Part 4

1080 Words
Irna selesai mengantar kepergian Rian, gadis itu menuju ke ruangan ICU untuk memeriksa beberapa pasien. "Ini resep untuknya, dan berikan pereda nyeri jika pasien kembali merasa sakit, jika tidak tidak perlu." Ucapnya pada salah satu asistennya. Kemudian keluar dari dalam ruangan tersebut. Tugasnya hari ini sudah selesai, dia bersiap kembali menuju ke ruangannya untuk mengambil tasnya. Sampai di parkiran dia kembali melihat Evan Herlands, pria itu sepertinya mengikutinya kemanapun dia pergi. Irna mengabaikannya, lalu secepat mungkin masuk ke dalam mobilnya. Gadis itu tidak ingin terlibat masalah dengan pria m***m itu. Pikirnya dia harus secepatnya pulang sekarang. Irna segera melajukan mobilnya menuju ke Resort Fredian. Dan ketika melewati jalan yang di sekitarnya terdapat padang rumput juga banyak pepohonan, mobilnya mendadak berhenti. Irna melihat kab mobilnya berasap. "Astaga! Kenapa harus sekarang!" Gerutunya kesal sekali sambil berkacak pinggang. Dia mencoba menghubungi ponsel Fredian, tapi tidak bisa tersambung. Ponsel pria itu terus-menerus sibuk. Irna membenturkan kepalanya di kaca mobilnya. "Duk! Duk! Duk! Bagaimana sekarang? Rian juga tidak bisa dihubungi!" Menggigit ujung kuku jarinya berjalan mondar-mandir di tepi jalan. Berharap ada taksi atau kendaraan lain yang melintas. Dia sempat berpikir itu kerjaan Evan tapi tidak, pria itu juga tidak menunjukkan batang hidungnya di sana. "Triiing!" Ponselnya berdering nyaring, dia bahagia melihat nama suaminya tertera di sana. "Halo Fred? Aku.." "Halo Kaila, Fredian masih sibuk. Jadi aku yang terima teleponnya." "Kamu! Karin! Wanita jalang!" Geram Irna sambil meremas jemari tangannya. Karin adalah wanita yang selalu ingin merebut hati Fredian dari Irna Damayanti. "Kenapa? Kamu terkejut aku bisa sampai ke Perancis? Kaila Elzana, kamu tidak pantas untuk Fredian! w************n seperti dirimu harusnya pergi ke neraka! Tutt! Tuut!" Panggilan ponselnya terputus begitu saja. Kini Irna semakin geram, jarak dari tempatnya berdiri dengan Resort Fredian masih lumayan jauh, terpaksa dia melepaskan high heels miliknya dan menenteng tasnya menuju Resort Fredian. Masih sekitar satu kilometer baru bisa keluar dari padang rumput yang hampir mirip dengan hutan itu. "Ciaaakkkkk! Ciaaaakkk!" Suara jeritan burung malam mulai terdengar menghiasi suasana menjelang petang tersebut. Melintas berterbangan di atas kepalanya. Pertanda ada mahluk lain yang datang hingga membuat burung-burung hitam itu kabur dari dalam sarangnya. Irna menatap ke arah sekitarnya. "Sebenarnya kenapa kekuatan tubuhku tiba-tiba jadi lemah begini?" Bergumam sambil berhenti melangkah menatap kedua telapak tangannya sendiri. Belum habis gadis itu berjalan keluar rerimbunan pohon, suasana sudah gelap gulita. Irna terpaksa menggunakan senter menggunakan ponselnya untuk menerangi jalannya. "Sraaakkkkk! Sraaakkk!" Terdengar suara berisik dari belakang punggungnya, gadis itu segera menoleh ke belakang punggungnya melihat ke arah suara. Tidak ada apa-apa di sana. "Huhhh.. " Irna menghela nafas panjang, berharap segera keluar dari dalam jalan penuh rerimbunan pohon-pohon. Matanya menatap liar ke sekitarnya, pandangan matanya kabur karena penuh dengan gelapnya malam. Hampir tidak ada celah untuk melihat rembulan di sela-sela dedaunan. "Sraakk! Jlug! Astaga!" Sosok hitam sudah berdiri tegak di hadapannya. Irna memekik karena sangat terkejut. Dia melihat sosok tinggi besar, memakai jubah menatap tajam ke arahnya. Matanya merah menyala dan gigi taringnya mencuat keluar dari bibirnya. Irna tidak melihat rambutnya karena mahluk tersebut memakai tudung kepala. "Vampir?" Gumam Irna sambil melangkah mundur. Irna berusaha berlari sekuat tenaga, kini dia malah berbalik arah kembali menuju ke rumah sakit. Mahluk tersebut berdiri diam di sana. Irna sedikit merasa aneh, penuh tanya dalam benaknya. "Jika dia menginginkanku, kenapa tidak mengejar? Malah tetap berdiri di sana?" Irna masih menatap ke belakang sambil terus berlari. "Bruuuk! Akkh!" Irna memekik karena menabrak sesuatu. Dan dia membelalakkan matanya menatap mahluk itu sudah berdiri di depan matanya. Dan dia tadi menabraknya. Kini dia juga sudah merasa sangat lelah berlari. "Hah! Hah! Hah!" Nafas Irna tersengal-sengal karena lelah berlari. "Dasar sial! Bukannya aku juga vampir! Lalu kenapa harus kabur! Kalau mati ya mati saja! Palingan bakal reinkarnasi lagi!" Gumamnya sambil menatap wajah mengerikan di depannya itu. Irna menyeringai ketika mahluk tersebut menatap wajah cantiknya dengan tatapan penuh rasa haus. "Darah pemikat! Sial sekali!" Gerutu Irna lagi, saat vampir tersebut menerjang ke arahnya. "Syuuuut! Brakk!" Irna berhasil berkelit, membuat mahluk tersebut tidak mengenai sasaran. "Syyuuuhk! Graakkk! Syahhhhssshh!" Saat mahluk tersebut berniat menyerang lagi, Evan Herlands menghadang di depan Irna menggunakan tombak silver metalik menghabisi vampir tersebut hingga hangus berubah menjadi debu. "Kamu! Pemburu?" Irna terkejut setengah mati melihat pria itu tersenyum melihatnya. "Ayo pulang." Menarik pergelangan tangan kanannya menuju ke mobilnya. "Lepaskan tanganku!" Irna mengibaskan tangannya dari genggaman Evan, pria itu hanya berkacak pinggang sambil tersenyum melihat wajah cantik penuh amarah di depannya itu. "Kamu mau mereka berdatangan lagi? Memangsamu? Oke aku akan pergi duluan, kamu sambut saja vampir-vampir ganas itu nanti!" Evan mendahuluinya menuju mobil miliknya sambil melambaikan tangannya pada Irna. Irna kebingungan antara iya dan tidak, di sisi lain menjadi mangsa vampir juga sangat buruk! Di sisi pria m***m itu juga sama buruknya. Jadi tidak ada yang menguntungkan di pihaknya saat ini. "Tunggu! Kamu mau mengantarkan aku ke Resort?" Tanya Irna pada Evan Herlands. Masih berdiri di luar pintu mobil pria itu. "Ngapain ke Resort? Ke rumahku!" Ujarnya berterus terang ingin membawa Irna pulang ke rumahnya. "Ya sudah lupakan saja, sepertinya dokter cantik favoritmu ini lebih baik jadi makanan vampir itu." Ucap Irna sambil mengangkat kedua alisnya. Irna bisa menebak kedatangan Evan ke sana saat itu bukanlah kebetulan. Pria itu terus-menerus menguntitnya, dan itu membuat dirinya sedikit aman. Walau tidak sepenuhnya aman juga berada di sekitar pria m***m itu. "Oke! Aku antar ke Resort!" Ucap Evan sambil membukakan pintu mobilnya. Lalu mengantarkan Irna ke Resort Fredian. Dia hanya menurunkan Irna di depan gerbang, dia tahu Fredian bisa saja membunuhnya jika mengetahuinya datang satu mobil bersama Irna. Evan tahu Fredian cinta buta pada Kaila Elzana, dia tidak ingin membuat masalah. Hingga menyebabkan dirinya tidak bisa bertemu dengan dokter favoritnya itu lagi. Sampai di resort, Irna segera menuju ke ruangan Fredian. Asistennya bilang suaminya sedang meeting di luar Resort. "Sendirian lagi!" Gerutu Irna sambil melangkah masuk lalu melepaskan jas putihnya dan menggantungnya di gantungan dalam ruang kerja Fredian. "Kapan dia akan pulang?" Irna melihat ke arah jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Irna sedikit khawatir karena Karin yang menghubungi dirinya waktu di jalan tadi. Dia tidak ingin berpikir negatif tentang suaminya. Tapi resah dalam hatinya juga sama sulitnya untuk di tepis. Dalam benaknya Fredian bersama dengan wanita yang selalu menjadi saingannya itu, sejak mereka tinggal di London. Irna kembali menghubungi Fredian, tapi kini malah tidak aktif. Ponsel suaminya tidak bisa dihubungi sama sekali. "Apa yang terjadi padamu Fred! Semoga saja tidak ada hubungannya dengan wanita jalang itu!" Geram Irna sambil meremas ujung gaunnya. Gadis itu menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. Menunggu Fredian kembali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD