Pahlawan Sandwich

2083 Words
Kana meletakkan paper bag kecilnya ke dalam tempat penyimpanan ranselnya dengan hati - hati, jangan sampai gara - gara tempat sempit itu menciptakan menu varian baru, sandwich penyet. "Ih ... datang pagi hari ini, tumben amat," Dean baru masuk dengan satu tali ransel di bahunya, dan langsung menghampiri mejanya. Memang ini pemandangan langka seorang Arkana datang lebih pagi, serajin - rajinnya Arkana, paling lima belas menit sebelum absen dia baru datang, hari ini agak istimewa, setengah jam saja masih lebih. "Abis mandiin pasien," jawab Kana seenaknya. Dean tertawa keras, temannya ini memang rada - rada. "Naik apa lo tadi?" tanya Kana, biasanya Dean suka nebeng, janjian di mana gitu, rumah mereka tidak terlalu jauh walau tidak bisa dibilang dekat juga. "Nebeng bokap sekalian lewat, tadinya gue mau nebeng lo." "Owh." "Udah sarapan nggak?" "Belum, ntar aja ... masih kenyang." Dean menautkan alis, pernyataan yang aneh kayaknya. Dia belum sarapan tapi sudah kenyang? "Lo sahur ya?" "Ckk ... minum aer segalon, kenyanglah gue." "Oke...oke, gue ke cafetaria dulu kalo gitu." Mungkin Kana sedang ada masalah dalam hidupnya, nge gas terus dari tadi kayak motor lagi trek - trekan, pikir Dean lalu pergi keluar ruangan mereka. Beberapa saat kemudian, Kana melihat ke arah jam dinding, padahal dia memakai jam tangan mahal. Sudah hampir satu jam, tapi Ana belum juga menghubunginya, tadi sudah Kana wa kalau sudah selesai diminta menghubunginya. "Kamu udah visit pasien Ar?" tanya Loli, teman koasnya yang entah mengapa memanggilnya 'Ar', mungkin dia mau kelihatan beda? Kana tidak tahu. "Belum, nunggu Dean." "Owh, bareng deh," ucapnya terus duduk di meja sebelah Kana. "Hmm," jawab Kana tanpa minat, gosip Dean ... Loli naksir dirinya, tapi maaf, Kana tidak. Kana memang belum pernah pacaran, jelas beda dengan kakaknya, mas Azki yang jagoan soal cewek, mantannya lusinan! Waktu SMA Kana pernah dekat dengan cewek namanya Ibel, nama lengkapnya Belinda, dia teman satu sekolah, Ibel juga model iklan dan sekarang dia bekerja di salah satu perusahaan IT. Sayangnya waktu mereka mulai dekat, Ibel sudah menggosipkan hubungan mereka seolah sudah berpacaran, Kana langsung mundur, dia tidak suka cewek banyak omong seperti itu, belum pacaran tapi ngaku - ngaku pacaran. Sejak itu dia agak selektif dekat dengan wanita, sampai statusnya sebagai lelaki normal sempat dipertanyakan oleh teman - teman kuliahnya, 'lo normal nggak sih?'asem kan tuh! "Sialan lo!" biasanya Kana cuma mengumpat begitu, alih - alih tersinggung dia malah malas menanggapi.Wajar saja kalau orang menuduhnya gitu, wajah lebih dari cukup, kantong juga tidak pernah tongpes malah luber, karier sedikit lagi hampir jelas, masa nggak naksir cewek? Tapi memang dia tidak suka bagaimana? Ibel yang hampir memenuhi kriterianya, pintar, cantik tapi bikin dia ilfil gara - gara banyak omong. Kana tidak suka mengumbar hal - hal seperti itu. Sekarang ada perempuan yang duduk di meja sebelahnya, Kana tidak minat mengajaknya bicara, takutnya dia kegeeran dan Loli menganggapnya menyukainya, Kana takut. "Kamu sudah sarapan Ar?" "Hah?" Kana seperti orang budeg, padahal jarak mereka tidak sampai dua meter dan suara Loli juga clear. "Kamu sudah sarapan?" "Belum." "Mau aku temenin ke Cafetaria? Masih ada waktu lima belas menit lagi." "Nggak," jawab Kana. "O ya, lo bisa manggil gue Kana? Gue agak terganggu dipanggil Ar ..Ar gitu." Loli mengerjapkan mata, sudah beberapa bulan ini mereka selalu bersama karena co-ass ini, baru kali ini Kana bicara ini, tentu saja dia kaget. "Eh maaf kalo kamu nggak berkenan." "Gue keluar dulu," ucap Kana setelah membaca pesan di layar ponselnya, tidak lupa dia mengambil paper bag tadi. Ana sudah menjawab pesannya. dr. Ariana Aku baru selesai, sekarang di Poli. Kana buru - buru ke Poli, selain sebentar lagi Ana mulai praktek, dia juga harus kembali ke ruangan untuk visit pasien juga dengan tim nya sebelum ketemu dokter Timoty. "Dokter Ana di dalam?" tanya Kana kepada suster Dian yang memang selalu mendampingi Ana. "Ada, baru aja masuk," jawabnya. Suster Dian terlihat sedang menyiapkan berkas status pasien Ana pagi ini. Kana mengetuk pintu ruangan Ana sebelum mendorongnya pelan. Ana mendongak, dia sedang melihat laptop. "Lho, dari mana?" tanya Ana, dia tidak menyangka akan disusul Kana ke ruang prakteknya. "Dari ruangan." Kana meletakkan paper bag di atas meja Ana. "Apa nih?" Ana langsung melihat isinya, ada dua sandwich yang dibungkus plastic wrap. "Aku belum sarapan, tadi di bawain dari rumah, bisa buat berdua kayaknya," jawab Kana. "Wah bisa pas gini, aku laper banget, ini buat aku satu?" tanya Ana sambil mengeluarkan dua sandwich itu.. "Iya, cukup?" "Cukup lah, ini gede. Makasih ya." "Hmm .." senyum tipis Kana nyaris tidak terlihat, dia senang karena merasa jadi pahlawan yang datang tepat waktu. "Kamu datang jam berapa tadi?" tanya Kana sambil menikmati makananya. "Jam empat." "Lah, kok jam empat?" "Ada pasien ... jam tiga pagi aku sudah dikabari, pembukaan delapan ... ya udah, langsung siap - siap jalan." "Kamu baru tidur berapa jam tuh?" Ana mengedikkan bahunya sambil tersenyum," Nggak ngitung." "Abis itu bisa tidur?" "Belum tidur lagi, beresnya sudah hampir jam enam, trus jam tujuh sudah ditunggu buat operasi ... sekarang di sini. Mau makan udah males aja ke cafetaria. Lagian kalau pagi banget kan belum lengkap, pasti cuma seada - adanya aja, jadi dari tadi cuma minum air putih aja. Untung ada Arkana Mahendra si penyelamat dari kelaparan," jawab Ana sambil tertawa. Kana tersenyum, Ana itu selalu penuh pujian, begitu menyenangkan mendengarnya. Pintu diketuk dari luar, ternyata petugas dari dapur rumah sakit yang mengantarkan kue jajanan pasar, teh hangat dan air mineral dalam gelas tinggi untuk Ana. "Makasih ya," ucap Ana kepada pegawai yang mengantarkan kudapan dan minuman itu, memang jatah untuk dokter yang sedang praktek. "Kamu mau air putih atau teh manis?" Ana menawarkan salah satu minumannya pada Kana. "Nggak usah, aku ada minum di ransel." "Dari poli ke tempat ransel kamu jauh kali, nggak seret tuh tenggorokan?" "Nggak segitunya juga kaliii," balas Kana. Dasar apes, Kana langsung tersedak dan agak terbatuk. Ana langsung menyodorkan gelas air putihnya untuk Kana minum. "Nggak mau dengerin sih!" desis Ana. Kana malah menghabiskan segelas air itu dan membuat Ana tertawa. "Kamu nyumpahin aku dalam hati ya tadi, makanya aku tersedak," tuduh Kana. "Tahu aja," jawab Ana suka - suka saja. Hatinya sudah tenang, perutnya sudah kenyang, tidak khawatir maag kambuh. Ponsel Kana bergetar, ada nama Dean. "Apa." "Woee ... udah pada siap nih, di mana lo?" "Yaudah gue ke sana." Kana tidak menjawab pertanyaan Dean, lalu memutuskan hubungan telepon itu. "Aku balik dulu, mau visit," ucap Kana lalu berdiri. Plastik bekas pembungkus sandwich-nya dia masukkan ke dalam paper bag, dia hendak membuangnya di luar nanti. "Sampahnya tarok di sini aja, nanti aku yang buang," ucap Ana mengambil paper bag kecil itu dari tangan Kana. "Oke." "Thanks ya buat sandwich-nya," Ana mengucapkan terimakasih sekali lagi ke Kana. Kana mengacungkan jempolnya sebelum menghilang dari balik pintu. *** Selesai praktek, Ana sempat visit pasien selama dua puluh menit. Pasien rawat inapnya hari ini hanya delapan orang, dan dua sudah menunggunya untuk pemeriksaan terakhir sebelum pulang. Ana sudah tidak tahan lagi ingin pulang juga, tubuhnya letih dan matanya sudah sepet karena menahan kantuk dari tadi. Nanti jam lima sore dia akan praktek lagi hingga pukul sepuluh malam. Hari Jumat memang dia praktek dua kali sehari, tepatnya Senin, Selasa dan Jumat. Ana memilih pulang naik taksi, dia tidak yakin bisa menyetir sekarang ini. Toh nanti sore dia akan kembali lagi, biar saja mobilnya parkir di sini. "Terogong pak ...." "Baik bu." "Ehm, bapak tahu apartemen Hamptons nggak?" "Tahu bu, depan Hero itu kan?" "Iya, saya takut ketiduran, kita ke arah sana ya, ke tower D." "Baik bu." Perjalanan dari Pasar Minggu ke Terogong tidak lama, kebetulan masih jam setengah satu siang, belum masuk jam kutukan Jumat macet, jadi dalam setengah jam Ana sudah tiba di lobby tower D. Ternyata dia masih bisa menahan kantuk di matanya walau sudah sangat berat. Walaupun tubuhnya lelah, setelah masuk unitnya, Ana langsung menyalakan AC lalu masuk ke kamar mandi untuk mandi siang, pulang dari rumah sakit dia selalu mandi supaya tidak ada kuman, virus dan lain - lain yang terbawa ke tempat tidurnya. Setelah sholat, dia langsung tertidur dengan mukena lengkap, bahkan dia tidak sempat mencopot nya lagi. Sementara itu di rumah sakit, Kana yang baru selesai sholat Jumat bersama teman - temannya di Masjid di seberang rumah sakit, melihat mobil Ana masih terparkir di bawah pohon, tepatnya parkir di tempat khusus dokter. Dia tahu Ana sudah selesai praktek, mungkin sekarang sedang makan siang, Kana akan mencari nya nanti soalnya sekarang mereka mau berkumpul dulu karena dokter Timoty mau memberi pengarahan sebelum dia pulang karena sudah selesai praktek. Ternyata dokter Timoty hanya ingin memberi tugas supaya mereka tidak jadi berleha - leha karena dia pulang duluan. Kana, Dean, Emir, Lutfi dan Fina yang satu grup di bawah bimbingan dr. Timoty, kembali ke ruangan tempat mereka berkumpul, di dalam sana sudah ada grup Loli, yaitu Farhan, Irsal dan Denny yang sedang duduk santai. Loli langsung menghampiri Kana," Aku beliin kopi, tadi dapat diskon aplikasi," ucap Loli lalu menyodorkan kopi s**u gula aren. "Buat gue?" tanya Kana. Padahal jelas - jelas itu disodorkan buatnya, malah pakai bertanya lagi. "Iya, kamu kan suka kopi." Memang sok perhatian Loli ini, dia belum pernah mendengar langsung ada yang bilang kalau Kana itu suka kopi dan dia sudah mengambil kesimpulan sendiri. Dia memang pernah mendengar Kana bercerita pada Dean dan Lutfi kalau dia baru saja membeli mesin Kopi dan ingin meraciknya sendiri. Tapi dia tidak pernah tahu Kana suka kopi yang seperti apa, manis kah, pahit kah, panas atau dinginkah? Tadi dia hanya iseng melihat ada promo di aplikasi, dia langsung membeli dua kopi, satu untuknya dan satu buat Kana yang barusan dia sodorkan itu. "Gue nggak dibeliin nih?" tanya Dean ke Loli, sindiran sebenarnya. "Owh gue nggak tahu lo suka kopi," jawab Loli santai. "Mau? Ambil aja, gue mau makan nasi, takut kembung perutnya kalau minum kopi kalau belum makan," ucap Kana sambil menyodorkan kopi yang ada dihadapannya itu. "Eh .. lo kan yang di kasih Loli." Rupanya Dean ada tidak enak hatinya juga. "Nggak apa - apa kan gue kasih ke Dean? Bukan gue nggak suka kopi ini, tapi waktunya nggak tepat soalnya belum makan, asli gue takut kembung," ucap Kana melihat ke arah Loli. Jelas saja Loli mengangguk walau terlihat dengan berat hati. Sudah capek - capek menunggu Kana pulang jumatan dengan harapan mendapat sambutan baik atas perhatiannya ini, malah mental. "Eh serius nih ... gue becanda lagi," Dean jadi salah tingkah sendiri. "Kalo lo nggak mau, buat gue aja," sahut Lutfi. Dean langsung mengambil kopi yang di depan Kana, "Thanks Loli.." "Cafetaria yuk," ajak Fina ke semua teman - temannya. "Gue nyusul," jawab Kana yang langsung beranjak pergi, dia mau mencari Ana di ruangannya. 'Ting' suara lift tanda sudah sampai di lantai yang di tuju, Kana sedang menyusul Ana ke ruangannya di dekat ruang bersalin. Dia sering istirahat di sana. Dari bawah tadi Kana sudah menghubungi Ana, tapi teleponnya tidak diangkat. "Sus ... dokter Ariana ada di dalam?" tanya Kana suster yang sedang bertugas jaga. "Nggak ada, tadi abis visit pasien, dokter Ariana ke bawah, saya lihat ke arah lift sih, tapi nggak bilang mau ke mana." Tentu saja Kana kebingungan, tidak ada petunjuk Ana ke mana, masa dia dia harus memutar ke setiap tempat mencarinya ... rumah sakit ini sudah seperti mal besarnya. Kana akhirnya memutuskan menyusul teman - temannya ke cafetaria, dia juga sudah lapar, sandwich tadi sudah selesai masa tugas mengisi lambungnya, sepertinya sekarang sudah kosong lagi. Lagi pula, siapa tahu Ana sudah di Cafetaria, kan menjadi kebetulan. Kana memasuki cafetaria, teman - temannya sudah duduk berkelompok, dia sempat mengedarkan pandangan, tapi tetap tidak menemukan bestie nya itu. "Cari siapa lo? " tanya Emir yang baru masuk cafetaria juga, dia heran melihat Kana mengedarkan pandangannya padahal jelas - jelas teman - teman mereka terlihat duduk di meja yang sama. "Cari tempat duduk," jawab Kana berbohong. "Tuh masih ada yang kosong," tunjuk Emir. "Ah iya." Kana berlagak baru melihat padahal dia sudah lihat itu dari tadi, tapi kan bukan itu yang dicarinya. Kana dan Emir menuju bangku kosong di meja teman - temannya itu. "Mas," panggil Emir sambil melambaikan tangan pada pelayan cafetaria. "Lo mau makan apa?" tanyanya pada Kana, hanya dia dan Kana yang belum memesan makanan. "Samain aja sama lo," jawab Kana. "Dih .. dah kayak sama pacar aja lo...samain aja sama kamu," ejek Dean sambil mempraktekkan drama pacaran kalo sedang makan di resto. Tentu saja itu jadi bahan tertawaan yang lain, Kana hanya menggelengkan kepala sambil ikut tersenyum walau matanya masih ke layar ponsel memanggil nomor yang tidak juga dijawab. Kemana sih dia?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD