BAB. 11 - Melepaskan

1161 Words
"Vin, Allea mana?" tanya Sandra pada Vino. Vino yang sibuk menyelesaikan tugas kantor langsung menghentikan pekerjaannya. Harusnya Vino ke kantin untuk makan siang, ia tidak berselera memakan apapun kecuali sarapan tadi pagi.   Vino menatap Sandra sekilas. "Allea tidak masuk kerja, mungkin ingin menenangkan diri. Akhir-akhir ini ia tampak lelah." Vino membenarkan kacamatanya, dan bertanya, "Ada hal penting?"   Sandra hanya menggeleng pelan, dan melempar senyum tipis. Vino tidak perlu tahu apa yang diinginkannya pada anak baru itu. Bukankah itu rahasia? Tetapi dalam beberapa menit setelah berpikir, Vino bisa dia andalkan untuk mengorek informasi tentang Allea. Mereka cukup dekat dan Allea sedikit lebih terbuka pada laki-laki itu. Namun, Sandra tidak ingin gegabah, ia harus berlagak senormal mungkin.   "Vin, apa mungkin Allea sakit? Aku agak mengkhawatirkannya soal keributan kemarin." Sandra sengaja memancing reaksi Vino. Benar saja, laki-laki bergaya rambut ala artis Korea itu seakan membenarkan dan ia mulai cemas.   Sandra kini duduk di kursi kosong tempat kerja Allea, tepat di samping Vino. Ia tak sabar melihat keseriusan Vino. "Apa sebaiknya kita ke rumahnya?" tanya Sandra, "Aku rasa itu ide bagus, tetapi aku tidak tahu alamat rumahnya."   "Bagaimana kalau mengecek datanya? Semua ada di sana 'kan?" Vino menaikkan satu alisnya yang tebal.   "Sayangnya sudah hilang." Sandra berbohong, "Bisa kamu minta data lengkapnya untukku? Hmm, maksudku, secara pelan-pelan dan tidak harus formal," bujuk Sandra senormal mungkin sambil membenarkan kerah jasnya agar Vino tidak menaruh curiga.   Kedua alis Vino bertaut, meski terdengar normal, sikap Sandra tidak biasa. "Lebih baik kamu yang memintanya langsung. Aku takut Allea salah paham hingga ia mengira aku mengganggu privasinya. Gadis itu cukup sensitif bila menyangkut urusan pribadi."   Vino benar, dan Sandra kembali memutar otak. Ia mengangguk kecil, agar terkesan menyetujui ucapan Vino. Dalam usahanya, Sandra masih berharap Vino dapat membantu, dan mengatakan seolah Vino ingin mengenal Allea lebih dekat. Ingin berkunjung di akhir pekan misalnya, atau berkenalan dengan anggota keluarga, memberi kejutan ulang tahun atau semacamnya.   "Heii, apa itu berlebihan? Aku pikir kamu akan cemburu," sindir Vino, dalam hati ia merasa ada yang janggal mengingat betapa pencemburunya Sandra.   Tawa Sandra nyaris meledak, ia merasa geli. "Tidak lagi, Vin. Ternyata melupakan seseorang itu mudah, jika kita sudah mengenal sosok baru." Wajah Sandra tampak merona. Melihat keceriaan yang berbeda pada mantan kekasihnya itu, Vino menjadi bertanya-tanya, ia mengingat ucapan Allea, apa benar Sandra sedang jatuh cinta?   "Siapa laki-laki yang sudah mencuri hatimu itu?" serobot Vino, sambil mengulum senyum menggoda.   "Akan kuberitahu jika kamu berhasil mendapatkan banyak informasi tentang Allea," jawab Sandra cepat, dan segera menyadari ia keceplosan. Sandra membekap mulut.   "Terlalu mudah ditebak. Aku hanya mengetes," timpal Vino cepat.   "Benarkah?" Kedua mata Sandra membesar, "aku curiga pada Allea, gadis itu terlalu sensitif melihat situasi dan kondisi." Ia mengalihkan pembicaraan mengenai karakter Allea dan berharap Vino segera melupakan soal ucapannya tadi.   "Kamu benar," sahut Vino bersemangat. "Kalau bukan Allea, mungkin aku tidak akan tahu."   Sandra menggeleng tak percaya. Tetapi ia tak peduli, yang terpenting Vino sadar bahwa dirinya sudah tidak berharap untuk dicintai kembali.   "Tebakan yang keren." Bibir Sandra mencebik, dan Vino sempat menggoda soal 'gebetan' barunya itu.   Tiba-tiba saja sebuah keheningan menelusup ke tengah obrolan Vino dan Sandra, kedua mata mereka sempat beradu pandang, membuat keduanya kikuk.   Mata Vino menelusuri garis wajah Sandra, gadis itu tetap cantik seperti dulu. Tidak ada perubahan apapun selain warna lipstik favoritnya. Kini Sandra memakai polesan bibir berwarna agak gelap. Merah keunguan yang lembut. Ukiran alis dibuat sedikit terangkat dan eyeshadow gelap di kelopak mata besarnya membuat kesan dingin dan tertutup. Padahal Vino tahu, Sandra gadis yang ceria dan agak cerewet.   "A-aku minta maaf," ucap Vino begitu saja. Ia agak gugup mengatakannya, tetapi Vino berpikir, mungkin sekaranglah waktunya.   Sandra menarik napas dalam dan mengeluarkannya secara perlahan, ia berusaha mengatur napas agar tetap normal. Ia tahu, ke mana arah pembicaraan Vino.   "Aku ... egois. Harusnya dulu aku memberimu kesempatan." Suara Vino terdengar menggaung, orang-orang di sekililingnya tampak sepi, di jam istirahat mereka seperti zombie kelaparan dan menyerbu kantin dan kafe. Tinggal hanya beberapa orang yang masih enggan beranjak dari tempat duduk.   Sekarang Sandra melihat Vino dengan mata berkabut, ia tidak menyangka Vino berani mengucapkannya. "Tidak masalah, aku lah yang salah. Jadi ... aku menghargai keputusanmu. Aku memang bodoh, Vin. Aku pikir, laki-laki itu benar-benar mencintaiku, kenyataannya, aku harus terluka. Luka yang kubuat sendiri."   Penyesalan itu kembali menohok, Sandra mengingat betapa bodohnya ia. Kita tidak akan mendapatkan pasangan yang sempurna meski berkali-kali mencari pengganti, kesempurnaan itu ada dalam diri kita sendiri. Seberapa besar kita menerima kekurangan dari pasangan kita? Sandra baru menyadari kekeliruannya. Saat Vino ia lepas, ia menyesal, ternyata Vino lebih baik dari selingkuhannya.   Laki-laki yang dipacari Sandra--saat hubungannya dengan Vino sedikit bermasalah--ternyata seorang penipu ulung, dan suka mengobral janji. Ia mengatakan memiliki segalanya, kekayaan, cinta, dan apapun yang Sandra inginkan, padahal ia hanyalah laki-laki menyedihkan yang tidak memiliki prestasi dalam bidang apapun untuk dibanggakan. Tetapi Sandra sudah gelap mata dan ia merasa telah menemukan pasangan yang sempurna. Hingga ia mengakhiri hubungannya dengan Vino begitu saja, meninggalkan kekewaaan banyak kekecewaan.   Senyum Vino melebar, ia tidak ingin melihat Sandra menyesali perbuatannya lagi dan mengenang masa sulitnya. "Bisakah kita tidak menyalahkan diri sendiri? Aku tidak keberatan jika kita bersahabat, kalau kamu mau." Vino berkata dengan mimik cuek tetapi terlihat lucu.   Sandra menggigit bibir, Vino berhasil membuat perasaannya lebih ringan. "Sahabat? Itu ide yang bagus," seru Sandra senang. Secara spontan Vino mengacak rambut Sandra lalu menertawainya, seperti yang dulu sering ia lakukan. Bedanya, kini ia menyayangi Sandra tidak lebih dari seorang sahabat.   Keterbukaan membuat mereka tampak lebih baik satu sama lain. Tidak ada perasaan tersakiti atas pengalaman hubungan mereka sebelumnya, tidak pula rasa canggung dan perasaan terluka. Vino sendiri sudah meminta maaf atas sikapnya selama ini, sedangkan Sandra, ia menatap bangga pada Vino. Laki-laki itu tidak salah, untuk apa mempertahan seseorang jika orang itu tidak pantas tuk diperjuangkan? Sandra akhirnya menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri.     “Ingin makan siang bersama?” tawar Sandra bersemangat, “mengerjakan tugas segunung pasti membutuhkan banyak energi.”   “Ide yang bagus, aku sudah mulai kelelahan sekarang. Sialan si Allea, tugasnya sekarang menjadi tanggungjawabku.” Vino menertawakan dirinya sendiri. Mengingat Allea ia memang selalu gemas.   Sandra tersenyum miring, rasa sayang Vino pada Allea sangat terlihat di matanya. “Allea akan kecewa kalau kamu tidak memikirkan kesehatan. Ayo!”   Sandra sudah menjauh dari meja Vino, perutnya pun sudah sangat lapar.   “Kali ini biar aku yang traktir,” pinta Vino yang sudah di samping Sandra. Tapi gadis itu malah menatap Vino seolah tidak setuju.   “Kenapa?”   “Kamu kan belum gajian, Vin?”   Vino tersenyum lebar, ia tak menyangka Sandra masih begitu perhatian. Tapi ia ingin mentraktir Sandra kali ini.   “Biar aku yang traktir. Hitung-hitung ucapan terima kasihku karena sudah mau membantu mencari informasi tentang Allea.” Sandra mengedipkan mata.   “Yah, baiklah. Nanti kalau aku sudah gajian, aku yang traktir. Kamu harus mau.” Vino setengah memaksa.   Tak ada yang lebih menyenangkan dari menjalin persahabatan dari mantan. Vino memang laki-laki yang baik, Sandra tak tahan untuk tidak memamerkan senyum lebarnya. Dan itu membuat Vino merasa bahagia.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD