BAB 7

1448 Words
Sinar matahari menembus ke retina mata Yumi. Matanya tergerak, mengerjap lantas terbuka secara perlahan. Sebuah parfum menyeruak dalam tarikan nafasnya. Parfum yang begitu membuatnya nyaman. Yumi dapat merasakan sebuah dekapan erat, dan pelukan hangat dari lingkaran tangan yang berada dis ekitar pinggangnya. Yumi tersenyum. Kepalanya semakin ditenggelamkan pada curuk leher sang pria yang masih setia memejamkan matanya. Yumi menghirup bau fermonom sang pria, begitu harum dan memabukan untuknya. "Kenapa dia tidur di sini, aku sedang tidak bermimpikan."batinnya. ketika melihat Yogi berbaring di sebelahnya. Beberapa kali Yumi mengerjapkan kedua matanya. Bertanya-tanya apakah semua ini nyata atau hanyalah sebuah khayalan saja. Yumi merasa ia benar-benar bahagia. Apakah ini mimpi! Yumi mengulum senyum, menahan senyuman di bibirnya. Ini benar-benar pelukan yang sangat nyaman, rasanya Yumi benar-benar tidak rela kalau sampai pelukan ini terlepas. Yumi terus menatap Yogi, menyenangkan melihat pria itu ebgitu dekat dengannya seperti ini. Dan hal itu benar sebuah kenyataan, Yogi benar-benar tampan. Sangat tampan di lihat dari sedekat ini. Kriringggggggg~ "Ishh."decak Yumi ketika mendengar suara jam weker di kamarnya yang berada di atas meja nakas di samping tempat tidurnya berbunyi. Buru-buru Yumi bangkit terduduk untuk meraihnya dan mematikan alarm tersebut dengan cepat. Meraih sang jam weker dan menekan tombol dibaliknya dan membuat suara itu lenyap. "Jam weker sialan."umpatnya kesal. Yumi kembali memandang Yogi yang terlihat masih terlelap di sebelahnya. Ingin sekali tubuhnya kembali kedalam dekapan hangat itu tapi tidak boleh, tidak benar. Yumi tidak mau mengambil resiko terpergok oleh  Yogi karena ketahuan begitu mengidolakannya seperti fans dengan seroang idola. Yumi harus menjaga harga dirinya alau rasanya keinginan untuk berbaring kembali di sebelahnya begitu kuat, dan kini Yumi lebih memilih menyiapkan dirinya untuk pergi kuliah. Yumi melangkah menuju kamar mandinya dengan handuk yang bertengger dibahu kanannya. Kedua mata Yogi terbuka bersamaan dengan pintu Toilet Yumi yang tertutup. Ia emlihat ke arah pintu itu dengan mimik wajah bingung. Aapa yang terjadi pada Yumi ketika ini membuatnya bingung. "Apa dia lupa tentang kejadian semalam, atau dia pura-pura lupa seolah-olah tak ada apapun yang terjadi diantara kita."Yogi melihat ke arah pintu yang tertutup, ketika ini sudah hampir 5 menit. Tapi tidak ada suara ataupun hal-hal yang berbunyi dalam arah kamar mandi. Yogi beringsut turun dari tempat tidur, kakinya melangkah menuju arah pintu kamar mandi. Di dekatkan telinganya pada daun pintu kamar mandi. Hening. Tidak ada suara dari dalam toilet, hal itu membuat Yogi menjadi was-was. Apa sesuatu terjadi pada Yumi. Berbagai pemikiran yang membuatnya khawatir mulai merayap masuk menyelimuti pemikirannya. Menganggunya. "Apa yang wanita bodoh itu lakukan, dia tidak mencoba bunuh diri di dalam sana kan!."dengusnya kesal. Khawatir adalah hal yang sangat menyebalkan bagi Yogi. "Akhhhhhhhh." Terdengar suara teriakan dari arah kamar mandi, seketika membuat Yogi panik. Yogi mendobrak pintu kamar mandi Yumi dalam satu hentakan. "Eoh."gumamnya terkejut ketika mendapati Yumi tengah memegangi celananya yang sudah terbuka setengah. Blussh!! Yumi terdiam, wajahnya terlihat datar ketika melihat Yogi sedang berdiri diambang pintu kamar mandinya. Terlihat terkejut dengan aksi dobrak yang baru saja pria itu lakukan. Yumi yang tersadar langsung menarik celananya cepat. "Maafkan aku." Yogi menutup pintu kamar mandi Yumi. Wajahnya terlihat begitu malu, ketika ini. Yumi terdiam, lantas melirik kembali ke arah pintu. "Pria menyebalkan, Pasti dia melihatnya kan. Aishh... menyebalkan sekali" Kedua tangannya menutupi wajahnya. "Akkhhhhhh."teriaknya frustasi. *** Ting... Tingg.. Ting... Suara dentuman sendok yang saling bergesekan seolah menemani suasana hening yang tercipta di antara mereka di ruang makan ini. Diam-diam Yogi kerap kali melirik Yumi. Wanita itu terlihat lebih diam dari biasanya. Wajahnya terus saja tertunduk, tidak seperti biasanya. Bahkan kalimat membosankan yang biasa wanita itu katakan tidak terdengar sama sekali. Yogi berdehem, mencoba untuk membuat suara diantara mereka. “Maafkan aku."gumam Yogi merasa canggung. Ia ingat tentang kejadian tadi. Ia sendiri merasa malu, canggung dan benar-benar akward karena harus bersikap seperti tadi. Yumi mendesah kesal. Jelas sikap diamnya pagi ini jelas membuktikan jika peristiwa memalukan itu adalah alasan d "Haah.. apa kau tidak tahu cara nya mengetuk pintu."ucap Yumi frustasi. "Aku kira kau mati. Habis tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalam sana. Kau membuatku khawatir."ucap Yogi sarkatis. "Kau kira aku harus apa di dalam kamar mandi, menyanyi Crow Tit dengan suara kencang." "Yaa.. tidak apa, setidaknya aku tahu ada manusia bernafas di dalam sana."Ucapan Yogi membuat Yumi mendengus sebal. Pria itu benar-benar sangat menyebalkan. Kata-katanya menyebalkan sekali. Yumi menggerutu kesal seraya mengangkat tinggi-tinggi sendoknya seperti hendak memukul Yogi dengan wajahnya yang terlihat kesal. Yumi kembali menyendokan nasi kedalam mulutnya dengan wajah cemberut. "Lagi kenapa kau berteriak, aku kira ada sesuatu hal buruk yang terjadi." "Ada cicak jatoh dibahuku, reflek aku berteriak."jelas Yumi yang membuat Yogi terkekeh. "Lagi pula untuk apa kau berada di dalam kamarku tadi malam."gerutu Yumi. Yogi terhenyak, wajahnya mendongkak menatap Yumi bingung. Hal itu juga membuat Yumi terkejut dengan ucapannya sendiri. Kenapa dia bertanya tentang hal itu. "Kau.... tidak ingat."Tanya Yogi hati-hati. "Apa!, memangnya apa?!  Apa yang kita lakukan??."tanya Yumi penasaran. "Jadi dia lupa."batin Yogi. "Tidak kau seperti biasa mengigau, aku membawamu ke kamarmu, eh malah ikut tertidur."Yumi menatap Yogi menyelidik dengan matanya yang menyipit. "Kau tidak melakukan hal aneh padaku kan?."Tanya Yumi seolah tak percaya atas apa yang Yogi katakan. "Apa yang harus ku nikmati dari tubuh datar mu itu."ucapnya sarkatis. "Yak. Pergi sana, pria menyebalkan."omel Yumi yang membuat Yogi terkekeh. Membuat wanita itu malu seperti ini nampak menyenangkan. Yogi bangkit berdiri lalu berlalu dari hadapan Yumi. "Dasar pria mesum."decak Yumi kesal yang masih dapat didengar jelas oleh Yogi dan membuat pria itu kembali terkekeh geli. "Cepatlah aku tunggu di luar."Yumi menghembuskan nafasnya kesal. Wajahnya terlihat frustasi ketika ini. Yumi melirik Yogi sinis, pria itu sudah menghilang di balik pintu. Ia kembali pada makanan di hadapannya, hal itu membuatnya kesal. "Dia Pasti melihatnya. Akhhh yang benar saja. Menyebalkan. Ini memalukan.... akhh memalukan.”Teriaknya dengan menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Bagaimana ini.. aku malu sekali."gerutunya frustasi. *** Yumi menatap malas buku ekonomi di hadapannya. Tidak ada niatan mengerjakannya, melihat berbagai macam-macam hitungan di hadapannya ketika ini membuatnya muak. Ia menempelkan pipinya di atas buku lalu memejamkan mata. "Benarkah?."Tanya Marin yang membuat Yumi mengalihkan pandangannya pada wanita yang berada di sampingnya itu. "Kenapa?!!."tanyanya penasaran ketika melihat Marin yang sangat antusias menatap persegi panjang berwarna silver di tangannya itu. Yumi menarik kepalanya dan mendekati Marin dengan penasaran. "Kau tahu Yumi."Ucap Marin tanpa mengalihkan pandangannya dari handphone miliknya dan membuat Yumi sedikit membusungkan tubuhnya untuk mendengar lebih jelas suara Marin. "Di grup kampus, beredar kabar jika ada salah seorang mahasiswi yang ditemukan tewas di dekat hutan kemarin sore." "Tewas!."seru Yumi terkejut. Kedua matanya terbelalak menatap Marin. "Hmm."gumam Marin seraya menganggukkan kepalanya. "Wanita dan ada dua lubang gigitan dilehernya. Aku rasa itu perbuatan vampire. Apalagi tadi malam Bulan Purnama. Pasti nanti akan ada lagi mayat yang ditemukan dengan dua lubang gigitan di lehernya." "Dua lubang gigitan di lehernya."gumam Yumi mengikuti apa yang Marin katakan. "Ya...perbuatan vampire. Meminum darah korbannya dengan menghisap leher sang korban."jelas Marin yang sukses membuat Yumi terpaku di tempatnya duduk. Ia menyandarkan tubuhnya di punggung kursi, kedua tangannya terlipat di depan d**a. Pikirannya berkelumat memikirkan sesuatu yang mulai mengusiknya. "Vampire... vampire."batin Yumi berpikir. - Yumi terkejut, ketika mendapati seorang gadis yang tengah berbaring dan menunjukan sebuah dua lubang pada lehernya. Mata Yumi melebar, Yumi dapat melihatnya dengan jelas ketika beberapa kedua petugas rumah sakit memasukannya pada sebuah mobil ambulance, dan Yumi dapat melihatnya dengan jelas ketika mobil Yogi melewatinya. Yumi menegang, tubuhnya bersandar pada bangku yang didudukinya. "Apa yang kau pikirkan!."tanya Yogi ketika pria itu mendapati wajah Yumi yang menegang. Yumi menoleh ke arah Yogi"Dia digigit ular, jangan berpikiran yang aneh-aneh."potong Yogi, ketika Yumi ingin mengatakan sesuatu. Yumi terdiam, pikirannya masih berkelut pada bayang-bayang mayat wanita tadi. - "Hiks ...hiks.."Yumi menangis dengan iskan kecil yang lolos dari bibirnya. "Cupp... Cupp... Cupp... gadis manis jangan menangis, aku akan melakukannya dengan lembut, jangan takut –eoh." - Pria itu mendekat, dan semakin mendekat ke arah Yumi. "Tapi dari yang aku dengar dari legenda ini, mereka memiliki lensa kontak yang gelap ketika berburu dan berubah terang ketika tidak berburu."Dan mata pria yang kini berjalan ke arah Yumi mempunyai mata yang gelap dan menusuk, seperti pria yang tadi. "sangat tampan dan cantik bagi wanita, memiliki gerak yang cepat." "meminum darah." "Memiliki taring, dan tatapan yang menusuk." "Kau akan mendapati dua lubang pada leher mayat yang dihisap darahnya oleh seorang vampire." "Yumi."panggilnya lembut. Yogi pria itu, terlihat menatap Yumi dengan ekspresi sendu. Deggg!!! Yumi terdiam, tubuhnya menegang ketika memori kejadian itu kembali terekam jelas di otaknya. "Kau.... tidak ingat?."Tanya Yogi. "Ada apa!, memangnya apa?!  Apa yang kita lakukan??" "Tidak kau seperti biasa mengigau, aku membawamu ke kamarmu, eh malah ikut tertidur." Jadi itu alasan sebenarnya kenapa Yogi berada di kamarnya, Yumi baru ingat kalau pria itu menolongnya ketika dia terjatuh. Jantung Yumi berdetak kencang, deru nafasnya menjadi bergemuruh. Bahkan sulit rasanya bagi dirinya untuk sekedar menarik nafas. Dengan perlahan wajahnya menoleh ke arah Yogi yang terlihat terduduk di tempat biasa dan Yogi juga sedang mengarahkan pandangannya ke arah Yumi. Wajah keduanya terlihat sendu. Yogi dapat melihat aura ketakutan dari wajah yang ketika ini ditunjukan Yumi padanya. Yogi dapat tahu, wanita nya ketika ini sudah mengingat semuanya. Dan ketakutan itu kembali lagi, menyerang dirinya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD