Yumi berjalan dengan sekantung plastik belanjaan makanan dari supermarket di sebelah tangannya. Kakinya menyusuri setiap lorong perumahan yang dilewatinya. Sesekali ia menyeruput minuman soda yang berada di sebelah tangan lainnya. Malam ini terasa begitu sepi dari biasanya, bukan karena sebelum-sebelumnya begitu ramai, tapi suasana malam ini terasa begitu mencekam. Entah ini hanya perasaannya saja atau memang malam ini begitu berbeda dari malam-malam sebelumnya. Sesekali ia mengedarkan pandangannya, melirik ke arah belakang tubuhnya, seolah seseorang mengikutinya dari belakang dan mengawasinya. Yumi menghentikan langkahnya seketika, tiba-tiba seseorang entah muncul darimana menghalangi jalannya. Pria itu tersenyum dengan cengiran di wajahnya, menatap Yumi dari bawah hingga atas. Yumi merasa aneh, ia mencoba mengalihkan wajahnya ke arah lain untuk mencari seseorang yang mungkin bisa menghilangkan kecanggungan ini. Yumi merasa pria itu tidak baik, senyumannya nampak mengerikan. Pakaiannya terlihat lusuh, matanya menyalang menatapnya tajam.
"Hai.”Yumi nampak terkejut, ia menatap ke sekelilingnya sebelum kembali menatap pria itu dan menunjuk dirinya sendiri.
"kau menyapaku?."pria itu memiringkan kepalanya ke sisi kanan, lalu mendengus remeh.
“Apa ada orang lain lagi di sini selain kau. Senang melihat kau sendirian nona.”
Ucapannya membuat Yumi menjadi was-was, Yumi merasakan alarm berbahaya memperingatinya dengan keras. Yumi mencoba berpikir untuk pergi dari sana. Anehnya setakut ini ia masih mencoba berpikir untuk bersikap sopan.
“aku harus pergi, suamiku pasti mencariku. Eumm... aku duluan.”Yumi kembali melanjutkan langkahnya, ketika melewati pria itu langkahnya kembali terhenti ketika pria itu mencekal tangannya dengan kuat.
Yumi mendongak dan menemukan pria itu sedang menatapnya. "Kau tidak boleh pergi, kau targetku malam ini."Yumi terkejut bukan main, kantung plastik di tangannya terjatuh begitu saja ketika tatapan mereka bertemu. Sebuah seringaian di bibirnya yang menunjukan gigi taringnya tumbuh memancang hingga sebawah bibir. Sedekat ini membuat Yumi dapat melihat kornea matanya berwarna merah menyala. Bibirnya mendesis, rupanya terlihat begitu menakutkan karena taring itu.
"LEPASKAN AKU."teriak Yumi dengan satu hentakan yang membuat cekalan tangan pria itu terlepas. Yumi berlari untuk pergi dari sana, menjauhi tempat tiu secepat kilat. Nafasnya memburu karena merasakan betapa lelahnya ia berlari untuk segera pergi dari sana.
“akhhhh.”teriaknya ketika tangannya di tarik seseroang dan tubuhnya berputar 180 derajat menghadap ke arah sebaliknya.
Yumi dapat melihat pria itu kini berdiri di hadapannya, sebelah tangan lainnya mencengkram lehernya dan mendorong tubuhnya secepat kilat. Ketika Yumi sadar bahunya menubruk dinding lorong hingga menimbulkan suara yang begitu keras. Yumi begitu ketakutan, ucapan Marin terus terngiang di kepalanya, mengatakan padanya jika semua ini adalah nyata. Yumi menyesal tak mendengarkan perkataan sahabatnya dan juga perkataan Yogi yang melarangnya untuk keluar malam ini. Yumi merasa lehernya tercekat, cengkraman tangan pria itu di lehernya benar-benar kuat. “Yo....gi.”gumamnya dengan susah payah dan hanya terdengar suara yang begitu lirih lolos dari bibirnya.
"Cupp... Cupp... Cupp... gadis manis jangan menangis, aku akan melakukannya dengan lembut, jadi jangan takut –eoh,"Pria itu meyampingkan wajah Yumi, dan membuat leher Yumi terekspose jelas.
"Kau sangat harum."gumamnya. Wajahnya mendekat ke arah Yumi, Yumi mencoba untuk melepaskan tangan pria itu di lehernya, namun lehernya yang tercekat membuatnya kesulitan untuk bernafas. Ketika tangannya memukul pria itu, Yumi merasa ia sedang memukul batu. Tangan pria itu begitu keras dan dingin.
“Auu..”Yumi merasakan tangan itu terlepas dari lehernya bersamaan dengan suara pukulan yang begitu keras. Tubuhnya merosot menjadi terduduk di tanah, ia terbatuk-batuk karena sebelumnya ia merasa sesak nafas.
Wajah Yumi mendongak dan melihat pria yang tadi bersamanya, tengah di pukul dengan brutal oleh seseorang. Yumi menagkup mulutnya dengan kedua tangannya, tubuhnya terperosok ke tanah. Terduduk dengan rasa takut yang menggila. Kedua pria itu bergulat, saling memukul satu sama lain. Kedua mulut mereka mendesis dengan kedua taring yang terlihat. Mata mereka saling memancar dengan aura kelam. Salah seorang pria menarik paksa kepala pria yang tadi mengganggu Yumi.
"Akhhh."jerit Yumi tertahan ketika ia menutup mulutnya sendiri menggunakan telapak tangannya karena melihat apa yang sedang terjadi di hadapannya saat ini. Saat kepala pria yang tadi bersamanya, terputus dan tubuhnya berubah menjadi abu, lalu menghilang. Pria yang berdiri dalam gelap itu, berbalik menghadap Yumi. Dengan perlahan kakinya melangkah mendekat. Yumi terdiam, tubuhnya membeku dengan gemetar hebat disekujur tubuhnya. Pria itu mendekat, dan semakin mendekat ke arah Yumi.
"Tapi dari yang aku dengar dari legenda ini, mereka memiliki lensa kontak yang gelap saat berburu, dan berubah terang saat tidak berburu-buru dan mata pria yang kini berjalan ke arah Yumi mempunyai mata yang gelap dan menusuk, seperti pria yang tadi
"sangat tampan dan cantik bagi wanita, memiliki gerak yang cepat."Pria di hadapannya ini begitu tampan.
"meminum darah."Yumi belum melihatnya meminum darah, hanya saja pria yang tadi bersamanya, menyerangnya dan berniat menghisap darahnya
"Memiliki taring, dan tatapan yang menusuk."Ya, Yumi dapat melihatnya dengan jelas saat ini.
"Kau akan mendapati dua lubang pada leher mayat, yang dihisap darahnya oleh seorang vampire."Yumi kembali terbayang pada sosok mayat yang dilihatnya tadi sore.
"Yumi."panggilnya lembut. Yogi pria itu, terlihat menatap Yumi dengan ekspresi sendu. Yumi pasti melihat semuanya, melihat apa yang ia lakukan barusan. Yogi, memiliki mata yang gelap namun berubah terang saat ini. Begitu cepat, dan tidak pernah terlihat memakan apa yang Yumi makan setiap sarapan dan makan malam. Yumi merasa tubuhnya begitu lemas, ia hanya bisa menatap pria itu yang berjalan mendekat ke arahnya.
"Yumi."panggil Yogi lagi, lebih lembut. Kakinya kembali melangkah menghampiri Yumi.
"JANGAN MENDEKAATTTT."jerit Yumi yang spontan membuat langkah Yogi terhenti seketika. Entah kenapa rasanya sangat sesak, melihat wanita yang di cintainya begitu takut dengan dirinya. Hal yang selalu Yogi takutkan, itulah kenapa dia tidak pernah menempatkan hatinya pada sesosok wanita manapun. Yogi terlalu takut, takut akan menjadi seperti ini, dan alasan mereka berpisah ranjang adalah, tidak mau Yumi sampai tahu siapa sosok dirinya sebenarnya.
"Yumi."Yumi menangis, kepalanya menggeleng lemah ketka Yogi mengulurkan tangan untuknya.
"Aku tidak akan menyakitimu –sungguh."Yumi bangkit berdiri lalu ia menatap Yogi sesaat sebelum akhirnya berlari pergi meninggalkan Yogi begitu saja. Bahkan Yumi berlari tanpa alas kaki, alas kakinya terlepas ketika dirinya jatuh terduduk. Tidak merasakan rasa sakit dari batu krikil yang dilaluinya. Yumi terus berlari dengan air mata yang membasahi pipinya. Tangannya kerap kali menyeka air matanya dengan kasar. Kepalanya pusing, efek dari tangis nya yang menggila dan air mata yang memenuhi wajahnya.
"Akhh."rintihnya. Yumi jatuh terduduk ketika merasakan nyeri pada pergelangan kakinya.
"Sial... menyebalkan... hiks... hiks..hiks..."
"Hikks... hiks... hiks.. hiks.."Yumi begitu sesegukan, isakannya tertahan saat mendapati sepasang sepatu yang berada tepat di hadapannya. Yumi tahu siapa pemilik sepatu itu, kepalanya tertahan tidak mau mendongkak atahupun sedikit melirik pemilik sepatu tersebut. Yogi pria yang sedang berdiri di hadapan Yumi lalu ikut berjongkok. Tangannya meraih kaki Yumi, memijatnya perlahan. Yumi menepis tangan Yogi, tubuhnya kembali berdiri, namun saat kakinya mau melangkah, lagi-lagi nyeri itu kembali dan membuat Yumi hampir terjatuh, untung saja Yogi dapat menahannya dengan sigap. Yumi tertunduk, menghindari tatapan Yogi yang saat ini sedang menatapnya. Kedua tangan Yogi memegang bahu Yumi, wanita itu kembali terisak. Entah kenapa rasanya dia ingin selalu menangis malam ini.
"Lepaskan ak...."
"Biarkan aku membantumu, aku mohon. Aku tidak akan menyakitimu."selah Yogi.Yumi memejamkan matanya, dengan isakan yang kembali keluar dari bibir miliknya. Tubuhnya Yumi bergetar dengan isakan yang terdengar lebih keras, yang membuat Yogi merasa sakit. Pria tanpa nyawa ini, merasakan begitu sesak dihatinya. Yogi benar-benar merasakan sebuah perih dihatinya. Semua ini pertama baginya.mendengar wanita yang dicintainya menangis karenanya, benar-benar membuat hatinya terluka. Entah dorongan dari mana, tiba-tiba Yogi menempelkan bibirnya di bibir ranum milik Yumi, berusaha menenangkannya, membuktikan padanya kalau dia tidak akan menyakiti wanita itu.
Yogi dapat merasakan ketakutan Yumi, bahkan ketika ia mencium bibirnya. tubuhnya bergetar hebat, dan ia dapat merasakan aair mata mengalir di pipi Yumi. Hal itu semakin membuat hatinya terasa sakit. Seolah sebuah pukula keras baru saja menghantam nya tepat di d**a. Memukulnya dengan keras.
***
Yogi menggendong Yumi ala bridal style, wanita itu tertidur. Dengan sangat perlahan dan penuh kahati-hatian Yogi menidurkan tubuh Yumi di atas tempat tidur milik Yumi. Tangannya meraih selimut tebal, dan menariknya hingga menutupi tubuh sang wanita. Yogi duduk di pinggir tempat tidur tepat disamping Yumi. Tangannya terulur, merapikan setiap helaian rambut sang wanita yang menutupi wajahnya. Matanya terus menatap lekat wajah damai sang wanita, rasa sesak itu kembali saat kejadian tadi kembali terekam dikepalanya. Wajah Yogi mendongkak dengan hembusan nafas yang dikeluarkannya. Tidak ada niatan dari dirinya untuk meninggalkan sang wanita, biasanya setiap malam, Yogi selalu terduduk dikamar Yumi, memandang wajah damai sang wanita yang terlelap. Sama seperti malam-malam biasanya, bedanya malam ini ada rasa sakit dan rasa takut dalam hatinya. Bagaimana kalau saat pagi, Yumi mengucapkan kata cerai atahupun menghilang tiba-tiba darinya. Yogi membaringkan tubuhnya disamping Yumi, memiringkan tubuhnya, seraya tangan nya yang menelusup dibelakang kepala sang wanita.Dengan perlahan dan cepat, tangannya menarik tubuh Yumi, hingga membuat tubuh sang wanita menjadi menghadapannya. Tangannya terulur mengelus lembut pipi sang wanita, dengan bibirnya yang membentuk seutas senyuman.
"Aku mencintaimu Yumi.”
"Aku mohon maafkan aku, kalau aku membuatmu takut. Jangan pergi ataupun menghilang dariku, saat kau membuka matamu besok."
Yumi hanya diam. Ia hanya menatap apa yang Yogi lakukan tanpa berbuat apapun atau berkomentar sesuatu tentang pria itu. Ia hanya berbaring di sana dan mendengar apa yang Yogi katakan.Tubuhnya tetap saja masih bergetar, walau sudah tidak ada lagi air mata. Namun pada Yogi hal itu tetap saja menyakitinya, semua ini menakutkan. Hal yang berusaha ia hindari selama ini malah datang menghampirinya dengan cepat. Membuatnya sulit untuk menghadapi hal ini ketika melihat bagaiaman reaksu ketika wanita itu melihatnya. menemukannya dengan ke adaan seperti itu.