Pengumuman Cerai

1235 Words
Hanum terpaksa pulang ke rumah karena ayahnya memaksanya untuk kembali pulang untuk menjelaskan tentang foto foto isu perselingkuhannya dengan seorang pria. Ternyata Bahran memang menunjukan foto itu kepada keluarganya. Hanum kira tak perlu acara sidang keluarga untuk mengumumkan kalau ia dan Bahran akan bercerai. Toh setelah isu perselingkuhan itu terkuak, Bahran berhak mengajukan gugatan dan dengan begitu ia bisa menikahi Cintia, kakaknya. Hanum terkejut ketika sampai di rumah, ayahnya memanggilnya ke dalam ruang kerja. Ia tak menyangka ayahnya marah besar dengan foto yang diperlihatkan Bahran. " Kamu memang tak pandai bersyukur mendapatka suami seperti Bahran, dia begitu baik pada kita, mau menyelamatkan perusahaan kita. Untung saja ia tak marah saat kakakmu meninggalkannya " Hanum hanya tercenung mendengar pernyataan ayahnya. dia diperlakukan dengan baik, dengan baik apanya. Ia bahkan tak dianggap ada. Bahkan debu yang kotor masih bisa dilihat, ia selama hampir dua tahun ini hidup sendiri, di kamar pengantin ditinggalkan sendiri tidur dengan bantal guling. " Nggak masalah kan pa, dengan begitu dia tinggal ceraikan Hanum lalu menikah dengan wanita yang ia sukai " Hanum duduk sambil menghela nafas panjang. Ia ingin segera keluar dari sandiwara yang menyakitkan ini. " Hanum jaga bicaramu, Bahran itu laki laki setia, dia tak pernah mengkhianatimu, jadi hargailah dia. Dia memang terkesan cuek karna dia itu pengusaha banyak hal yang dia kerjakan hingga kadang kamu diabaikan " Hanum memutar bola malas. Setia, cih...setia pada kak Cintia dan setia untuk membuat hatiku teriris setiap hari, Hanum membatin. Hari ini kita akan menjenguk ibu mertuamu yang jatuh sakit. Bahran akan menjemputmu. Kalau ngambek jangan lama lama, biasa itu persoalan rumah tangga. Bahran janji akan memperhatikanmu. Belum sempat Hanum bicara pintu diketuk dari luar. Tuan Dennis membuka pintu, Art memberi tahu mereka kalau suami Hanum sudah datang. Hanum menyandarkan diri di kursi, seakan enggan menemui laki laki yang selalu dirindukan selama ini. Entah kenapa akhir akhir ini ia seperti dibutuhkan. Jelas sekali itu bukan karena cinta. " Hanum ! " tegur Dennis sambil menatap tajam putrinya. Hanum berdiri dengan malas, ia melangkah keluar menemui sang suami yang tak ingin ditemuinya, ia rasa keputusan menjauh itu keputusan yang terbaik. Bahran dari ruang tamu melihat kehadiran istri yang sudah beberapa hari ia cari, foto Hanum bersama seorang laki laki itu tak sengaja dilihat oleh ayah mertuanya saat Bahran termenung di ruang kerjanya. Dennis mengira Bahran termenung gara gara itu. " Kami pergi dulu pa " pamit Bahran pada Dennis. Ia menarik tangan Hanum agar lebih mendekat padanya. " Lepaskan tanganku ! " bentak Hanum melihat tangannya digenggam Bahran. Laki laki itu mengangkat kedua tangannya. Ia membukakan pintu mobil. Hanum masuk ke dalam mobil dan saat berjalan ia memilih diam. " Mama terus menanyakan kamu, kenapa kamu menghilang tiba tiba ? " tanya Bahran setelah beberapa saat mereka terdiam. " O.., kuliahku sudah selesai jadi aku butuh kerja untuk aktualisasi diri, mungkin untuk menabung seandainya aku punya rumah tangga yang sesungguhnya " Bahran hanya menoleh sebentar, ia tak menanggapi. Ia hanya menatap lurus ke depan. Ia ingat kembali foto Hanum dengan seorang laki laki dan ia sangat kenal laki laki itu. " Benar kamu punya hubungan dengan Bagas ? " Hanum sontak menoleh pada Bahran, ia tak menyangka kalau Bahran mengenal salah seorang pengusaha yang ia kenal secara tak sengaja di sebuah Expo perdagangan. Jelas isi perselingkuhan itu ia rekayasa untuk memuluskan rencana perceraian yang telah mereka atur. " Bukan urusan kakak, dengan siapa aku punya hubungan yang jelas aku sudah memenuhi permintaan kalian, salah satu cara agar perceraian berjalan mulus. Biar ku korbankan imageku. Mama pasti tidak menginginkan menantu yang suka selingkuh " Bahran terdiam sejenak, Ia memutar kemudi menuju halaman sebuah restoran. " Kita makan dulu " " Tapi aku sudah makan " sanggah Hanum, ia tak ingin punya momen berdua yang akan selalu ia kenang. Itu menyakitkan karna laki laki itu tak pernah punya cinta untuknya. " Tapi aku belum makan, apa salahnya sesekali kamu temani aku makan, aku masih suami kamu Hanum " " Bisa nggak kakak nggak pakai istilah suami disini, aku ini pekerja sandiwara kalian, masa kerjaku hampir habis, bisa nggak aku bernafas lega, mengejar impianku sendiri " Bahran terlihat gelisah mendengar ucapan Hanum, ada sesuatu yang memang ingin ia sampaikan dan ia yakin Hanum tak akan menyetujui permintaannya, ada rasa bersalah telah membuat gadis itu terperangkap permintaan ia dan kekasihnya. Ia bingung dengan permintaan sang ibu yang memintanya untuk segera memeriksakan kesuburan mereka karena hampir dua tahun pernikahan mereka belum juga dikarunia keturunan. Hanya mereka berdua yang tahu kenapa Hanum tak hamil hamil. Sampai saat ini Hanum masih perawan. Bahran tak pernah menyentuhnya sesuai permintaan Cintia. " Aku minta kamu jangan bicarakan tentang perpisahan di depan mama " ucap Bahran saat membuka seatbelt tapi Hanum keburu keluar mobil. Saat Hanum keluar ia melihat Bagas melambaikan tangan padanya. Hanum mendekati. " Sebentar ya kak, mungkin ini acara PDKT ku. Aku ingin bekerja di perusahaannya " ucap Hanum sebelum Bahran sempat mencegahnya. Alhasil Hanum makan bersama Bagas sementara Bahran hanya menatap dua insan yang terlihat bahagia itu di sudut restoran. Entah kenapa hatinya sendu melihat wajah ceria Hanum. Ia ingat ucapan mamanya. " Mama tahu, kamu tak ingin mengenal Hanum karena ia tak secantik Cintia tapi suatu saat kamu mengerti kalau Hanum adalah mutiara yang tersembunyi dibalik kabut " Bahran mendekati Bagas yang merupakan teman kuliahnya dulu. Ia menepuk bahu Hanum. " Hei...Bahran, senang bertemu denganmu " Bagas berdiri menyalami Bahran. " Baik gas, boleh saya ajak Hanum pulang, dia...." " Kak Bahran, ini kakak iparku mas Bagas " Hanum mendahului ucapan Bahran. Bagas mengangguk angguk. Bahran melihat Hanum dengan sudut mata. " Boleh tapi kalian hati hati.., jangan khianati kakakmu Num " goda Bagas, Hanum hanya tersenyum lebar lalu mengejar langkah Bahran yang terlebih dahulu berjalan meninggalkan meja Bagas. " Kakak kenapa ? apa kak Cintia nggak ngasih kabar ? kok tampangnya lesu gitu, mama pasti menerima kak Cintia " Bahran hanya diam tak menanggapi ucapan Hanum, ia lalu masuk mobil dan menjalankan mobil dengan cepat menuju rumah sakit. Dudah beberapa hari mamanya dirawat dirumah sakit, ia terus menanyakan keberadaan Hanum pada Bahran. Laki laki itu kebingungan karena ia tak tahu keberadaan istrinya sendiri. Semua keluarga Bahran berkumpul di ruang rawat inap ibu Bahran. Hanum pikir inilah saat ia mengumumkan perceraian itu. Hingga ia bebas menentukan langkah hidupnya, ia harus mengubur cintanya pada Bahran yang lebih mencintai kakaknya. " Pa..., Ma...sebelum Hanum minta maaf baru datang. Hanum ingin menyampaikan sesuatu, mungkin bagi Hanum ini langkah yang harus Hanum ambil " Bahran yang sudah menduga apa yang di sampaikan Hanum segera menutup mulut Hanum sebelum Hanum berkata mereka akan bercerai. " Kami akan ber...hmmmmp....." Bahran menutup mulut Hanum. " Hanum bersedia hamil ma, selama ini kami menundanya karena Hanum masih kuliah " ucap Bahran sambil membawa Hanum keluar dengan mulut tertutup tangannya. " Au ! " teriak Bahran ketika Hanum menggigit jari kelingkingnya. " Mama sakit Num, jangan biarkan mama drop gara berita cerai ini, saya mohon Num, beri sedikit waktu untuk menjalankan sanidwara ini, Cintia pasti mengerti " " Mau berapa lama lagi kak, aku ingin mengejar masa depanku, mencari laki laki yang mencintaiku sungguh sungguh " Bahran memijit pelipisnya, ia mengangkat telpon dari Cintia. " Ya...sayang..., nanti malam aku telpon. Aku lagi dirumah sakit " Hanum mendorong tubuh Bahran dan segera masuk ke rumah sakit. Ia pamit pada ibu mertuanya lalu keluar dari pintu lain, ia berencana kembali ke tempatnya bekerja. Ia memesan tiket pesawat malam itu juga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD