Setibanya di gedung Eighty Automotive, Rhys memarkirkan mobil sport tersebut tepat di depan pintu lobby. Seorang valet mobil yang sudah sangat tahu mobil Rhys segera berlari untuk membukakan pintu mobil sisi pengemudi. Tak begitu lama, Rhys keluar dari dalam mobil dengan kacamata hitam bertengger pada batang hidungnya dan memberikan kunci mobil tersebut pada seorang valet untuk memarkirkannya.
Rhys berjalan masuk ke dalam gedungnya. Seluruh staf karyawan yang sedang berlalu lalang menghentikan aktifitas mereka hanya untuk membungkuk memberi hormat pada Rhys.
Dari kejauhan, terlihat seorang pria berlari ke arahnya dengan membawa beberapa berkas di tangannya.
"Tuan Rysh, kenapa anda tidak mengabari saya akan datang ke kantor hari ini?" tanya pria itu.
"Apa aku harus memberitahumu jika aku ingin mendatangi perusahaanku sendiri?" tanya Rhys dengan nada dingin.
"Bukan begitu maksud saya tuan. Hanya saja, saya bisa mempersiapkan segalanya jika tahu anda akan datang hari ini," sahut pria itu.
"Jo, kita adakan meeting evaluasi penjualan hari ini!" Cetus Rhys.
Pria yang diketahui bernama Jonathan tersebut segera menghentikan langkahnya dan membungkuk tanda ia menerima perintah yang atasannya berikan.
Sedangkan Rhys melangkahkan kakinya masuk ke dalam lift khusus untuknya, dan langsung membawanya ke lantai empat gedung tersebut.
Drrttt ...
Drrttt ...
Drrttt ...
Terdengar suara ponsel bergetar dari balik saku jasnya. Rhys merogoh ponsel dalam sakunya lalu menggeser tombol hijau ke atas. Pria itu lantas menempelkan ponselnya ditelinga, bertepatan dengan pintu lift yang terbuka.
"Kau dimana?" tanya Harris dari seberang telepon.
"Aku baru saja tiba di kantorku," sahut Rhys.
"Hotel? Atau Eighty?" tanya Harris lagi.
"Eighty. Apa kau akan kemari? Jika iya, sebaiknya kau tidak membawa segerombolan anak buahmu kemari karena akan membuat para karyawanku curiga!"
Terdengar suara gelak tawa cukup keras dari seberang telepon. "Baiklah, aku tidak akan membawa anak buahku. Kau tak perlu khawatir."
"Tiga puluh menit lagi aku ada meeting dengan para karyawan. Kau bisa datang kemari setelah meetingku selesai."
"Baiklah. Aku hanya akan memberikan sebuah chip yang aku ceritakan tadi pagi. Kita akan memulai misi itu hari ini!"
"Aku akan menghubungi Miller dan Ethan terlebih dahulu," ujar Rhys seraya memutuskan sambungan teleponnya.
Pria itu mendudukkan tubuhnya diatas sofa dalam ruangannya. Rhys menekan mini earpiece di dalam telinganya lalu mulai terhubung pada Miller dalam jaringan pribadi.
"Harris akan mengirimkan chip rahasia untuk menemukan ketiga chip lainnya. Kita akan memulai misi itu hari ini!" ujar Rhys.
"Apa kau sudah memberitahu Ethan?"
"Belum. Hubungi Ethan, kita akan berkumpul dimarkas utama sore hari." Titah Rhys seraya memutuskan sambungan teleponnya.
Sedangkan di lain tempat, Abigail masih menangis dan mengurung dirinya. Kilatan kejadian semalam terus bermunculan dalam pikirannya.
Ia bahkan membiarkan ponselnya terus berdering diatas nakas dan tetap larut dalam pikirannya. Ia meraih foto kedua orangtuanya lalu dipeluknya dengan erat.
"Mom ... Dad ... Apa yang harus aku lakukan? Aku sangat menyesal telah melakukannya." Lirih Abigail disela isak tangisnya.
***
Tiga mobil sport dan puluhan mobil van hitam berjejer di halaman parkir sebuah gedung yang terlihat terbengkalai tepat di belakang mansion milik Rhys.
Namun, gedung terbengkalai tersebut hanya terlihat buruk dari luarnya saja. Gerbang besi yang sangat tinggi dan penuh karat itu dibuka oleh salah satu anak buah Rhys.
Siapa yang sangka, dibalik gerbang besi berkarat tersebut didalamnya tertata sangat rapih dengan segala teknologi tingkat tinggi tersemat disetiap dindingnya.
Rhys berjalan masuk melewati beberapa ruangan para anak buah Sygma yang kini sedang membungkuk saat melihat Rhys berjalan.
Setiap ruangan hanya tersekat dinding kaca yang di desain dengan kaca anti peluru bahkan ledakan bom sekali pun. Lampu-lampu berwarna putih yang tertanam apik dalam dinding menyala terang di sepanjang lorong menuju ruang utama Sygma.
Tepat di ujung lorong, sebuah dinding cermin menjulang tinggi dan kokoh. Rhys menyentuhkan ke lima jarinya pada satu cahaya lampu merah yang berkedip, dan di detik berikutnya cermin tersebut bergeser ke samping.
Rhys kembali melangkahkan kakinya masuk dan pintu cermin tersebut kembali menutup dengan sempurna. Sebuah ruang khusus senjata api milik Sygma baru saja dilewati oleh pria itu dan tepat di sisi ruang persenjataan, terdapat satu ruang khusus untuk Rhys, Ethan dan Miller melakukan pekerjaan mereka.
"Ethan, kemana saja kau dua hari ini?'" tanya Rhys saat ia melihat Ethan yang sedang duduk di atas sofa membaca sebuah majalah.
Ethan menoleh sesaat lalu menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa.
"Kau mencariku?" tanya Ethan.
"Ya, aku mencarimu. Ada sesuatu yang ingin aku tanyakan." sahut Rhys.
Ethan menutup majalan yang berada diatas pangkuannya lalu menaruh kembali kebawah meja.
"Apa?"
"Aku meniduri seorang wanita!" celetuk Rhys.
Ethan dan Miller saling melempar tatap.
"Itu hobbymu, aku sudah tahu itu." Timpal Miller.
"Ini berbeda! Wanita yang aku bawa kedalam ruang rahasiaku!"
"Kau membawa seorang wanita kesana? Wah ... kau benar-benar keterlaluan Rhys! Kau tak mengijinkan aku dan Miller masuk kedalam ruang rahasiamu, tapi kau malah membawa seorang wanita one night stand mu?" cecar Ethan.
"Aku bahkan tidak sadar membawanya ke sana. Separah apapun aku mabuk, aku tidak pernah sampai melupakan semua remtetan kejadian hari ini. Tapi kali ini berbeda, yang aku ingat hanya sorot mata sendu dan sekilas wajahnya saja. Aku bahkan lupa apa saja yang kami bicarakan!" jelas Rhys.
"Apa wanita itu cantik?" tanya Ethan.
Rhys menatap pada Ethan dan berpikir sejenak.
"Sepertinya dia hanya gadis biasa. Bahkan aku merasa menyesal telah merebut perawannya malam kemarin!" sesal Rhys.
Ethan dan Miller seketika menatap pada Rhys, menuntut sebuah penjelasan dari pernyataannya barusan. Rhys yang emnyadari tatapan tersebut tiba-tiba berdecih seraya menyandarkan tubuhnya.
"Pertama kalinya aku merasakan bagaimana menembus perawan seorang gadis, dan aku merasa menyesal.telah melakukan itu. Ah ... sialnya saat itu aku tidak menggunakan pengaman apapun dan terlalu menikmati permainan kami hingga aku ..."
"Melakukan penyatuan didalam, right?" potong Ethan.
"Bagaimana jika wanita itu hamil? Aku sangat yakin, wanita itu merasa terpukul saat mengingat apa yang sudah kau lakukan malam itu!" tanya Miller.
"Itu yang aku takutkan! Aku ingin bertanggung jawab dengan cara menikahinya jika wanita itu hamil, tapi aku bahkan tidak ingat siapa wanita itu?" Ujar Rhys sungguh-sungguh.
"Dan dia kini mengidap sakit jantung!" celetuk Miller yang membuat Ethan membelalakkan matanya menatap pada Rhys.
"Benarkah?" pekik Ethan.
"Kau mendoakanku mati lebih cepat Miller?" tanya Rhys dengan nada kesal.
Miller malah tertawa terbahak-bahak mendengar gerutuan sahabatnya itu. Ia kembali memainkan jarinya diatas keyboard dan memasukkan beberapa rangkaian abjad dan numerik dilaptopnya.
"Aku tidak sakit jantung Ethan!! Aku hanya merasa sesak setiap aku mengingat wajah dan tatapan mata wanita itu." Jelas Rhys.
"Kau jatuh cinta Rhys! Itu diagnosaku sebagai dokter!" Cetus Ethan.
"Kalian benar-benar sudah gila!" gerutu Rhys.
Tiba-tiba terdengar pintu kaca ruang tersebut terbuka. Rhys, Ethan dan Miller menatap ke arah asal suara, dan melihat siapa yang baru saja datang.
"Aku membawa chip rahasia sesuai janjiku!" ujar Harris seraya melangkahkan kakinya masuk kedalam.
Rhys seketika berdiri dari atas sofa dan berjalan menghampiri Miller, diikuti Harris dan Ethan. Mereka berempat duduk di atas kursi putar dibalik meja seperempat lingkaran dengan tiga monitor komputer diatasnya yang saling terhubung satu sama lain dengan laptop Miller.
Harris menaruh sebuah wadah transparan dari plastik di atas meja. Sebuah supermicro chip sebesar biji beras berada di dalamnya. Miller segera membuka kotak kecil tersebut dan mengeluarkan chip itu lalu memasangkannya pada sebuah alat buatan Miller khusus untuk menyambungkan sebuah chip.
Miller menatap layar komputer dihadapannya lalu kembali memainkan jari diatas keyboard laptopnya. Memasukkan serangkaian kombinasi abjad dan numerik, hingga membentuk sebuah kode akses untuk menembus isi dari supermicro chip tersebut.
Miller menekan tombol enter dan sebuah peta besar dengan tiga titik gps berkedip kini ditampilkan pada layar besar dihadapan mereka.
Semua menatap dan memperhatikan layar besar tersebut lalu Miller mulai menzoom salah satu titik gps yang berkedip itu.
"Itu semua titik gps dari ketiga chip yang sedang kita cari." Jelas Miller.
"Wah ... sepertinya chipnya sudah tersebar pada tiga titik tempat berbeda." Gumam Ethan.
"Dimana titik gps yang pertama?" tanya Harris.
Miller kembali mengutak-atik keyboard dan memasukkan serangkaian kombinasi abjad numerik pada layar laptopnya. Miller menekan tombol enter hingga sebuah titik berwarna biru mulai membesar.
"Kota New York?" gumam Rhys.
"Ya benar, titik gps chip tersebut ada di kota New York. Apa kita harus kesana?" tanya Miller seraya menatap Rhys, diikuti Ethan dan juga Harris.
Rhys menatap mereka bertiga bergantian, lalu kembali menatap layar besar di depannya.
"Tentu saja! Kita harus pergi kesana." sahutnya.
***