60 hari tersisa
Seorang wanita muda terlihat kelelahan mengemasi barang barangnya. Ia merebahkan diri diatas ranjang dengan tarikan nafas sangat dalam, ia membelai seprei lembut itu.
" Sudahlah Num...sekarang waktunya kamu berhenti berharap, kamu harus kejar mimpi mimpimu " ucapnya sambil memandang langit langit. Ia memendarkan pandangan ke sekeliling matanya berhenti pada pajangan foto pernikahan, Dua wajah yang tersenyum hambar. Tidak terlihat sepasang pengantin yang bahagia di hari pernikahan mereka.
Hanum memandang surat dari HRD sebuah perusahaan, ia diterima sebagai karyawan keuangan di perusahaan yang ia lamar satu minggu lagi tapi ia harus meninggalkan kota kelahirannya karena perusahaan itu berada di luar pulau jawa.
Keesokan harinya Hanum berada di atas kapal memandang lautan lepas. Tak bisa ia lukiskan sendunya hatinya saat ini, tapi ia baru saja tersenyum menatap langit.
" Semangat Hanum ! kamu pasti menemukan kebahagianmu " teriak Hanum dalam hati. Setelah
Hanum memulai aktifitas sebagai karyawan disebuah perusahaaan manufaktur. Ia berada dalam tim produksi. Kesibukannya bekerja membuatnya melupakan apa yang terjadi dalam hidupnya, ia bertekad membangun impiannya di kota kecil, di pinggiran pantai.
Telpon Hanum berdering ketika ia hendak memasuki gedung tempat ia akan memulai aktifitas kerjanya. Ia melihat sebentar lalu membiarkan panggilan itu berlalu, panggilan berbunyi lagi dan Hanum membiarkan panggian itu bergetar, sebentar lagi ia akan masuk kantor. Nomor tak di kenal, Hanum pikir itu teman kuliahnya dulu yang menghubunginya.
Saat jam makan siang panggilan terjadi lagi, Hanum mengangkatnya dan terkejut dengan suara yang menghubunginya.
“ Kamu kemana saja Hanum, semua orang mencari kamu dan menanyakan kepada saya kenapa kamu tidak datang ke rumah mama “
Hanum meletakkan hp ke d**a. Itu suara suaminya, laki laki yang sebentar lagi akan melepaskannya sesuai perjanjian mereka.
“ Perjanjian kita akan berakhir enam puluh hari lagi kak, aku punya impian yang harus aku kejar, Nanti aku hubungi mama “
“ Kamu ada dimana sekarang ? “
“ Apa itu penting kak ? “ balas Hanum dengan suara berkabut. Ia berusaha menahan gemuruh hatinya. Selama hampir dua tahun ia menahan perasaannya, berharap ada celah hati yang terbuka dari laki laki yang dicintainya. Dua tahun berstatus sebagai istri tapi ia tidur sendiri.
“ Hanum, saya ini suami kamu ! “ bentaknya yang membuat Hanum mematikan panggilan. Mengaku suami, tapi nggak tahu apa hak istri. Geram Hanum dalam hati. Ia hanya jadi pengantin pengganti demi ambisi kakaknya yang meninggalkan hari akad demi karir.
Menjadi pengantin pengganti untuk laki laki yang dicintainya. Kak Cintia yang lebih canti darinya yang dipilih Bahran lelaki pujaannya selama ini. Laki laki itu bahkan sama sekali tak ingin mengenalnya, memberikan waktu untuk sekedar berbincang biasa.
Masih jelas dalam ingatan Hanum saat ia ke bandara menjemput teman. Ia melihat Bahran memeluk kak Cintia yang baru datang dari luar negri. Ini memang sesuai kesepakatan mereka. Tepat enam puluh hari lagi ia harus rela dicerai Bahran sesuai perjanjian ketika ia bersedia menjadi pengantin pengganti untuk kakaknya.
“ Sudahlah, saat ini aku harus memikirkan diriku sendiri “
Hanum mematikan ponsel dan kembali menyibukkan diri dengan pekerjaan. Saat sampai dirumah, ia baru menghidupkan hp. Ia mendapatkan begitu banyak panggilan dari Bahran. Ada apa setelah ia pergi beberapa hari, laki laki itu menghubunginya, selama mereka begitu dekat, mengajak berbincang saja ia tak pernah.
[ Please Hanum, angkat telpon saya. Ini tentang mama, dia khawatir sama kamu ]
Hanum menghela nafas panjang. Meski ia tak dianggap ada oleh Bahran, tapi ibu mertuanya begitu menghargai keberadaannya. Hanum senantiasa memasakkan makan siang untuk ibu mertuanya. Ia bersikap bahwa ia dan Bahran punya hubungan yang baik, rumah tangga mereka berjalan dengan baik. Ia sudah bertekad mengahiri sandiwara itu, salah satunya pergi, benar pergi dari kehidupan Bahran yang sebentar lagi akan menikahi kakaknya.
Telpon kembali berdering. Hanum mengangkatnya.
" Ya kak "
" Hanum, bisa kamu pulang sekarang. Mama akan menahan saya terus di rumahnya sampai kamu pulang "
" Maaf kak, saya nggak bisa. Sekarang saya ada di luar kota " Hening. Hanum hanya mendengar helaan nafas kasar.
" Kenapa kamu pergi tidak minta izin sama saya, bagaimanapun saya suami kamu Hanum ! "
" Kak Bahran, bisa mengoreksi kata kata kakak sendiri. Aku ini hanya istri diatas kertas, Enam puluh hari lagi perjanjian kita berakhir. Sudah saya sedang sibuk. Nanti saya hubungi mama " Hanum mematikan panggilan, ia menghempaskan hp ke kasur. Mengaku suami tapi tak pernah memberikan haknya sebagai istri. Jangankan disentuh, di pandang pun tidak.
Hanum menghubungi ibu mertuanya, seperti biasa ia kembali bersandiwara kalau hatinya baik baik saja. Ia meminta ibu Bahran melepaskan anaknya karna ia sekarang ada keperluan di luar kota dan kembali berhasil.
Hanum segera memblokir nomor Bahran agar tak menghubunginya lagi tapi sebelum itu ia mengirim pesan.
[ Sudah, mama sudah bisa ku bujuk. Sekarang jangan ganggu aku lagi. Sebentar lagi kontrak Cintia selesai dan kalian bisa meraih kebahagiaan kalian yang tertunda ]
Di tempat lain, Bahran termenung membaca chat Hanum. Ia memikirkan kembali kata kata mamanya.
" Hanum itu anak yang baik nak, kamu tahu Tuhanlah yang memilihkannya untukmu dengan memisahkan kamu dengan Cintia. Sejak kamu makan masakan Hanum, lambung kamu tidak pernah bermasalah lagi. Makan siang yang dikirimkan kurir itu bukan masakan mama tapi masakan Hanum "
Bahran memandang foto pernikahannya dengan Hanum yang diletakkan mamanya di depan meja kerjanya, sekalipun ia tak pernah memandang Hanum. Dari penampilan Hanum dan Cintia itu jauh berbeda. Kulit Cintia lebih putih, ia lebih tinggi. Tapi Hanum tidak jelek, ia menunjukan aura wanita lokal dengan pesona eksotis kulitnya. Senyumnya begitu menyejukan siapa saja yang melihatnya.
Enam puluh hari lagi perjanjian itu selesai. Ia akan berpisah dengan Hanum dan Cintia akan kembali ke tanah air.
Notifikasi masuk ke hp Bahran. Ia terkejut ketika melihat foto Hanum bersama seorang pria. Ia kenal dengan pria yang berdiri di samping Hanum. Musuhnya waktu SMA.
[ Bilang saja aku punya selingkuhan kak ]
Ketika Bahran ingin menghubungi, nomornya kembali di blokir. Laki laki itu mengeram kesal.
Ia segera meminta bantuan seseorang untuk melacak keberadaan Hanum namun beberapa hari belum menemukan hasil. Sampai ia pulang ke apartemen dan menemukan sebuah surat panggilan kerja. Ia tersenyum senang.
" Jangan kira kamu bisa lepas dari aku Hanum "