Bagian 17 - Berengseknya Luke

999 Words
“Kenapa diam? Letakkan sarapan Selena di meja itu!” Suara Luke yang memerintah. Memecah kesunyian yang tercipta di sana. Anna tidak mengangkat wajahnya. Dia terlalu muak, benci, marah dan—entahlah. Begitu banyak perasaan dan emosi yang terkumpul tanpa bisa dia keluarkan. Anna menelan salivanya yang terasa menyumbat jalur pernafasannya. Air matanya yang terasa sudah tak terbendung ingin tumpah, Anna tahan dengan tak menggerakkan kelopak dan bola matanya yang ingin lari dari kenyataan. Meskipun dia membenci Luke, malah sangat membencinya. Dia tidak pernah ingin, melihat pemandangan seperti ini. Pemandangan menjijikkan yang membuat perasaannya sebagai seorang istri merasa di khianati. Anna meletakkan nampan makanan yang di bawanya di atas meja sesuai dengan perintah Luke. Dengan susah payah dia membuat makanan itu, Luke justru mempersembahkannya untuk wanita jalang yang sudah hadir di tengah-tengah hubungan rumit mereka. Anna tidak tahan. Atmosfer kamar itu membuatnya benci. Bahkan wanita p*****r itu, masih setia menempel tubuh suaminya bagai parasit. Anna hendak melangkah meninggalkan kamar itu, tapi Luke memanggilnya lagi. “Hey!” “Ada apa?” tanya Anna sembari menundukkan wajahnya dalam. “Siapkan air hangat. Aku dan Selena ingin mandi. Jangan lupa. Siapkan juga pakaian ganti.” Anna mengangguk. Tak ada gunanya dia mendebat Luke di saat ada w************n itu. Lebih baik, dia segera menyelesaikan perintah Luke dan secepatnya pergi dari sana. Anna melakukan pekerjaannya. Mengisi bath tub dengan air hangat, kemudian menyiapkan pakaian ganti. Semua itu Anna lakukan dengan kelapangan hati. Berharap penderitaannya akan segera berakhir dan dia bisa melepaskan diri secepat mungkin. Anna tak mengerti. Kenapa di saat perlakuan Luke seperti ini, hatinya justru semakin sakit? Bukankah ini yang di inginkannya? Bermusuhan dengan Luke, agar Luke tak mempermainkan perasaannya? Kenapa dirinya menjadi lemah seperti ini? Dia menginginkan Luke yang kemarin. Luke yang perhatian walaupun penuh dengan kepalsuan. Dia merasa baik-baik saja, walaupun Luke mempermainkan perasaannya. Anna keluar dari kamar mandi. Dan di depan pintu, Anna sudah mendapati si wanita jadi-jadian yang memandangnya dengan pandangan iba. Penampilan Selena yang acak-acakan dengan memakai kemeja suaminya, membuat Anna ingin merobek saja mulut wanita itu yang tertawa dan mencakar-cakar wajahnya yang murahan. “Membutuhkan sumbangan dari ku lagi, jalang?” ucap Anna tak mau di pandang menyedihkan, apalagi di mata w************n suaminya. Selena tertawa tipis. Tawa yang membuat Anna semakin muak. Tawa yang jelas-jelas menunjukkan kebahagiaan karena sudah berhasil mengalahkannya. “Tidak ada. Hanya saja, terima kasih banyak. Karena berkat kebodohan istri sepertimu, p*****r sepertiku bisa mendapatkan cinta, uang dan kemewahan dari suamimu, dan aku pun tentu membalasnya dengan memberinya kepuasan di ranjang. Pendapatmu, apa kita impas?” Anna berdecih muak. Selena pasti bangga karena sudah memenangkan suaminya. Tapi, lihat saja nanti. Saat dia berhasil mengambil alih Luke dan menendang Selena dari rumahnya. “Tidak masalah. Nikmati suamiku selagi kau bisa. Aku tidak menjamin, kalian akan selamanya bersenang-senang di belakangku seperti ini,” sinis Anna dengan suara keras karena saat itu, kebetulan Luke sudah kembali ke kamar. Luke menatap Anna dengan pandangan tajam. Anna pun membalas tatapan mata Luke tak kalah tajamnya. Dia ingin membuktikan, jika dirinya tidak masalah dengan semua itu. Apa yang Luke lakukan dengan wanita jalang itu, sama sekali tak ada pengaruhnya. “Yang kau perintahkan sudah aku kerjakan, Tuan. Semoga harimu menyenangkan!” ucap Anna sebelum meninggalkan kamar yang membuatnya ingin meledak. Luke menghampiri Selena begitu Anna sudah pergi dan tinggal mereka berdua. Tangan Luke yang kasar, menarik rambut panjang Selena yang tergerai. “Jaga batasanmu! Kamu di sini, hanya wanita rendahan yang aku bayar mahal. Jangan campuri urusanku, atau kau akan menyesal! Paham?!” Selena mengangguk. Patuh dengan sang majikan. Berada dalam lingkup dunia hitam, membuatnya kebal terhadap rasa sakit bahkan hinaan. Dia menutup mata dan telinganya rapat-rapat untuk semua itu. Majikan seperti Luke, tidak akan dia lepaskan begitu saja. Dia akan melakukan apa pun, agar Luke tetap mempertahankan posisinya. *** “Hiks,” Anna meringkuk di sudut ruangan. Air matanya tak berhenti mengalir sejak keluar dari kamar suaminya. Anna benci dirinya yang terlalu lemah seperti ini. Dia ingin dirinya yang dulu. Yang tegar, kuat dan tak berperasaan. Dia ingin sisi jahatnya kembali. Tapi, kenapa sekarang dia tidak bisa. Kenapa dirinya terlalu rapuh? Apa seperti ini, posisi Jasmine saat dia menjahatinya dulu? “Jasmine, Hiks.. Hiks ... “ Anna memanggil-manggil nama Jasmine dalam isakannya. Dia sangat membutuhkan Jasmine sekarang. Tapi, bagaimana bisa dia bertemu Jasmine saat dirinya terkurung bersama moster seperti ini? “Anna! Anna!” Teriakan Luke, membuat Anna bangkit dan menghapus jejak air matanya. Wajahnya masih terlihat sembab, jadi Anna memutuskan untuk membasuh wajahnya terlebih dulu. “Ada apa?” tanya Anna begitu sampai sambil menundukkan kepala seperti biasa. Luke beranjak dan mencengkeram lengan Anna dengan kasar. “Bisa tidak, saat kita berbicara kamu menatap mataku huh?” Anna menggeleng kuat. Menatap mata Luke, menjadi kelemahan tersendiri yang membuat perasaannya semakin tersakiti. Anna tidak mau melihat mata yang sudah mengagumi wanita lain selain dirinya. Anna hanya menginginkan mata dengan sorot tajam itu, menyorot penuh ke arahnya. Tanpa bisa berpaling atau pun mengagumi wanita lain selain dirinya. Luke semakin emosi. Dia menarik rambut Anna dengan kuat. Membuat Anna mendongak untuk bisa bertatapan langsung dengannya. Tapi, yang di lakukan Anna, justru membuatnya semakin terpancing emosi. Anna menghindari tatapannya dengan menutup mata rapat-rapat. Apa yang di pikirkan Anna sampai-sampai Anna tidak mau walau hanya untuk sekadar melihatnya? Menatap matanya yang sialnya selalu ingin menatap mata sendu penuh ketegasan milik Anna? Plak! Kesabaran Luke habis. Luke menampar wajah Anna kuat-kuat sampai Anna tersungkur ke lantai dengan sudut bibir berdarah. Anna yang mendapatkan rasa sakit itu entah untuk yang keberatan kalinya, malah tertawa sumbang. Anna mengasihani dirinya sendiri, yang hanya bisa diam tanpa bisa melawan. Mulai detik ini, dia tidak akan melawan atau pun berkomentar. Semakin cepat Luke menghabisinya maka akan semakin baik. Setelah mati nanti, dia tidak akan merasakan sakit seperti ini lagi. Dia akan bahagia bersama ibu, ayahnya dan semuanya akan baik-baik saja. Dari sudut matanya, Anna bisa melihat siluet tubuh Luke yang meninggalkannya. “Bunuh aku sekarang! Puaskan dendammu! Lebih baik aku menyusul ayah dan ibuku dan kau bebas melakukan apa pun yang kamu mau!” teriak Anna penuh kesakitan tanpa bisa Anna bendung lagi. Anna hancur dan terluka. Kenapa hidupnya harus se menyakitkan ini? Sungguh dia tidak tahan, dan dia ingin mati saja. *** Sudah tersedia versi ebook
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD