Maggie mendapat kunjungan tak terduga dari Jared malam itu. Laki-laki itu datang sekitar pukul sebelas malam ke apartemen Maggie dengan tampilan yang agak berantakan: kemeja dan jasnya kusut, dasi merah yang biasanya selalu tampak menggantung dengan rapi di kerah kemejanya, kini terlihat longgar dan sedikit berantakan. Satu tangannya menggenggam sebuah tas kulit yang biasa dibawa, sementara satu yang lain memegang sebuah kunci mobil. Ada yang berbeda dari tampilan laki-laki itu. Wajahnya tampak memerah dan kalau Jared menunjukkan langkahnya yang goyah sedikit saja, Maggie akan berpikir kalau Jared sedang mabuk.
"Halo Maggie!" Sapa pria berusia akhir empat puluhan itu. Jared hanya delapan tahun lebih muda dari ayahnya. Ia telah bekerja sebagai penasihat Bill Russell sejak usianya dua puluh tujuh tahun. Dan setelah bertahun-tahun mengabadikan diri sebagai penasihat Russell Housetown yang super sibuk, Jared sampai melupakan urusan rumah tangganya.
Laki-laki itu tidak memiliki seorang anak. Tercatat sudah tiga kali bercerai dan saat ini statusnya menduda. Maggie yakin hal itu disebabkan oleh sikap Jared yang keras kepala dan suka mengatur. Wanita manapun tidak akan tahan tinggal satu atap bersama seorang pria yang begitu berambisi pada pekerjaannya hingga melupakan orang-orang di sekitarnya.
Meskipun begitu, Jared adalah seorang penasihat yang andal. Pengalamannya dalam berbisnis telah berperan besar dalam kesuksesan pengembangan jasa penyewaan rumah yang telah dijalankan oleh keluarga Russell secara turun temurun. Bakat Jared dalam berbisnis dan menjadi seorang penasihat merupakan bakat turunan. Laki-laki itu berada di garis keturunan orang-orang sukses meskipun Maggie benci untuk mengakuinya.
Sikap Jared adalah yang paling dibenci Maggie dari pria itu. Masalahnya Jared selalu berpikir kalau pria itu bisa melakukan segalanya dan menganggap Maggie tidak lebih dari sampah Russell yang tidak becus. Seandainya Maggie punya keberanian untuk memecat Jared. Tentu saja, itu sama artinya ia bertindak secara tidak profesional. Jared memegang lebih dari tujuh puluh lima persen saham Housetown dan mengendalikannya bahkan tanpa persetujuan Maggie. Pria itu adalah otak Bill Russell yang sangat sulit untuk disingkirkan.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Maggie dengan sinis begitu ia menatap Jared dari balik pintu suite-nya. Satu tangan Maggie yang bertengger di kenop pintu seolah telah bersiap untuk membanting pintu di depan wajah Jared.
"Bisnis," Jared menyuarakan kata-katanya dengan lembut. "Aku datang untuk membicarakan bisnis. Ini penting."
Maggie melirik ke arah jam dinding di belakangnya dan berpikir kalau itu bukanlah waktu yang tepat untuk membicarakan pekerjaan dengan orang yang begitu tergila-gila dengan bisnis perumahannya.
"Tidak, Jared. Sekarang sudah hampir tengah malam."
Jared mendengus. Laki-laki itu menampakkan seringai lebarnya yang selalu dibenci Maggie.
"Apa yang akan dikatakan Bill Russell jika dia ada di sini? Pemilik Russell Housetown mencoba menghindar dari tanggungjawab?"
"Waktu kerjaku sudah habis dan aku butuh istirahat."
"Aku akan membiarkanmu beristirahat tentu saja jika tidak ada hal penting yang harus kubicarakan sekarang. Sekarang kau akan membiarkanku masuk atau kita akan berdebat di sini hingga pagi?"
Berusaha meredam kekesalannya, Maggie membuka pintu lebih lebar dan memberi ruang bagi Jared untuk masuk. Ketika mereka sudah sampai di dalam, Maggie menutup pintu itu kemudian berjalan ke tiang besi untuk meraih jubah berbulu dan mengenakannya dengan cepat. Karena kehadiran Jared yang tiba-tiba, Maggie tidak sempat memilih pakaian pantas. Ia hanya mengenakan kain tipis berbahan sutra tanpa dalaman. Kehadiran Jared sekaligus membuat Maggie berpikir untuk menutupi tubuhnya dengan kain tebal, terutama karena laki-laki itu terlihat tidak stabil malam ini.
"Aku hanya punya cola di lemari pendingin," kata Maggie ketika Jared mengambil posisinya di atas sofa sembari menyelonjorkan kedua kakinya dengan santai. Laki-laki itu mengerang kesakitan saat merasakan pegal di sekujur tubuhnya.
"Tidak perlu, terima kasih. Aku sudah cukup minum malam ini."
Maggie mendelik melihat tingkah Jared. Sembari menyilangkan kedua tangannya di atas d**a, ia memutuskan untuk menyelesaikan pembicaraan itu dengan cepat. "Apa yang ingin kau bicarakan sebenarnya?"
"Kenapa kau tidak hadir dalam beberapa pertemuan penting akhir-akhir ini? Dan suruhanmu yang amatir itu,"
"Namanya Harry," potong Maggie dengan cepat. "Dan dia bukan seorang amatir. Dia tangan kananku. Dan karena kau bertanya aku akan memberitahumu kalau aku sibuk dengan pencarian adikku yang sudah hilang selama dua belas hari. Aku tidak akan bisa duduk tenang sebelum Kate ditemukan."
"Kate ya?" Jared mengernyitkan dahinya. "Wanita itu memang suka membuat masalah, bukan begitu? Si kecil Russell yang susah diatur. Aku pikir dia hanya sedang berlibur dan tidak memberitahunya padamu."
"Ini serius. Kalau kau hanya datang untuk mengatakan hal itu, kau membuang waktumu dengan percuma."
Jared bangkit berdiri. Matanya menyorot ke arah Maggie dengan serius. Hal serupa telah membuat Maggie merasa gentar. Tubuhnya bergetar di balik jubah berbulu tebal itu. Sejauh ini Maggie berhasil memasang tampang: jangan-coba-coba-bermain-main-denganku, pada Jared, tapi ia tidak yakin kalau malam ini ia berhasil menampakkan raut yang sama.
"Seperti kataku, aku datang untuk membicarakan bisnis," kata Jared. Laki-laki itu meletakkan tas dan kunci mobilnya di atas meja kemudian menyelipkan kedua tangannya di balik saku celana dengan pembawaannya yang biasa. "George, klien yang dua bulan ini kau tangani menuntut modalnya untuk dikembalikan karena dia berpikir kalau investasi itu tidak akan bertahan cukup lama."
"Apa kau memberinya jawaban?"
"Ya. Aku menolaknya, tentu saja."
"Tanpa mempertimbangkan persetujuanku?"
Jared menyeringai. "Apa yang akan kau katakan padanya? Aku sudah tahu kalau kau akan melepasnya dengan mudah. George adalah investasi besar untuk bisnis ini."
Maggie menggertakan giginya dengan kesal. Semakin hari tingkah Jared semakin menyebalkan. "Apa tanggapannya?"
"Dia ingin tujuh puluh lima persen modalnya dikembalikan sementara kita bisa menggunakan dua puluh lima persennya untuk memulai bisnis itu."
"Dan kau menyetujuinya?"
"Ya. Aku tahu itulah yang terbaik untuk Russell Housetown."
"Tapi itu sama artinya dengan kerugian."
"Kalau usaha itu berhasil kita akan mendapat dua kali lipat keuntungan dari yang disepakati."
"Dan kalau itu gagal?"
Hening sejenak.
"Segalanya harus dicoba, kan?"
"Tidak! Kau keliru. Kondisinya saat ini sedang memburuk. Kau seharusnya mendiskusikan hal ini denganku sebelum membuat keputusan. Ada lebih dari empat puluh persen saham yang masih tersedia. Artinya kita masih memiliki banyak peluang ketimbang melanjutkan investasi George. Sial kau! Kau sudah bertindak di luar batasanmu."
Raut wajah Jared berubah masam. Laki-laki itu menunjukkan portesnya dengan kata-kata. "Tugasku adalah mempertahankan bisnis ini tetap berkembang sementara kau lengah."
"Sialan, Jared! Aku bukannya lengah dan melepas tanggungjawabku. Aku butuh waktu setidaknya sampai Kate ditemukan."
"Kau tidak melakukan tugasmu. Aku yakin polisi sedang mengusahakan pencarian itu."
"Bukan karena kau berpikir kalau aku sebagai pemilik bisnis ini harus meluangkan seluruh waktuku untuk hal ini."
"Aku menasehatimu untuk berkerja secara profesional. Ayahmu juga akan mengatakan hal yang sama."
"Berhenti membicarakan ayahku!"
"Kenapa?" Kedua alis Jared saling bertaut. "Kau takut mengecewakannya, Maggie Russell?"
Laki-laki itu bergerak mendekat kemudian berhenti dalam jarak dua langkah dari Maggie. Kalau Jared bergerak lagi, Maggie bersumpah akan memukul telak wajah pria itu. Maggie membenci Jared karena selalu menyudutkannya dan ia lebih membencinya karena sekarang Jared menatap tubuh Maggie dengan cara yang tidak wajar.
"Tolong, beri aku waktu untuk berpikir, kau bisa pergi sekarang dan aku akan menghubungimu besok."
"Kenapa tidak kita selesaikan diskusi ini saja sekarang?"
Sekarang pria itu menyeringai ke arahnya. Maggie tahu apa yang terbesit dalam pikiran Jared dari cara laki-laki itu memandanginya.
Seolah membuktikan hal itu, Jared bergumam. "Aku tidak pernah menyadari hal ini sebelumnya, tapi kau benar-benar mirip ibumu. Mungkin, adikmu lebih mirip, tapi kalian sama cantiknya."
"Tutup mulutmu, Jared! Kau mabuk."
"Tidak, aku tidak mabuk. Aku bersungguh-sungguh saat mengatakan kalau dua putri Gladys Russell mewarisi kecantikannya."
"Tolong, keluar sekarang!" Pinta Maggie saat berusaha mengabaikan ketakutan yang dialaminya.
Jared berjalan lebih dekat dan Maggie belum sempat mencegah laki-laki itu ketika Jared menjulurkan tangannya untuk menarik tubuh Maggie lebih dekat. Hawa panas dirasakan Maggie saat laki-laki itu menempelkan tubuhnya lebih dekat dan secara sengaja menggesekkan bagian tubuhnya yang menonjol di atas perut Maggie. Maggie berusaha mendorong Jared, tapi satu tangan Jared yang lain telah menarik wajah Maggie lebih dekat dan laki-laki itu melumat bibirnya dengan kasar.
Maggie berteriak dan memprotes tindakan Jared. Secara impulsif, Maggie mengangkat tangannya untuk memukul bagian belakang kepala Jared hingga laki-laki itu melepaskan pangutan bibirnya sebelum bergerak menjauhi Jared. Kedua mata Maggie terbuka lebar dan tangannya bergetar setelah melihat bagaimana Jared bereaksi atas pukulannya barusan.
Tiba-tiba suara ponsel Maggie yang berdering mengalihkan perhatian mereka. Sambil terus menatap Jared dengan awas, Maggie meraih ponselnya di meja dan tanpa melihat siapa orang yang meneleponnya, Maggie mengangkat panggilan itu.
"Di sini Maggie." Maggie tidak bisa menyembunyikan rasa takut dalam suaranya yang bergetar. Bahkan ketika suara familier Dale muncul di seberang dan menyadarkan Maggie dari rasa takutnya akan keberadaan Jared di sana.
"Maaf mengganggumu, tapi aku pumya beberapa pertanyaan yang mungkin bisa kau jawab."
Ketika Maggie tidak juga menjawab, Dale menegurnya. Laki-laki itu seolah memahami ketakutan yang dialami Maggie.
"Miss Russell? Apa semuanya baik-baik saja?"
"Siapa itu?" Suara Jared membuat Maggie terkesiap. Ia masih menggenggam ponselnya di telinga dan tahu kalau Dale menangkap percakapannya dengan Jared melalui telepon. Maggie hanya menurunkan ponsel itu sedikit saat ia menunjuk ke arah pintu.
"Keluar! Sekarang!"
Jared mengangkat kedua alisnya. Dan ketika ia bergerak mendekat, di saat yang bersamaan Maggie mengambil langkah mundur.
"Aku akan menghubungi polisi sekarang! Keluar!" Maggie pikir dengan menggertaknya akan menghentikan pria itu. Nyatanya, Jared lebih cerdas dari yang dikiranya.
"Lalu apa yang akan kau lakukan? Menuntutku?"
"Kau mabuk! Sialan, keluar sekarang! Aku akan menghubungi petugas."
"Aku hanya ingin tahu siapa yang menghubungimu di tengah malam seperti ini? Apa itu panggilan tugas? Atau kekasihmu?"
"Itu bukan urusanmu!"
Jared mengangguk. Laki-laki itu berbalik untuk meraih tas dan kunci mobilnya kemudian bergerak ke ambang pintu. Sementara itu, Maggie masih menunggu dengan awas tempatnya. Suara Dale tidak muncul di seberang dan Maggie tahu kalau pria itu telah mendengar percakapan dengan Jared. Alih-alih memedulikannya, tatapan Maggie terus mengawasi Jared. Laki-laki itu kemudian membuka pintu dan berbalik untuk menatap Maggie kemudian tersenyum padanya. Darah Maggie seketika mendidih. Ia berharap bisa menghapus seringai itu dari wajah Jared untuk selamanya. Tapi yang bisa dilakukan Maggie tidak lebih dari berdiri di tempat dengan tangan bergetar dan ekspresi ketakutan yang tampak kentara.
"Kau seharusnya melihat wajahmu! Aku tahu kau juga menginginkannya. Tidak ada gunanya menyembunyikan hal itu. Tapi kalau kau berubah pikiran.."
"Keluar sekarang, berengsek!" Maggie nyaris berteriak. Tapi ia memang benar-benar ingin melakukan hal itu ketika emosinya tidak bisa ditahan lagi. Baru ketika Jared keluar dan menghilang dari pandangannya, Maggie cepat-cepat berlari ke arah pintu, menutup dan menguncinya dengan rapat sebelum bersandar di tepinya dengan perasaan kalut.
Setelah cukup lama terdiam dengan membayangkan dirinya sedang memukuli wajah Jared berkali-kali, Maggie baru sadar kalau telepon itu masih terhubung. Ia mengangkat ponselnya ke telinga dan menunggu suara Dale muncul di sana. Ketika suara itu tidak juga muncul, tiba-tiba Maggie merasa sesak luar biasa dan ia tidak dapat membendung kesedihannya.
"Maggie?" Suara Dale muncul di tengah isak tangis Maggie. Laki-laki itu memanggilnya dengan lembut.
"Aku minta maaf," kata Maggie setelah mengendalikan nafasnya yang tak beraturan.
"Aku bisa datang ke sana dan melihat apa yang bisa kubantu."
"Tidak. Jangan," Maggie terbata-bata, merasa sulit untuk menemukan kata-kata yang tepat dalam situasi itu. Apa yang Dale pikirkan tentangnya? Kenapa hal itu begitu penting? "Terima kasih, tapi semuanya aman di sini."
Hening.
"Detektif?"
"Ya."
"Apa yang ingin kau katakan?"
"Aku pikir aku akan membicarakannya besok. Aku akan membiarkanmu beristirahat. Jika ada sesuatu yang bisa ku bantu.."
"Tidak."
"Baik. Selamat malam, Miss Russell."
Maggie menutup telepon itu tanpa meresponsnya. Adalah hal terakhir yang ingin dilakukannya dengan mengatakan perasaannya pada Dale Harvey, pria yang beberapa hari belakangan telah mengambil sebagian besar tempat di otaknya. Jika ada sesuatu yang bisa memperburuk suasana hatinya, Maggie berharap ia tidak harus menghadapinya sekarang.