Zulfa Zahra El-Faza Aku tidak tahu berapa lama Gus Fatih menciumku. Dia terus memegangi kepalaku dengan kedua tangannya yang sesekali mengusap wajahku. Pagutan itu hanya ia lepaskan beberapa kali saat mengambil napas yang terasa sudah mau habis. Tok! Tok! Tok! “Dek, Adek!” Suara di luar kamar menghentikan perbuatan Gus Fatih. Dia menjauhkan wajahnya dariku dengan tatapan laparnya yang menikam kedua manikku. Bersamaan menelan ludah, aku mengerjapkan mataku. Wajah Gus Fatih masih begitu dekat denganku. Napasnya bersahutan dengan milikku. “Siapa?” lirihnya padaku sembari mengusapkan jari jempolnya ke bibirku yang basah—apalagi kalau bukan ulahnya. Sebentar kemudian Gus Fatih menopang tubuhnya dengan sebelah tangan. Sebelahnya lagi merapikan rambutku yang sedikit berserak ke wajah. “M-Ma