"Rosma suruh mengalah dulu lah, lagian waktu mu juga lebih banyak dengan Rosma kan? setiap malam juga kamu mengelabuhi Alika tidur dengannya, padahal kamu selalu menyelinap untuk ke rumah Rosma. Iya kan? sudah Rosma suruh ngalah dulu, daripada rahasia kita terbongkar?" jawab Mama memberi perintah.
Alika kaget bukan kepalang.
Apa maksud dari semua ini? benarkah suami yang di Belanya dan di jaga marwahnya telah mengkhianatinya? kebodohan apa yang ada pada dirinya hingga menjadi permainan keluarga suaminya. Alika masih siap menunggu berita apalagi yang akan di dengarnya.
"Tapi mana bisa Ma? Rosma pasti akan marah besar andai dia tahu kalau aku malam ini menginap di rumah Mama bersama Alika. Aku juga nggak mau kehilangan Rosma Ma, Rosma adalah istri impianku istri yang aku cintai sepenuh hati, seperti mama yang takut kehilangan menantu seperti Alika yang menjadi pohon uang Mama, seperti itu juga aku takut kehilangan istri ku Rosma." Tak ayal perkataan Bimo berhasil membuat Alika syok, seperti terhantam batu besar, dadanya terasa sesak.
"Apa kata Mas Bimo tadi? pohon uang? istri impian? istri yang sangat di cintai sepenuh hati? oh tuhan semua sudah berjalan lebih dari 3 tahun dan aku baru mengetahui? Apa aku benar sebodoh itu?" Batin Alika penuh luka dan kecewa.
Segera Alika tersadar dan mencoba bangkit, "Sudahlah aku akan mengurungkan niatku untuk menginap di sini, akan aku tahan mas Bimo untuk di sisiku malam ini, akan aku cari tahu secepatnya siapa wanita bernama Rosma itu dan sejak kapan pula mereka telah resmi menikah?" seingatnya Alika tak pernah menandatangani surat persetujuan poligami.
"Aku akan mengusut tuntas, aku akan mulai dari wanita itu dulu Mas, setelah itu baru orang tuamu." tatap Alika lurus.
Setelah itu dia pun beranjak menuju ruang tamu di mana ada suaminya dan Mama mertuanya, entah Papa mertuanya kemana Alika pun tak tahu dan tak berniat menanyakannya.
"Loh Alika, sudah siap kamarnya? cepat sekali?" tanya Mertua Alika gugup, dia takut perbincangannya di ketahui dan di dengar oleh menantunya.
"Maaf Ma, kayaknya Alika berubah fikiran deh Ma, Alika mau pulang saja, tapi nanti dulu lah, Alika masih pengen ngobrol sama Mama, nanti agak malam baru Alika akan pulang bareng Mas Bimo, iya kan Mas?" Tanya Alika ke suami kertasnya itu.
Bimo hanya mengangguk, dia melihat jam di tangannya, mungkin dia takut terlambat memenuhi janjinya kepada Rosma yang mengidam untuk dekat dengannya.
"Biarlah akan ku ajak jantungmu berdisko ria malam ini Mas," batin Alika tersenyum simpul di samping Bimo.
"Pantes saja kamu tak pernah menyentuhku sama sekali, ternyata malammu juga sudah sering habis bersama istri ke duamu itu." Kini Alika pun tampak berfikir.
Sebenarnya apa yang terjadi selama ini? senyenyak itukah tidurnya? kenapa pula dia sama sekali tak menyadari jika suaminya selalu pergi di malam hari saat dia tertidur? adakah Bimo mencampur sesuatu ke dalam makanan atau minumannya selama ini? ini juga akan aku selidiki Mas, batin alika penuh tanya dan dendam.
"Ma, kami menikah sudah lebih dari 3 tahun loh Ma, apa Mama tak kepengen memiliki cucu dari Mas Bimo?" tanya Alika enteng dan memperhatikan mimik wajah Ibu mertuanya.
"Kami tak terlalu terburu-buru kok Al, kami sudah punya cucu dari Ros," seketika Mama menutup mulut atas ucapannya sendiri yang hampir keceplosan menyebut nama istri kedua Mas Bimo.
"Ros siapa Ma?" tanya Alika mencoba memancing kejujuran mertuanya.
"Em anu itu, Sheila maksud Mama bukan Ros," jawab Mama tergagap.
"Apa sih Al kok kamu begitu sama Mama? jelas Mama salah sebut tadi." Bimo mencoba membela kegagapan mamanya.
"Oh salah sebut ya? kirain punya menantu bernama Ros, tapi anak lelaki Mama kan cuma Mas Bimo kan?" tanya Alika pura-pura bingung.
Seketika ekspresi Bimo dan mama terlihat salah tingkah seperti maling yang tertangkap basah.
Alika tersenyum kecut menyaksikan itu. Lalu Alika menyerang kembali dengan pertanyaan lain yang tentu saja akan membuat mereka mati kutu."Ma, apa mama selama ini tahu permasalahan yang di simpan mas Bimo?" tanya Alika menggantung.
"Permasalahan apa ya Al? mama nggak ngerti maksud kamu, tapii permasalahan Bimo bukannya permasalahanmu ya?" tanya Mama mertuanya sedikit kebingungan ke arah mana perkataan menantunya tersebut.
Alika seketika menunduk wajahnya sangat lemas dan tiba-tiba terlihat sangat sedih, air mata tiba-tiba membanjiri pipi mulusnya tersebut.
"Mas Bimo mengaku impoten Ma," Mata Bimo dan mamanya membulat seketika dengan pernyataan Alika.
Mereka terbengong tak percaya jika Alika berani membuka obrolan tentang hal itu. saat mereka masih sibuk dengan fikiran mereka masing-masing Alika menyambung bicaranya.
"Kok kamu seperti ini Mas, aku ingin merasakan kehidupan rumah tangga seperti pada umumnya, ini apa mas? jangankan kehidupan seperti mereka, malam pertama saja aku belum merasakannya, padahal kita menikah sudah 3tahun lebih Mas, kamu tak pernah menyentuhku sama sekali, bahkan ciuman pun tak pernah kau daratkan di bibirku, apakah semua itu tak penting untukmu Mas? kalau memang iya semua itu tak penting, baiklah Mas, akan lebih baik kita sampai di sini saja, aku tak mau hidup dalam rumah tangga yang tak sehat dan tak layak seperti ini, aku tak mau Mas," meski air mata itu sungguhan tapi bukan karena dia tak di sentuh oleh Bimo, tapi lebih karena dia merasa di bodoh-bodohi satu keluarga tak atau diri ini.
"Eeee kok kamu malah berfikir mau pisah dari Bimo? jangan gitu dong Al, mari kita bahas dan kita temukan solusi untuk permasalahan kalian ini." kata mama mertua menanggapi keluhan Alika, tentu dia tak akan mau jika mereka berpisah, karena itu berarti aliran dana akan terputus jika mereka bercerai.
"Bagaimana mau mendapatkan solusi, lawong Mas Bimo di ajak periksa dan berobat aja menolak. Coba Mama tanya ke anak lelaki Mama itu, apa alasannya," kata Alika penuh drama. Bimo pun menjawab pertanyaan Alika.
"Aku malu Al, aku malu untuk berkonsultasi, dimana akan ku letakkan mukaku jika orang lain tahu permasalahanku," jawab Bimo yang terlihat mencoba-coba mencari alasan yang tepat.
"Kalau menurut Mama bagaimana? apa Alika salah kalau mengajak Mas Bimo untuk periksa? Alika mau Mas Bimo sembuh dan bisa menjadi suami seutuhnya untukku!." kini giliran Mama mertuanya yang gelagapan atas pertanyaan Alika.
"Bagaimana ya? Mama jadi bingung, terserah pada Bimo saja lah," kata-kata Mama penuh keputusasaan.
"Berarti Mama tak menginginkan mas Bimo untuk sembuh, begitu kah Ma? apa Mama tak ingin memiliki keturunan dari Mas Bimo? itu berarti garis keturunan Papa akan berhenti di mas Bimo saja. Begitu maksud Mama?" perkataan Alika sengaja di jeda sebentar.
"Kalau begitu Alika minta, tolong lepaskan Alika, Alika tak mau pernikahan seperti ini, Alika ingin berumah tangga secara sehat. dan kalau Mas Bimo tak mau melepaskan Alika, Alika akan ajukan gugatan cerai...!" kemudian Alika berdiri dan hendak berlalu dari mereka semua.