Bab 13

1515 Words
Boston, Massachusetts November, 2006 Perhatian Dale sepenuhnya teralih ketika ia mendapati sosok familier yang sedang berjalan ke luar dituntun oleh seorang polisi. Dale langsung mengenali wanita tinggi berambut pirang kecoklatan itu sebagai Maggie. Kemunculan wanita itu di TKP telah mengejutkan Dale. Judd kemudian melihat ke arah yang sama ketika Dale menegakkan tubuhnya dari sandaran. "Itu Maggie Russell, kan?" tanya Judd. "Ya. Bagaimana dia bisa sampai di sini?" "Apa aku perlu turun untuk memastikannya?" "Tidak," cegah Dale sebelum Judd sempat bergerak dari kursinya. "Biar aku saja." Melepas sabuk pengamannya, Dale menekan tombol pengunci pintu kemudian turun dari dalam mobil. Langkah kakinya yang panjang membawa ia lebih cepat sampai pada Maggie. Wanita itu langsung menatap Dale tajam setelah melihatnya. Maggie terlihat baru saja menghubungi seseorang karena sekarang wanita itu mematikan ponselnya dan menunggu Dale untuk sampai di sana. "Miss Russell!" Sapa Dale begitu sampai di hadapan wanita itu. "Jadi kau sudah tahu semua ini?" Dale mengernyitkan dahinya. "Apa?" "Mayat di dalam sana? Apa Hugh sudah mengatakannya padamu?" "Tidak, sebenarnya aku bersama rekanku Judd sedang berusaha mengumpulkan informasi untuk menemukan adikmu." "Kalian membuang-buang waktu!" seru Maggie. Wanita itu menunjuk ke arah bangunan yang menjadi rumah seorang pendeta bernama Paul Scholes sekaligus TKP, kemudian berkata, "wanita di dalam sana, namanya Esther Renee. Dia dikabarkan menghilang sejak satu bulan yang lalu dan sekarang dia ditemukan tak bernyawa di dalam peti. Ibunya histeris melihat mayat Esther. Kau tahu apa artinya itu?" Ketika Dale hanya diam dan menatapnya, Maggie melanjutkan dengan sinis. Ia mengangkat satu jarinya kemudian menodongkan jari itu ke d**a Dale sembari berkata, "itu artinya segera temukan Kate! Aku tidak peduli kalau aku harus membayar lebih mahal. Aku mau Kate ditemukan sebelum hal-hal buruk terjadi padanya." Dale mendengus keras. Ia menangkap jari wanita itu dan menguncinya dengan keras. Maggie harus berusaha untuk bisa menarik lepas tangannya. Ada sesuatu dari cara Dale menatapnya yang membuat Maggie merasa kesal. Tapi jika dipikir-pikir lagi, laki-laki itu memang selalu tampak menyebalkan. "Aku sedang berusaha semampu yang aku bisa untuk menemukan adikmu, Ma'am. Sebaiknya kau tutup mulutmu dan biarkan aku bekerja dengan tenang." Ucapan Dale tampaknya membuat situasi semakin panas. Maggie membelalakkan matanya. Bibirnya sudah siap menghanturkan sejumlah protes. "Aku tidak mau tahu. Bagaimanapun kalian harus menemukan Kate dengan cepat." Dale masih diam dan memilih untuk tidak menanggapi Maggie, tapi tatapannya teralih sepenuhnya pada wanita itu. Keinginannya untuk mengatakan sejumlah komentar pedas untuk wanita itu seakan tertahan di lidah. Lebih baik tidak berdebat dengan Maggie. Ia telah menghadapi sejumlah klien yang sikapnya buruk seperti itu. Tapi Dale bersumpah Maggie adalah yang terburuk. Wanita itu bukan hanya berkomentar pedas terkait cara kerjanya, tapi Maggie Russell yang angkuh itu juga seorang pemaksa yang tidak punya perasaan. Menghela nafasnya, Dale berusaha meredam emosi yang telah berkecamuk. Ia telah memutuskan untuk bekerja profesional alih-alih mengikuti nafsunya. "Jadi kau melihat mayat itu?" "Ya." "Kau bilang dia Esther Renne?" Maggie mengangguk. "Seperti apa kelihatannya? Apa kau melihat bukti penyiksaan fisik di tubuh korban?" "Tidak. Tubuhnya tampak bersih dan berbau.. anyelir.. aku tidak yakin. Dia pasti sudah dimandikan dan dia memakai pakaian pengantin." "Pakaian pengantin?" "Itu yang kukatakan," Maggie menggerakkan giginya dengan kesal. "Apa lagi yang kau lihat?" "Seseorang meletakkan sebuket anyelir di tangannya dan aku melihat sebuah cincin di jari manisnya." Dale mengangguk dan ketika itu juga, Maggie menegurnya. "Bagaimana perkembangannya? Apa kau sudah berhasil menemukan informasi tentang Kate?" "Aku dan Judd telah mewawancarai Miss Emma Winslet pagi ini. Kami juga telah menggeledah ruangan nomor 54 di Liam Motel's, tempat di mana Kate tinggal sebelumnya." "Apa yang kau temukan di sana?" "Buku telepon, dan sejumlah bon di tong sampahnya." “Bon!” Maggie membeliakkan matanya. “Kalian ingin mencari Kate dengan petunjuk berupa bon?” “Bon untuk sejumlah transaksi di unit penyewaan mobil,” tegas Dale dengan kesal. “Menurutmu itu wajar jika adikmu menerima sejumlah uang dari unit penyewaan mobil, Miss Russell?” “Kate tidak pernah berhubungan dengan penyewa mobil.” “Itu dia. Kami bukannya mengumpulkan sampah yang tidak akan membantu apapun dalam penyelidikan kami. Beri kami waktu untuk menyelesaikan perkerjaan kami.” Setelah bertukar tatapan kesal dengan Dale, Maggie memeriksa ponselnya yang bergetar. Ia bergerak menjauh untuk menjawab panggilan dari Harry dan membiarkan Dale menunggu selama lima menit hingga Maggie menyelesaikan panggilannya. Ketika Maggie berbalik dan mendapati laki-laki itu masih berdiri di tempatnya sembari memandang lurus ke arah Maggie, Maggie langsung berkomentar pedas. “Kau membuang-buang waktumu dengan hanya berdiri di sana. Aku membayarmu untuk menemukan adikku.” Dale menahan makiannya di ujung lidah. Tidak ada gunanya bersikap baik di hadapan Maggie Russell. Dale berpikir bahwa mendebatnya juga tidak akan banyak membantu, jadi ia berjalan kembali dengan cepat meninggalkan Maggie untuk sampai di sedannya. Judd saat itu duduk tenang menunggu kedatangannya. Begitu Dale sampai di kursinya, Judd langsung bertanya, “bagaimana?” Dale tidak segera menanggapi Judd. Wajahnya tampak masam sedang tangannya terkepal erat di atas setir. Kalimat pertama yang ke luar dari mulutnya hanya, “si pirang itu sialan!” Menegakkan tubuhnya karena terkejut, Judd menatap Dale tajam. Sekujur tubuhnya tampak waspada. “Apa yang dia katakan?” Alih-alih mengadukan kekesalannya terhadap Maggie, Dale memilih untuk memberi informasi yang didapatnya dari wanita itu. “Korban di temukan bernama Esther Renee, dia telah dikabarkan menghilang sebulan yang lalu. Tidak ada bukti kekerasa fisik di tubuh korban. Korban tampak seperti jenazah yang sudah dimandikan dan mengenakan sebuah pakaian pengantin. Seseorang meletakan sebuket anyelir di tangan korban dan tepat di jari manisnya terdapat sebuah cincin.” “Deskripsi itu persis seperti mayat Amber yang ditemukan dua hari lalu, bukan?” “Ya benar,” Dale menyetujui. “Jadi, dua wanita yang dikabarkan menghilang selama sebulan ini telah ditemukan tewas dan seseorang meletakkan mayatnya di dalam peti, kemudian mengirim peti mati itu ke kediaman dua orang pendeta yang berbeda.” “Ya.” “Bagaimana cara kematiannya?” “Miss Russell tidak bisa memastikannya.” "Jadi modus operandi dari dua kasus pembunuhan yang terjadi dalam waktu dekat ini adalah membunuh dua orang wanita berambut pirang." "Ya. Usia kedua korban juga tidak berbeda jauh. Mereka wanita berusia sekitar awal dua puluh hingga akhir dua puluhan." "Bagaimana dengan latar belakang kedua korban?" tanya Judd. "Tidak ada kesamaan." "Apa mereka memiliki profesi yang sama?" "Tidak. Amber bekerja sebagai pelayan di sebuah toko elektronik. Sementara Esther adalah seorang aktivis muda yang sering mengikuti kegiatan touring. Secara usia Esther lebih muda dari Amber. Tapi mereka tetap seorang wanita muda, cantik dan aktraktif." Judd tertegun saat ia menatap rekannya yang tampak sibuk memikirkan sesuatu. Kemudian, Judd menyuarakan isi pikirannya. "Aku tahu kau berpikir kalau Kate memiliki ciri identik yang sama dengan kedua korban itu, bukan?" "Ya." "Menurutmu Kate juga menjadi salah satu korban pembunuhan peti mayat ini?" "Aku tidak yakin sampai kita menyelidiki jejak Javier." "Jika terbukti benar kalau Kate terlibat sebagai korban dalam kasus pembunuhan ini maka kita harus memahami pola permainannya Pembunuh itu menculik Amber dan Esther satu bulan yang lalu kemudian ia mengirim jasadnya setelah satu bulan. Kate telah menghilang selama sepuluh hari itu artinya waktu kita untuk menemukan Kate tersisa kurang dari dua puluh hari." "Kita tidak bisa menarik kesimpulan cepat kalau kasus ini ada kaitannya dengan menghilangnya Kate. Kita akan menemukan Kate dalam keadaan selamat," janji Dale. Judd yang saat itu terheran-heran menegakkan tubuhnya dari sandaran sembari menatap Dale tajam. "Apa yang terjadi dengan wanita itu?" Dale tersenyum. "Aku berteman cukup baik dengan Kate. Dia cantik dan dia suka sekali berbicara." "Bukan, aku bicara tentang kakak Kate, Maggie Russell. Kelihatannya kau tidak menyukai wanita itu?" Dalam seketika wajah Dale langsung memerah. Laki-laki itu tidak berhenti menatap ke depan saat memikirkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan Judd. "Kalau kau membaca profilnya dengan lebih baik, kau akan segera tahu kalau wanita itu memang tidak disukai semua orang." "Seburuk itukah?" "Ya!" Dale meraih kotak permen karet dan memasukan dua permen lagi ke dalam mulutnya. Ia menunjuk ke arah rumah sang pendeta saat berusaha mengalihkan pembicaraan mereka tentang Maggie Russell. "Aku akan masuk ke dalam dan bicara dengan Kirk Hammett." Judd menyipitkan kedua matanya ke arah Dale. "Kau kenal polisi itu?" Sembari menegakkan tubuhnya dari sandaran, Dale menjawab dengan enteng. "Tentu saja. Aku bicara di telepon dengannya dalam dua puluh menit selama tiga hari berturut-turut. Dia seperti saudaraku. Ayo! Kau bisa tetap di sini atau membantuku." Tersenyum, Judd memerhatikan Dale ketika rekannya bergerak turun dari dalam mobil. Dale tidak mungkin berbohong kalau pria itu mengenal Kirk yang memiliki kedudukan penting dalam kepolisian setelah O'Neill, dan Judd memercayai Dale sepenuhnya karena Dale adalah seorang mantan agen yang bekerja untuk negara. Pria itu telah menjalani lima tahun dalam hidupnya sebagai seorang mata-mat sebelum Dale akhirnya dilempar dari keanggotaan karena dianggap sebagai pengkhianat. Dalam beberapa tahun terburuk setelah Dale dikeluarkan dari birokrasi, Dale harus menghadapi sejumlah orang yang tidak berharap akan terlibat dengannya. Hingga Dale bertemu Hugh - satu-satunya orang yang memercayai Dale dan mampu melihat kebenarannya. Hugh tidak salah memercayai Dale bergabung dalam Agency yang didirikannya dengan reputasi baik. Nyatanya, reputasi buruk yang disandang Dale akibat dikeluarkan dari keanggotaan tidak memengaruhi citra Davisson Agency itu sendiri. Bahkan, sejauh ini Dale telah membuktikan dirinya dan menjadi yang terbaik di antara mereka dengan pengalamannya sebagai mata-mata negara.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD