Bab 23

1451 Words
Maggie menghabiskan dua jam-nya yang berharga dengan berdebat dengan seorang pemikat wanita yang paling menyebalkan bernama Dale Harvey. Laki-laki itu bukan hanya membuat Maggie merasa kesal, tapi juga membuatnya terdengar seperti wanita bodoh. Ya Tuhan, Maggie! Cobalah untuk mengabaikan dia dan berbicara dengan benar. Sekarang kau terlihat sangat menggelikan. Maggie tidak pernah merasakan perasaan yang menggebu-gebu pada pria lain. Ia memang seseorang yang dikenal memiliki tempramen tinggi dan sangat sulit dibuat senang. Tapi Maggie tidak pernah merasa begitu emosi hanya dengan menghabiskan dua detik duduk di samping pria seperti Dale. Perasaan semacam itu seharusnya tidak muncul - tidak ketika Maggie seharuskan memfokuskan diri pada pencarian Kate. Dale berkali-kali mengatakan kalau mereka harus bekerjasama. Laki-laki itu tidak keliru. Jika Maggie ingin Kate ditemukan dengan cepat, ia juga harus bersikap kooperatif dan bukannya menyudutkan Dale dalam setiap kesempatan. Tapi perasaan itu seolah tak tertahankan dan muncul secara alami. Maggie tidak bisa menyalahkan dirinya karena membenci Dale, laki-laki itu memang menyebalkan - dan sangat tampan! Ya Tuhan! Menghabiskan makan siangnya di The Harp, West End bersama Dale juga bukan pilihan Maggie. Mereka hanya mencari sebuah tempat makan terdekat karena secara kebetulan saat itu sudah hampir pukul dua dan mereka belum memakan apapun sejak sarapan. Dale memilih kursi paling sudut. Ia menarik satu kursi dan mempersilakan Maggie untuk duduk lebih dulu. Sikap Dale membuat Maggie kesal, dan bukannya menerima sikap santun laki-laki itu, Maggie secara jelas membuktikan ketidaksopanannya saat ia menarik bangkunya sendiri di seberang kemudian duduk dengan wajah diangkat. Dale saat itu tersenyum. Laki-laki itu mendengus keras dan anehnya, hal itu membuatnya terlihat semakin menawan. Setelah Maggie menolak bantuannya, Dale tidak punya pilihan untuk berputar dan duduk di kursi yang ditariknya untuk Maggie. Hal pertama yang dikatakannya berhasil memunculkan kembali percik-percik amarah dalam wajah Maggie. “Apa yang kulakukan sehingga kau begitu membenciku, Miss Russell? Atau kau memang tidak terbiasa duduk bersama laki-laki sopan yang menarik kursinya untukmu?” “Tutup mulutmu!” sindir Maggie. Dale mengangkat kedua tangannya dengan gaya menyerah kemudian memanggil pelayan dan menyebutkan menu mereka. "Apa pesanan Anda, Sir?" tanya sang pelayan begitu mendatangi meja mereka dengan secarik kertas dan alat tulis untuk mencatat pesanan. "Apa menu spesial yang kau punya hari ini?" "Kami punya pasta dengan saus marinara dan Caprese dengan irisan mozzarella dan tomat." "Tolong, bawakan semua itu," Dale mengabaikan respons terkejut Maggie dan melanjutkan. “Aku juga ingin Buffalo Chicken DIP, Margherita, dan Crop Cosmo untuk minumannya. Bagaimana denganmu?” Dale menatap Maggie yang menyebutkan pesanannya dengan cepat. “Aku ingin Tully’s Lemonade dan Bourbon Glazed Salmon.” “Ada yang ingin ditambahkan?” tanya si pelayan sambil mencatat pesanan mereka dengan cepat. “Tambahkan menu dessert spesial hari ini. Itu saja," sahut Dale. Sang pelayan mengangguk kemudian pergi untuk menyiapkan pesanan mereka. Saat itu Dale mendapati Maggie memandanginya dengan heran. Apa lagi kesalahannya kali ini? "Aku tidak terbiasa berdebat saat makan siang," kata Dale. Namun, persis seperti dugaannya, Maggie mengabaikan ucapan itu dan menghanturkan sarkasme lain. "Apa kau akan menghabiskan semua makanan itu?" "Tentu saja," Dale mengangkat salah satu alisnya. Menurutnya, wanita itu terlalu banyak spekulasi. Dan berurusan dengan seseorang yang terlalu banyak spekulasi adalah hal terakhir yang ingin dilakukan Dale sepanjang hidupnya. Sedari kecil ia terlalu sering mendengar spekulasi baik dari John maupun Bryant, kakaknya. Bagi Dale seseorang dengan gaya hidup terlampau sempurna seperti mereka memiliki kehidupan yang membosankan. Dale tidak membutuhkan seorang wanita angkuh untuk masuk dan menambah daftar panjang itu. Ketika Dale berpikir kalau Maggie akan menghanturkan sarkasme berikutnya, ia justru dikejutkan dengan kebisuan wanita itu. Untuk memecahkan ketegangan, Dale berdeham dan mulai mengatakan satu-satunya pertanyaan yang terlintas dalam benaknya. "Aku penasaran di mana biasanya kau menghabiskan makan siangmu?" "Aku tidak terbiasa makan di luar." Dale mengangguk. "Aku mengerti. Seseorang membawakan makan siang untukmu. Benar-benar wanita sibuk. Apa kau pernah pergi untuk bersenang-senang, Maggie Russell?" Pertanyaan itu sekaligus memancing amarah Maggie yang sudah tampak di permukaan. Dale sepertinya tidak bisa membuat Maggie tenang barang sedetikpun. "Apa maksudmu?" "Aku hanya ingin menyarankanmu untuk mengambil waktu istirahat dan pergi berlibur." "Tidak ada waktu untuk berlibur!" Sanggah Maggie dengan cepat. "Tidak ketika adikku menghilang entah kemana." "Aku akan menemukan Kate," tegas Dale. Kedua mata birunya menatap Maggie. "Itu janjiku. Dan ketika aku sudah berjanji, aku benar-benar akan menepatinya." "Kita semua berharap begitu. Tapi, ayah dari ibuku dan kakek dari nenekku melarang kami dengan keras untuk membuat suatu janji yang tidak memiliki kepastian. Ayahku juga mengajarkan hal yang sama. Seluruh keluarga Russell menentang sesuatu yang sifatnya tidak pasti." Dale tersenyum. "Bahkan Bill Russell?" "Ya," jawab Maggie. "Ayahku orang yang cukup tegas, dia tidak akan mengucapkan suatu janji yang tidak bisa ditepatinya." Bersandar pada kursinya, Dale menganggapi ucapan Maggie dengan enteng. "Kalau begitu dia tidak cukup bijak." "Tahu apa kau.." "Dia membiarkan kau hidup dalam kepastian dan itu adalah hal paling besar yang mampu membunuh suatu harapan," potong Dale. "Coba bayangkan berapa banyak orang di dunia ini yang sedang berharap? Terkadang, kita tidak selalu bergantung pada sebuah kepastian. Ada saat di mana kita perlu berharap, dan harapan itu juga yang akan menjadi motivasi untuk kita." "Keluargaku tidak membesarkan Russell Housetown dengan sebuah harapan, Detektif!" kilah Maggie. Kedua matanya kini membulat sempurna dan Dale menangkap sekilas kilau di mata Maggie yang membuatnya terpesona. "Mungkin kau keliru," sanggah Dale. "Bukankah semuanya berawal dari sebuah harapan? Harapan untuk membangun Russell Housetown - harapan untuk menjadikan itu sebagai bisnis yang besar." "Oke, aku tidak melihat hubungannya dengan kasus menghilangnya Kate." "Jelas sekali ini berkaitan. Hal yang pertama perlu dilakukan adalah berharap kalau kita akan menemukan Kate dengan cepat." Ketika Dale mulai berpikir kalau Maggie akan mendukungnya, wanita itu justru membalikkan pertanyaan yang sama, "jadi kutebak kau tumbuh dalam keluarga yang terlalu sering berharap? Benar begitu?" Berusaha merilekskan tubuhnya, Dale menanggapi tudingan itu. "Tidak juga. Ayah dan kakakku adalah jenis orang yang sama persis sepertimu." Maggie menyipitkan kedua matanya penuh spekulasi. "Aku harap itu hal baik." "Beberapa di antaranya, sebagiannya lagi, aku tidak begitu menyukai sikap mereka." "Well, detektif. Aku sudah cukup mengerti maksud yang ingin kau sampaikan. Kau tidak perlu repot-repot menyelesaikannya." Senyum Dale terkesan kaku. "Aku bahkan belum selesai bicara. Kalau aku terlalu memedulikan kesopanan seperti yang selalu dilakukan kakakku, aku akan merasa tersinggung dengan ucapanmu barusan." "Well, kau bukan kakakmu. Dan kau tidak perlu repot-repot menjelaskannya padaku." "Apa kau tidak tertarik?" "Aku minta maaf, tapi sama sekali tidak." "Aku juga tidak tertarik pada wanita angkuh yang terlalu membanggakan dirinya dan tidak mau mendengarkan nasihat orang lain." Situasi menjadi semakin panas dalam setiap detiknya. Terutama ketika Maggie mencondongkan tubuhnya dan menatap Dale tajam sembari membalas komentar pedas itu. "Masalahmu, detektif, kau selalu berpikir kalau aku butuh nasihat dari seseorang sepertimu." "Ah, itulah alasan mengapa kau membutuhkannya. Karena kau selalu berpikir bahwa kau tidak membutuhkannya. Tidak semua orang bisa menerima sikapmu dengan tangan terbuka." "Dengar! Aku telah membayar jasa seorang psikiater yang aku kunjungi setiap minggu selama dua bulan terkahir. Aku tidak harus mendengar apa-apa lagi sekarang." "Aku mengerti, tapi coba pikirkan ini, Miss Russell! Kenapa kau harus repot-repot menghabiskan uangmu untuk membayar jasa seorang psikiater disaat aku secara gratis dan sukarela akan memberikan apa yang kau butuhkan?" Maggie menggertakkan giginya dengan kesal. Kedua tangannya kini sudah terkepal di atas meja. Wanita itu seolah siap menyerang Dale kapanpun dan sikap Dale yang tampak acuh tidak acuh membuat Maggie semakin berang. Kalau mereka berada di tempat yang lebih pribadi dan bukannya di tempat umum, sudah dapat dipastikan kalau Maggie akan menampar Dale saat itu juga - atau jika perlu meninjunya sehingga ia bisa menghapus seringai paling menyebalkan itu di wajah Dale. Dan seolah Tuhan menjawab kekhawatirannya, dua orang pelayan datang membawakan pesanan mereka. Segera setelah semua makanan terhidang, dan para pelayan itu pergi, Maggie meraih garpu dan pisaunya kemudian memperingati Dale dengan keras. "Sekarang, kita akan menghabiskan makanannya setelah itu, kita pergi. Sebaiknya, jangan berbicara lagi!" Dale menuruti persis seperti yang diperintahkan Maggie. Laki-laki itu menjadi lebih banyak diam dan hanya memfokuskan perhatiannya pada makanan. Yang membuat Maggie terkejut adalah nafsu makan Dale yang besar. Aneh sekali laki-laki itu tetap memiliki tubuh prima dengan nafsu makan sebesar itu. Tapi itu bukan pertanyaan lagi. Dale mungkin telah terlahir sebagai laki-laki tampan. Garis wajahnya yang tegas, mata biru gelapnya yang intens ditambah aura maskulinitas yang terpancar dalam setiap jengkal tubuhnya akan membuat setiap wanita tergila-gila. Dale memiliki aksen Inggris yang khas. Maggie segera tahu kalau pria itu seorang kelahiran Inggris saat pertama kali bicara dengannya. Dan kalau ia tidak salah tangkap, Dale memang memiliki aksen bariton yang hanya dimiliki oleh kalangan bangsawan. Tapi tentu saja, laki-laki dengan kata-kata kasar yang tidak bisa dikendalikan seperti Dale sangat jauh dari sebutan bangsawan. Peduli setan dengan pria itu! Itu bukan urusanmu, Maggie Russell. Cobalah untuk berpikir rasional! Tujuanmu hanya menemukan Kate! Pikiran Kate! Sialan, Dale!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD