Rion menghela napas gusar. Bahkan dia menyadari, Naina berubah kasar semenjak bertemu dengan Ferry. “Sebaiknya Abang pulang! Besok kita nikah!” Tak menyahut, Rion berjalan mendekati kasur, duduk tepat di sisi Naina. Pandangannya berubah teduh, berbeda dengan Naina yang berdebar saat Rion meletakkan dua telapak tangannya di kedua pipi pucat adiknya ini. “Nai.” Naina menunduk dalam, menikmati detak gugup saat Rion menempelkan dahi mereka. Hal yang dulu sering Rion lakukan, semua terasa berbeda sekarang. Naina mengeratkan jemari di sisi kasur, merasakan napas hangat abangnya ini terpapar di kulit wajahnya. “Abang menderita, Nai. Abang sakit karena harus membenci Nai yang paling abang sayangi.” Lantas, Rion mengecup dalam dahi si cantik keturunan Kharisma tersebut. Menyampaikan kasih ya