanpa pertengkaran Sonia dengan Jessica, mereka seperti terlahirkan sebagai kucing dan tikus. Tidak pernah akur. "Baiklah jika begitu, aku dengan senang hati siap mendengarkan pertengkaran kalian." Cup Sonia melebarkan matanya saat pria itu tiba-tiba mencium sekilas bibirnya. "Dasar berengsek!" umpat Sonia saat melihat punggung pria itu yang sudah menghilang dari ambang pintu kamarnya. *** Di lain tempat, Sean merutuki dirinya karena mencium bibir putri tirinya, ia sungguh tidak bisa menahan keinginannya untuk mencium bibir ranum gadis itu. Sean mengakui bahwa kecantikan Sonia lebih bersinar daripada Jessica, gadis itu memiliki kecantikan alami tanpa polesan make up, ditambah lagi dengan bibir merah muda alaminya dan pipi yang merona secara alami semakin mempercantik wajah itu. Beda halnya dengan Jessica, wanita itu memang cantik, tetapi dia tidak bisa menandingi aura kecantikan Sonia, Mereka seperti saudara yang memiliki perbedaan yang jelas. Sonia seperti bidadari, sedangkan Jessica seperti putri raja. Jika diminta untuk memilih, tentu saja Sean akan memilih seorang bidadari, tapi saat ini dirinya telah berstatuskan sebagai suami putri raja, hingga mau tak mau dia harus melayani putri raja bukan bidadari. *** Waktu sudah menunjukkan pukul 1 malam dan Sean masih belum bangkit dari kursi kerjanya, ia masih harus mengerjakan beberapa laporan yang akan dipresentasikan di rapat besok. Sebelah tangan Sean masih dengan setia memegang mouse nya dan sebelah tangannya lagi mulai mengambil cangkir dengan isi kopi agar membantunya untuk terus fokus. Saat Sean hendak menyeruput kopi itu, ia mulai menyadari bahwa kopi itu sudah habis. Sean sangat menjaga tubuhnya, jadi ia memutuskan untuk berhenti meminum kopi malam ini dan lebih memilih meminum jeruk hangat untuk menetralisir pikirannya. Ia pun berjalan ke luar dari kamar lantai dua yang bersebelahan dengan kamar Sonia, kamar itu merupakan kamar pribadi Sean dan tidak pernah ada seorang pun yang masuk, jadi jika kamar itu kotor maka Sean lah yang akan merapikannya sendiri. Sean menuruni anak tangga dengan hati-hati agar Jessica tidak terbangun, karena wanita itu sedang tertidur di lantai satu,kamar utama rumah ini. "Kamu mengejutkanku," seru Sean saat melihat Sonia yang memakan beberapa buah dalam kegelapan. Sean pun berjalan untuk menyalakan saklar lampu. Gadis itu tidak memperdulikan ekspresi Sean yang lucu karena terkejut dan lebih memilih melanjutkan aktivitas memakan buahnya. Sonia sama sekali tidak bisa tidur karena perutnya belum terisi oleh buah-buahan, Itulah kebiasaan Sonia, ia akan tidur dengan nyenyak jika perutnya sudah terisi oleh beberapa buah-buahan segar. Jadi, Sonia memutuskan untuk turun ke lantai bawah dan mulai mencari buah. "Kamu mengambil milik orang lain tanpa meminta izin," seru Sean sembari meletakkan cangkirnya di tempat cucian. "Ini milikku juga," koreksi Sonia. Tentu saja ini miliknya karena pemilik buah itu adalah ayah tirinya. Sean benar-benar bingung harus berkata apa, gadis itu selalu saja menang jika membuka mulutnya. "Apa kamu selalu menang jika berdebat dengan Jessica?" tanya Sean penasaran, ia ingin tahu siapa yang selalu menang. "Kami selalu seri, Mama menang karena ancamannya, sedangkan aku menang karena logikaku," jawab Sonia yang masih melanjutkan makanannya. "Benarkah, berarti aku bisa saja menggunakan sebuah ancaman untuk membungkam mulutmu itu," ucap Sean terkekeh geli. Sonia menghentikan aktivitasnya dan menatap Sean tajam. Sean pun berhenti tertawa dan menatap datar ke arah Sonia. Sonia mulai berpikir apakah ayah tirinya itu baru saja tertawa? Setahunya, Sean adalah pria yang dingin. "Bolehkah aku bertanya sesuatu?" tanya Sonia memecah keheningan. Sean hanya mengangguk. "Kenapa kamu menikahi Mama? Bukankah banyak gadis di luar sana yang lebih muda dan lebih cantik dari Mama?" tanya Sonia serius, ia ingin sekali menanyakan hal itu karena ia bingung kenapa pria yang ada di hadapannya ini dengan wajah dan kehidupan yang sempurna bisa menikahi seorang wanita yang jelas-jelas tidak lagi muda dan sudah memiliki seorang putri yang berumur dua puluh tahun. "Entahlah,mungkin karena Mamamu terlalu cantik." Sonia sungguh kecewa dengan jawaban pria itu, apa benar ia hanya menikahi Jessica karena kecantikannya? "Aku telah salah menanyakan hal itu," seru Sonia lalu berjalan ke lantai dua meninggalkan Sean yang menatapnya dingin. Karena dia adalah satu-satunya jalan agar kamu menjadi milikku dan satu-satunya jalan kemenanganku, batin Sean. *** Hari ini adalah hari tersial untuk Sonia, bagaimana tidak secara mobilnya tiba-tiba mogok di gerbang perumahan. "Naiklah!" Sonia menoleh ke sumber suara dan menemukan Sean yang berada di mobilnya dan sudah rapi dengan kemeja kantornya. Sonia mau tidak mau menumpang di mobil Sean karena ia tidak ingin terlambat di semester ini, Sonia mengambil tas selempangnya dan mencabut kunci dari mobilnya lalu berjalan ke kursi penumpang sebelah Sean. Selama di perjalanan, mereka hanya bisa terdiam karena fokus dengan kegiatan masing-masing. Seperti Sean yang fokus menyetir dan Sonia yang fokus memainkan smartphone-nya. Setibanya di sana, Sean memarkirkan mobilnya dengan mulus di depan kampus Sonia. Tanpa mengucapkan salam, Sonia mulai keluar dari mobil Sean. "Telepon aku jika kamu sudah pulang," ucap Sean. "Baiklah," jawab Sonia malas. Saat hendak berbalik, Sonia menghentikan pergerakannya dan menatap wajah Sean sendu. Sean bingung dengan tatapan Sonia. "Uang? Uangku habis dan mama menyita ATM-ku sampai bulan depan." Sontak ucapan Sonia itu membuat Sean tertawa, ia tidak tahu jika Sonia memiliki sisi yang imut. Sean lalu membuka pintu mobilnya dan keluar menghampiri Sonia. Ia pun mengeluarkan dompetnya dan memberikan sebuah kartu ATM gold pada Sonia, Sonia sangat terkejut karena kartu itu merupakan kartu yang sangat berharga,uang yang ada di dalamnya tidak akan habis. "Uangnya tidak akan habis kecuali kamu membeli sebuah rumah mewah," ucap Sean Sonia pun langsung tersenyum dengan bahagia, "Aku akan menggunakannya dengan baik, Pa," ucap Sonia senang dan menekankan kata Pa. Sean terkekeh geli karena melihat wajah Sonia yang bersinar karena kartu itu. "Jangan memanggilku Papa kecuali di depan Jessica, mengerti?" ucap Sean dan langsung disetujui oleh Sonia. Sonia pun segera berlari ke fakultasnya dengan hati yang bergembira karena ia bisa membeli buku dan n****+ apapun dengan kartu itu tanpa menghabiskan uang Jessica. *** Sonia langsung memasang wajah dingin karena melihat Jessica dan Sean yang sedang b******u di sofa ruang tengah. Padahal ia baru saja pulang. "Menjijikkan..." ucap Sonia dingin lalu berjalan ke kamarnya. "Apa kamu baru saja mengatai Mama menjijikan?" teriak Jessica. "Tepat!" teriak Sonia yang semakin mempercepat Langkahnya. Sonia pun masuk ke kamarnya dan membuang tasnya jauh-jauh. Ia benci saat wanita itu b******u di hadapannya, karena bagi Sonia itu sama saja ia merusak hati papanya. Setelah kepergian papanya, wanita itu selalu membawa pria yang berbeda tiap malam dan itulah sebabnya kenapa Sonia membenci wanita itu. Karena malas memikirkannya, Sonia pun berniat pergi ke kamar mandi untuk menghilangkan pemandangan itu dari pikirannya. Sonia keluar hanya menggunakan handuk putih yang membungkus tubuh indahnya, Sonia begitu terkejut saat melihat Sean yang sedang menyentuh piala-piala milik Sonia. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Sonia dingin. Sean pun menoleh dan terpaku karena melihat Sonia yang tampak seksi di matanya, apalagi rambut basahnya yang semakin membuat gadis itu terlihat sexy. Sean mengenyahkan pikirannya dan menatap mata indah Sonia. "Makan malam sudah siap, turunlah dan jangan membantah Atau kartuku akan kuambil kembali," ancam Sean, lalu pergi meninggalkan Sonia yang mengumpat tidak jelas di dalam batinnya. *** Makan malam itu sungguh membuat Sonia panas, kedua makhluk gaib itu bahkan berani berciuman di depan Sonia. Sonia merasa gerah dan ingin sekali mencakar wajah kedua makhluk itu. Namun, niatnya ia urungkan karena Sean, ia hanya khawatir jika kartunya akan diambil lagi oleh pria m***m itu. Setelah dinner, mereka bertiga memutuskan menonton acara televisi dengan sebotol wine. Sonia ingin sekali mencoba wine itu, tapi tubuhnya benar-benar lemah dengan alkohol, dia akan berubah menjadi serigala yang gila jika meminum alkohol. Tapi.... Sonia mulai menegak sisa wine di gelas Sean karena gerah dan risih dengan suara ciuman mereka. "Sonia Arena Fedrick!" teriak Jessica karena melihat Sonia yang sudah mabuk karena meminum satu tegak. "Aishhh," desis Sean lalu mulai membopong Sonia dan membawanya ke kamarnya. "Aku ingin tidur, kamu urus gadis manja itu!" perintah Jessica lalu berjalan menuju kamarnya. Di kamar, Sean merebahkan tubuh Sonia dengan lembut dan terkekeh geli karena gadis itu terus saja mengigau dengan tidak jelas. Sonia mulai menggerakkan wajahnya hingga wajahnya hanya berjarak satu senti dari wajah Sean. Sean dapat mencium aroma mint dan buah dari napas gadis itu, Lalu tatapan Sean berhenti di bibir ranum gadis itu, reflek Sean menyentuhkan bibirnya pada bibir Sonia. Sonia yang merasakan ada sentuhan hangat dan nyaman di bibirnya, mulai membuka matanya. Sonia masih dalam keadaan mabuk, jadi ia tidak tahu siapa yang ada di depannya dan hanya menikmati ciuman itu dengan cara membalas ciuman itu hingga menjadi ciuman yang besar. Awalnya Sean sungguh terkejut tapi ia semakin memperbesar ciumannya. Aku menyukai sentuhan ini,batin Sonia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD