Happy Reading....
______
Gama pergi menuju salah satu butik di daerah Jakarta. Setaunya butik itu yang sekarang sedang banyak di bicarakan karena rancangan semua pakaian nya sangat bagus serta aksesoris yang mereka jual juga lengkap dan harganya pun cukup terjangkau membuat Gama penasaran dan memutuskan pergi ke butik itu sendiri.
Pintu kaca yang di dorong Gama berdenting tanda ada seorang pelanggan yang masuk. Sapaan seorang karyawan menjadi sambutan ramah bagi setiap pengunjung di butik itu. Pelayanan di sana juga bagus, tempatnya juga rapih.
Ini pertama kalinya Gama masuk ke butik itu karena rekomendasi dari Bian.
Gama mulai berjalan melihat deretan baju pria. Matanya mulai melihat ke deretan para manekin dan juga baju yang di pajang di sebuah kotak kaca. Dan yang di kaca itu pasti harganya lebih di atas.
"Sangat berkualitas" ucap Gama sambil menyentuh dan mengusap kain lengan baju di sana.
"Ada yang bisa saya bantu pak?" sapa seorang karyawan. Gama menoleh dan saat itu ia pun tersenyum.
"Ah anda lagi" ucap Lucy sambil tersenyum. "Kebetulan sekali kamu datang ke butik ini mungkin aku bisa membantu. Katakan model apa yang kamu butuhkan" katanya ramah.
Gama tidak fokus dengan kalimat Lucy tapi Gama lebih Fokus pada kedua bola mata gadis itu.
"kamu bekerja di sini?" tanya Gama mulai beralih pada Lucy yang memilih beberapa pakaian pria.
Lucy menoleh "aku hanya menjalankan butik ini selagi orang tuaku belum kembali" jawab nya.
Gama berjalan menghampiri, hanya gantungan baju yang memanjang menjadi penghalang antara dia dan Lucy.
Tidak salah Bian menyuruhnya datang ke tempat ini jika ternyata anak dari si pemilik butik adalah Lucy. Mungkin ini adalah takdir yang mulai mempertemukan dia dan Lucy kembali. Tuhan memberikan kesempatan kedua untuk Gama memperbaiki kesalahan yang telah dia lakukan.
"Apa kamu akan pergi ke suatu tempat, mungkin aku bisa memilih kan outfit untukmu"
"Menurutmu mana yang cocok denganku?" Gama menopangkan kepala di antara kedua tangan yang terlipat di gantungan baju yang memanjang sambil menatap Lucy tersenyum.
"Aku tidak tau seleramu" jawab Lucy.
Gama terkekeh pelan "Apapun pilihanmu aku akan menyukainya" katanya.
Lucy menunduk menahan senyumnya, tidak tau kenapa tapi rasanya dia pernah merasakan perasaan seperti ini pada orang asing di depan nya yang baru ia temui beberapa hari ini.
"Bagaimana dengan ini?" Lucy memberikan sebuah kemeja lengan panjang berwarna putih dengan garis hitam di leher dan di pergelangan tangan. Simple tapi juga berkelas.
Gama tidak melihat kemeja itu dia hanya tersenyum menatap wajah Lucy "Aku ambil yang ini" katanya.
"Tidak mau mencoba?" ucap Lucy memberi saran. Gama menggeleng.
"Bagiku pilihanmu yang terbaik" jawab Gama.
Sunyi untuk beberapa detik.
"Lucy" panggil Gama. Perempuan itu mengangkat wajah dari baju yang dia pegang ke arah Gama.
"Ya?"
'Apa kamu sungguh tidak mengingat ku sama sekali?' batin Gama berucap dalam hati.
"Kamu cantik" Gama tidak bisa mengatakan sekarang tentang apa yang ingin dia katakan. Jika Lucy mengingatnya dengan cepat sebelum Gama memperbaiki kesalahan nya, takutnya Lucy akan pergi lagi dan Gama tidak mau itu terjadi.
"Tentu saja. Aku kan perempuan" sahut Lucy apa adanya. Jawaban Lucy membuat Gama tertawa kecil. Benar, Lucy memang perempuan tapi hanya dia yang terlihat cantik di mata Gama dari jutaan perempuan di bumi.
Gama berjalan mengelilingi deretan baju agar lebih dekat dengan Lucy kemudian mengambil baju yang telah perempuan itu pilihkan untuknya.
"Apa kamu senang tinggal di jerman?" tanya Gama.
Alis Lucy berkerut "Bagaimana kamu tau aku tinggal di jerman?" Tanya Lucy kembali. Gama memalingkan wajah.
"Hanya asal menebak"
"Ooh.. Aku pikir tadi-"
Drrrrtttt... Kalimat Lucy terjeda saat ponselnya berdering. Lucy menatap Gama lalu pamit menjawab telfonnya.
Gama melihat bahu Lucy yang perlahan mulai menjauh. Perempuan itu terlihat bahagia berbicara dengan orang yang menelfonnya. Dan sialnya Gama penasaran siapa yang menghubungi Lucy hingga membuat perempuan itu sampai sebahagia ini.
Lucy melirik Gama sekilas sambil tersenyum lalu kembali berbicara pada orang di seberang telfon sebelum perempuan itu mematikan telfonnya dan kembali menghampiri Gama.
"Maaf. tadi tunanganku" ucap Lucy "Oh ya anda pak Gama ya namanya kemarin?" tanya Lucy.
Gama tak bergeming. Bahkan Gama tidak mendengar apa yang baru saja Lucy katakan. Cukup satu kata 'tunanganku' membuat Gama tidak bisa berpikir apapun.
"Tunangan?" gumam Gama namun gumaman itu mampu di dengar oleh Lucy. Lucy tertawa rendah.
"Iya tunanganku. Anda lihat kemarin ada pria yang menggandengku di taman?, dia Felix dan kami akan menikah tahun depan" ucap Lucy bangga.
"Oh ya, Pak Gama sudah punya istri ya?" Lucy sedikit memiringkan kepala ke kiri.
'Istri? Hanya kau Lucy yang berhak jadi istriku!' Rasanya Gama ingin mengatakan kalimat itu sekarang.
"Hei kau melamun?" Lucy kembali bertanya saat Gama tak kunjung menjawab.
Gama menatap Lucy tanpa ekspresi "Tidak! hanya saja aku lupa jika sedang punya janji" Gama langsung pergi sambil membawa baju yang Lucy pilihkan.
Tanpa sadar Gama mencengkeram baju itu dengan kuat mendengar Lucy akan menikah dengan bocah kurang ajar itu. Jadi selama ini mereka dekat karena akan menikah dan lagi mereka juga sudah bertunangan. Entah kenapa rasanya Gama sangat kesal dan ingin menghajar sesuatu.
Lucy ingin mengejar Gama namun ponselnya kembali berdering panggilan dari Felix yang mengingatkan agar Lucy tidak terlambat untuk pulang kerumah.
Gama melempar paper bag yang berisi baju pilihan Lucy ke kursi samping kemudi. Dia menggeram kesal dengan apa yang di dengar nya langsung dari mulut Lucy. Perempuan itu sudah bertunangan?
"Pembohong!" maki Gama "Katanya hanya aku yang akan kamu cintai. Bullshit! Gak bisa di percaya!" Gama memukul setir kemudi yang tidak bersalah.
Dadanya naik turun sesuai dengan emosi yang meledak meletup. Tatapan matanya menggelap, Gama benar benar marah sekarang.
"Akan ku lakukan apapun agar kau dapat mengingatku lagi Lucy! Masa bodoh kamu akan membenciku nantinya atau apapun aku tidak peduli. Yang pasti tidak ada pria selain aku yang bisa mendapatkanmu" ucap Gama serius.
Pria itu kemudian mengendarai mobilnya menemui Bian. Saat itu Bian sedang sibuk dengan tab dan mengatur jadwal pertemuan Gama sehingga meskipun tau Gama datang Bian tak mengalihkan pandangan dari tab nya.
"Napa lo datang kayak orang lagi mau robohin gedung gitu?" tanya Bian tanpa menoleh sedikitpun, seakan aura yang sedang di bawa Gama sangat jelas terasa jika Gama sedang dalam keadaan marah.
"Kenapa kamu gak bilang kalo mereka sudah tunangan?"
Bian melirik Gama lalu meletakkan tab di meja dan melepaskan kaca matanya.
"Maksudmu itu siapa? Mereka yang mana? Kan mereka itu banyak, yang jelas dong kalo ngomong" ujar Bian.
Gama menghela nafas "Lucy. Dia bilang sudah tunangan sama cowok kurang ajar itu"
"Oohh mereka yang kamu maksud. Lah aku aja gak tau tentang mereka udah tunangan apa belum tapi setelah tau mereka sudah tunangan apa yang bakal kamu lakuin?" sahut Bian begitu santai, karena itu juga bukan urusan nya namun dia akan berusaha memberi saran terbaik untuk Gama yang sangat payah dalam hal percintaan.
"Jika cowok sudah jatuh cinta dia pasti akan melakukan apapun" jawab Gama dengan mata tajamnya.
Bian hanya menggelengkan kepala pelan "Yah apapun itu asal tidak merugikan kalian. baik itu kamu ataupun Lucy" kata Bian mencoba mengingat kan.
Gama menatap lurus ke arah sebuah jendela kaca.
"Intinya sekarang aku harus mendapatkan hati Lucy kembali. Jika bukan hatinya mungkin bisa dengan tubuhnya" Gumam Gama yakin dan itu akan ia lakukan, Kali ini Lucy harus benar-benar jadi miliknya.
Bian sendiri langsung menganga tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar di kalimat terakhir yang Gama katakan.
"Kau Gila!" seru Bian tanpa sadar.
_______
To be continue