“Hai! Siapa di sana???” teriak salah satu penjaga dengan suara beratnya saat melihat sekelebat bayangan hitam dari balik tembok.
Saat menyelinap masuk ke penjara bawah tanah di mana profesor Austin, profesor Grace, dan Profesor Zury disekap, James tiba-tiba saja ragu saat mendapati lima orang penjaga yang berjaga di depan sel-sel tahanan itu. Seketika ia mundur beberapa langkah, namun tanpa sengaja ia menyentuh tombol bulat berwarna merah yang tertempel di dinding lorong. Ya! James tanpa sengaja menekan salah satu dari sekian banyak alarm tanda bahaya. Tentu saja hal itu membuat posisinya terancam. Sudah pasti akan banyak pasukan yang menyerbu ruang bawah tanah itu.
Jamaes mundur beberapa langkah. Seketika adrenalinnya terpacu. Ia ragu untuk maju ke depan atau berlari menghindar meniggalkan ruang mengerikan itu. Tapi rasanya ia sudah tidak punya pilihan lain. Jika tidak saat ini juga ia berusaha membebaskan profesor, mungkin untuk kedepannya penjagaan akan lebih diperketat dan akan lebih sulit lagi untuk masuk ke dalam ruang bawah tanah itu. Kalaupun James harus tertangkap malam itu juga, ia sudah siap. James sudah memantapkan hatinya, hidup dan matinya sudah ia berikan sepenuhnya untuj profesor Austin. Dulu jika profesor Austin tidak menyelamatkan dirinya, mungkin ia sudah mati sejak dulu.
Dengan segenap keberanian dan kekuatannya, James melangkah maju dengan mengacungkan balok kayu yang digenggamnya, seolah menantang orang-orang yang tengah berlari di hadapannya. Tidak perduli s*****a apa yang mereka miliki. Apa pun akan ia terjang demi memenuhi misinya. Sekilas pandangan matanya tertuju pada sebuah kotak besi berukuran besar yang terletak tidak jauh dari tempat orang-orang itu berjaga. Melihat simbol yang tertera di sisi depan saja, James tahu bahwa itu adalah kotak untuk menyimpan persenjataan. James sudah bisa menebak penjaga-penjaga itu pasti akan berlari menuju kotak persenjataan itu karena James tak melihat mereka membawanya di tubuh mereka. James pun berusaha berlari lebih kencang untuk menghalangi mereka mengambil s*****a dari kotak itu. Karena jarak James lebih jauh, salah satu penjaga itu berhasil membuka kotak besi dan mengambil satu s*****a api jenis revolver. Dengan cepat, penjaga itu langsung mengacungkannya ke arah James. Beruntung James berhasil sampai di hadapan penjaga itu sebelum penjaga itu menarik pelatuknya dan…
Brukk!!
Untuk ke sekian kalinya James berhasil merobohkan satu penjaga. Kini tersisa empat orang yang harus ia robohkan. Ia ayunkan lagi balok kayu itu ke arah penjaga yang kini sudah berada di hadapannya. Tapi dengan tangkas, penjaga yang sepertinya memiliki tubuh yang paling besar dengan otot-otot yang menyembul keluar langsung menangkisnya. Bahkan ia berhasil menjatuhkan balok kayu itu dari tangan James.
Dalam hitungan sepersekian detik, James sudah mendapatkan pukulan di rahangnya hingga ia jatuh tersungkur. Darah segar pun mengalir dari ujung bibirnya. Sementara penjaga yang lain sudah berhasil mengambil s*****a-s*****a mereka.
James kembali mendapat pukulan kedua sebelum ia berhasil bangun dengan sempurna. Lagi-lagi darah mengalir, kali ini ia merasakan darah keluar dari dahinya. Sepertinya pemgawal itu memakai sebuah cincin di jarinya hingga mrmbuat luka yang dalam di dahinya.
“Ayo bangun! Cuma segitu tenagamu?!? Ayo lawan saya!” teriak pengawal yang sudah merobohkann James dengan jumawa dan disambut dengan gelak tawa teman-temannya yang lain.
“Atau kita habisi saja dia. Kita tembak di tempat!” celetuk pengawal lainnya yang sudah siap dengan s*****a apinya sambil mengarahkan ujungnya ke arah James.
“Tenang!” ucap pengawal pertama meminta semua menahan gerakannya sembari mengacungkan tangannya.
Paul melirik tajam ke arah pengawal bertubuh kekar itu. Rupanya dialah komandannya. Pantas saja tenaganya begitu kuat. Selama dua tahun James berlatih keras untuk malam ini, ternyata tenaganya masih kalah dengannya. “Kita bawa dia hidup-hidup ke Bos Paul samlai kita mendapat instruksi,” lanjutnya. “d**k, buka penutup kepalanya!” perintah pengawal pertama kepada temannya yang sepertinya oaling muda di antara mereka.
“Siap!” jawab d**k dengan lantang. Perlahan ia pun mendekat ke arah James sambil tersenyum dengan pandangan mengejek. Ia memutari tubuh James yang masih terkapar tak berdaya. Ia yakin James sudah tidak bisa melakukan apa pun.
Dengan kekuatan yang tersisa, James berusaha bangkit. Ia memutar pandangannya mencari balok kayu miliknya yang sudah dijatuhkan oleh pengawal tadi.
Sial, rupanya balok kayu miliknya terlempar cukup jauh. Tapi bagaimanapun juga ia harus bisa meraih balok kayu itu karena itu satu-satunya yang bisa ia pakai sebagai s*****a. James kembali mengedarkan pandangan ke arah pengawal-pengawal itu dan menunggunya sedikit lengah. Sementara pria yang ia ketahui bernama d**k masih mengintarinya dengan mimik wajah bengis. Ia mengepalkan tangannya, lalu memukul-mukulkan ke telepak tangan lainnya. Sepertinya ia sudah tidak sabar untuk membuka penutup kepala untuk melihat wajah pengkhianat itu.
James mengumpulkan sisa tenaganya. Ia harus bergerak cepat sebelum terlambat. Pasti pengawal lainnya sedang menuju ke tempatnya saat ini. Belum lagi pasukan yang berada di markas.
Tanpa pikir panjang, James segera berdiri dan berlari mengambil balok kayu itu. Pengawal pun dengan tak kalah gesit langsung bergerak menghalaunya hingga peluru diluncurkan untuk melumpuhkan James. Beruntung James bisa menghindarinya. Proyektil peluru itu melesat dan menghantam kotak kayu yang sepertinya berisi bahan makanan. James pun berbalik menyerang dan mengarahkan balok kayu itu ke arah pengawal bertubuh kekar itu. Membutuhkan dua kali ayunan untuk melumpuhkannya. Setelah itu ia berusaha menyingkirkan pengawal lain sebelum peluru kembali diarahkan kepadanya.
Dengan usahanya yang cukup keras, akhirnya James berhasil melumpuhkan semua pengawal. Ia langsung berlari ke sepanjang lorong dengan banyak ruangan-ruangan kecil dengan jeruji besi. Tangan kanannya masih menggenggam balok kayu, sementara tangan kirinya memegang segepok kunci yang ia ambil dari salah satu penjaga yang sudah ia taklukkan tadi. Kunci itu tergantung di bagian samping ikat pinggangnya, dan James yakin itu adalah kunci gembok sel-sel penjara itu.
Bagai mata pemburu, James terus berlari sepanjang lorong itu sambil memperhatikan orang-orang yang berada di dalam sel penjara itu. Ia terus mencari hingga akhirnya ia menemukan prosesor Zury di dalam sel yang sempit itu.
“Prof?” James menghentikan langkanya dan mendekat ke arah pintu besi itu. Ia mencari satu per satu anak kunci yang cocok untuk membuka gembok pintu itu dengan gugup.
Profesor Zury yang tengah duduk di sudut ruangan sel langsung bangkit begitu melihat James dan mendekat ke arahnya dengan tertatih. Sekilas ia melirik ke arah bangku yang biasa diduduki penjaga. Tidak ada siapa pun di sana. Pertanyaan Hubungan mereka memang tidak terlalu dekat, tapi profesor Zury tahu bahwa James memiliki hubungan yang sangat baik dengan profesor Austin. Entah hubungan apa yang membuatnya dekat, profesor Zury pun tidak tahu karena profesor Austin tidak pernah mengatakan apa pun kepadanya. Profesor Austin hanya bercerita mengenai perkenalan mereka beberapa tahun silam.
“James? Kenapa kamu di sini? Bagaimana caranya kamu bisa masuk?” tanya Profesor Zury. Ia terlihat cemas dengan keadaan James yang begitu nekat masuk ke dalam ruang bawah tanah itu.
Belum juga James sempat menjawab pertanyaan profesor Zury, beberapa orang dengan seragam hitam tampak berlari mendekat dengan mengacungkan samurai.
“Woy!” teriak salah satu pria berseragam hitam itu. Mereka berlari semakin kencang hingga suara derap sepatu mereka beradu dengan suara sirine yang terus meraung.
James semakin panik dibuatnya hingga tangannya bergetar. Segepok kunci yang dipegangnya pun jatuh ke lantai. Padahal ia sudah menemukan anak kunci yang cocok dengan gembok yang terpasang di pintu besi itu.
“Awas James!” pekik profesor Zury karena orang-orang itu semakin mendekat.
Entah kekuatan itu datang dari mana, James langsung mengambil samurai milik seorang penjaga yang sudah ia lumpuhkan sebelumnya, lalu mengayunkannya bertubi-tubi ke arah orang-orang berseragam hitam itu. Mungkin karena terdesak dan sudah melihat keadaan profesor Zury yang sangat memprihatinkan, kali ini James bertindak begitu beringas dan tanpa ampun. Ia tak bisa membayangkan bagaimana keadaan profesor Austin saat ini. Mungkin saja jauh lebih buruk daripada yang ia bayangkan sebelumnya karena profesor Austin lah yang dianggap sebagai dalang dari semua ini. Ia dianggap sengaja menyembunyikan di mana batu berlian itu berasal untuk kepentingan pribadinya.
James meluapkan seluruh kemarahannya kepada orang-orang di hadapannya itu. Semata-mata sebagai bentuk bahwa ia sama sekali tidak bisa menerima perlakuan orang-orang itu kepada profesor Austin yang sudah dianggapnya sebagai kakak, teman, sahabat, dan juga tempat di mana ia mencurahkan seluruh keluh kesahnya.
Darah segar yang terpercik di dinding-dinding ruangan sel itu menjadi saksi betapa James begitu murka, seolah tidak ada lagi rasa kemanusiaan yang selama ini ia agung-agungkan. Orang-orang itu tentu saja ikut andil dalam penderitaan yang dirasakan profesor-profesor itu. Jangankan profesor Zury yang menyaksikannya di depan mata kepalanya sendiri, James pun sampai memalingkan wajahnya saat samurai itu menebas leher lawannya. Mungkin tidak pernah terbayangkan dalam hidup James bahwa ia akan berada di posisinya saat ini.
Dalam hitungan detik saja, semua orang-orang itu sudah terkapar tak berdaya di atas lantai. James pun kembali membuka pintu besi di mana profesor Zury berada. Untungnya ia masih ingat anak kunci yang sesuai dengan gembok itu.
“Kamu ngga papa James?” tanya profesor Zury yang begitu khawatir setelah gembok itu berhasil terbuka.
“Ngga papa prof,” jawab James singkat sambil terus mengedarkan pandangannya mencari keberadaan profesor Austin dan Profesor Grace.
Suasana di dalam sel semakin riuh karena semua tahanan meminta untuk dibebaskan. Tak hanya berteriak-teriak, mereka pun memukul-mukul pintu besi untuk menarik perhatian James.
“Woy! Buka!” teriak tahanan yang dikurung di depan sel profesor Zury.
“Kalo kamu bebasin saya, saya kasih berapa pun yang kamu mau!” teriak yang lain menimpali. Tapi James dan profesor Zury tidak perduli. Mereka mengabaikannya dan keduanya pun bergerak cepat, berpacu dengan waktu mencari keberadaan dua temannya.
“James, lengan kamu…” ucap profesor Zury.
Reflek James pun melihat ke arah lengannya. Dan ia baru menyadari bahwa lengannya kini bersimbah darah karena terkena samurai saat bertarung tadi. Rasa sakit di bagian lengannya itu sama sekali tidak ia rasakan. Ia terlalu fokus pada misinya hingga mengabaikan semua tentang dirinya.
“Ngga papa prof… saya baik-baik saja.” Jawab James mantap.
“James…”
Tersengar suara seorang pria yang terdengar lemah di sel tahanan yang berada di ujung lorong. Tentu James sangat mengenal suara itu. Siapa lagi kalau bukan profesor Austin.
James dan profesor Zury pun bergegas menghampiri sumber suara itu. Dan benar seperti dugaannya, profesor Austin berada di dalam sel tahanan dengan kondisi kaki dirantai. Tak hanya itu, luka lebam pun menghiasi wajah dan tubuhnya. Beberapa bagian tubuhnya pun terdapat luka dengan darah yang sudah mengering. Betapa hancurnya hati James melihat profesor Austin tergolek tak berdaya di atas selembar kain yang sengaja ia letakkan di bawah tubuhnya sebagai alas tidur. James baru menyadari bahwa ia terlalu lama berlatih dan menyusun strategi hingga membuat keadaan semakin membutuk. Sementara sel tahanan profesor Grace berada tepat di depan profesor Austin sehingga lebih memudahkan untuk menolongnya. Keadaan prifesor Grace terlihat jauh lebih baik dibandingkan kedua rekannya. Mungkin mereka masih memandang profesor Grace sebagai seorang perempuan yang lemah.
Tanpa membuang waktu, James pun berusaha membuka gembok pintu di mana profesor Austin disekap. Sementara Profesor Zury menyelamatkan profesor Grace.
“Prof, anda tidak papa prof?” tanya Grace cemas ketika keduanya sudah berhasil keluar dari dalam sel.
Profesor Austin menganguk pelan. Terlihat ia begitu lemah berada dalam gendongan James karena tidak bisa berjalan. Kedua pergelangan kakinya pun terdapat luka karena terlalu lama rantai itu tidak terlepas dari kakinya. Sungguh biada perbuatan mereka! Profesor dianggapnya seperti seekor binatang. Gigi James terlihat gemeretak membayangkan perlakuan mereka.
“Ayo, kita harus cepat pergi dari sini sebelum pasukan -pasukan bodoh itu datang!” pekik James.
Profesor Zury dan profesor Grace pun mengikuti langkah James yang menggendong profesor Austin di punggungnya dengan cepat. James yakin, pasukan-pasukan itu pasti sebentar lagi akan datang ke tempat mereka saat ini. James sudah memperhitungkan waktunya dengan cermat, tapi sepertinya waktunya meleset karena ia terlalu lama saat membuka gembok pintunya. James pikir ketiganya dikurung di sel sama, tapi ternyata terpisah dan itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
Dari tempat mereka berada saat ini, terdengar suara derap langkah beberapa pasang sepatu. Bisa dibayangkan berapa puluh orang yang sedang menuju ke sana. Wajah profesor Grace seketika pucat pasi. Ia tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi jika mereka tertangkap kembali.
“Bagaimana ini?” tanya profesor Grace dengan suara bergetar.
“Tunggu, tunggu! Saya ingat ada jalan selain jalan utama itu. Saya pernah melihat penjaga beberapa kali lalu lalang,” ucap profesor Zury tiba-tiba.
“Anda yakin prof?” tanya James sambil memandang tajam ke arahnya.
Profesor Zurty mengangguk mantap.
Suara derap sepatu itu semakin keras terdengar, menandakan bahwa mereka sebentar lagi akan sampai di sana.
“Oke, ngga ada waktu lagi. Prof Zury, saya minta tolong selamatkan profesor Austin.” James memberikan kode supaya profesor Zury bergantian menggendong profesor Austin.
“Maksud kamu? Kita akan pergi sama-sama kan?” tanya Profesor Zury bingung.
“Tidak prof. Kalo kita pergi bersama, kita semua pasti akan tertangkap. Saya mohon, kalian pergilah biar saya yang menghadang mereka,” ucap James sembari mengambil pistol dan samurai yang awalnya dipakai para penjaga. Dengan sorot mata berkobar, ia menghadap arah di mana mereka akan datang. James yakin dengan keadaan mereka seperti ini, akan mudah sekali mereka mengejar. Mungkin satu-satunya cara agar mereka bebas adalah James lah yang harus berkorban untuk menghalau orang-orang itu.
“Tidak James, kalo kita pergi, kita harus pergi sama-sama.” Profesor Austin menegaskan.
“Saya mohon, prof. Kita sudah sampai di sini,” pinta James memohon. Ia pun ingin usahanya tidak sia-sia.
Terlihat raut kesedihan di wajah ketiga profesor itu.
“Prof, saya minta tolong. Jika terjadi sesuatu pada saya. Saya titipkan putra semata wayang saya. Jangan beritahu dia apa yang terjadi dengan saya. Saya mohon prof,” pinta James.
Dengan berat hati, profesor Austin pun mengangguk setuju. Ia tidak ingin mengecewakan James. “Saya janji sama kamu James. Saya akan berusaha selamat dari tempat ini. Tapi kamu pun juga harus berjanji untuk keluar dari sini dengan keadaan baik-baik saja.”
“Saya janji prof…” sahut James.
Tanpa buang waktu lagi, profesor Zury segera membawa profesor Austin dan profesor Grace keluar melalui pintu lain. Sementara James dengan gagah berani menghadang pasukan-pasukan itu untuk memberi waktu kepada ketiga profesor itu untuk pergi menyelamatkan diri.