When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
"Maylo". Hanya satu orang yang menyebut maylo, dia sudah ada firasat siapa dia yang memeluknya guna memastikan dia mendongak, tau tak bisa melihat muka orang yang memeluknya karena dagu orang itu ada di puncak kepala Nada, melihat sekilas motor Ducati hitam yang diam disampingnya dia sudah mengetahui bahwa yang sedang memeluknya saat ini adalah orang yang meninggalkannya tadi dipinggir jalan. Menetes cairan bening di pipinya, dia sudah tidak kuat menahan air mata ini yang sudah dari tadi pengen keluar, ingin rasanya memaki maki orang yang meninggalkannya sendiri di pinggir jalan, ada rasa malu yang ditanggungnya sebab dia juga dilihat beberapa orang disekitar sana yang menatap dengan kasihan. Namun kini malah ia semakin terisak di pelukan orang yang ia ingin maki. "Maaf, maaf maaf". Cu