Bab 18. (Ternyata Kakakku m**o)

1398 Words
Langit yang semakin menghitam, akhirnya menurunkan benih-benih hujannya, di pantai itu. Tetapi 2 lelaki muda itu, malah semakin asyik bermesraan. Seakan ingin menyatu dengan hujan yang datang dari awan-awan hitam yang menyebar di langit tanpa batas. Hingga Ketrien pun kesal melihatnya, lalu berteriak memanggil 2 lelaki muda itu, dengan teriakan kerasnya. Seakan ingin mengalahkan suara hujan. "Kak Kevin .... Kak Dion .... Ternyata kalian pasangan m**o, aku enggak menyangka akan hal itu!?" teriak Ketrien, dengan kerasnya. Seakan tak ingin kalah dengan suara hujan dan deburan ombak pantai. Yang sedang berkolaborasi di tempat itu. Teriakan Ketrien yang begitu keras itu, telah membuat 2 lelaki muda itu menoleh ke arah atas tanggul di mana Ketrien berada. Hingga membuat mereka berdua terkejut bukan kepalang, melihat kehadirannya Ketrien. Sosok yang sangat mereka kenal. Mengetahui apa yang sedang mereka berdua lakukan tadi. "Ketrien!!"seru mereka berdua secara bersamaan. Dengan keterkejutan yang luar biasa. Seakan Ketrien itu sesosok hantu yang kesiangan.Yang akan mencelakai mereka saat itu juga. Mereka berdua lalu melepaskan pelukan mereka. Kevin dan Dion lalu bangkit, berdiri di atas pasir pantai itu, untuk memastikan siapa yang sudah memanggil diri mereka berdua. Akan tetapi walaupun mereka berdua sudah berdiri. Tapi tetap saja, mereka berdua masih berada di bawah kaki Ketrien. Kakak Ketrien yang bernama Kevin, lalu mengeluarkan suaranya. Untuk mencari alasan, agar adiknya itu tak berpikiran macam-macam terhadap mereka berdua. "Ket! apa yang kamu lihat. Itu bukan seperti apa yang kamu pikirkan. Aku dan Dion, tadi itu sedang latihan untuk pengambilan video klip band kami nanti," ucap Kevin berusaha untuk mencari alasan yang tepat, untuk menghindari tuduhan dari Ketrien. Tentang orientasi seksual mereka yang menyimpang. "Apa pun alibi Kak Kevin itu. Kalian tetap saja pasangan m**o di mataku. Aku kecewa dengan kalian berdua ...!" ujar Ketrien dengan kerasnya. Dengan lebih menfokuskan penglihatan pada wajah Kevin. Ketrien lalu melanjutkan ucapannya kembali. "Terutama sama Kak Kevin. Bagaimana perasaan papi dan mami, kalau mengetahui anak lelaki kesayangannya itu, adalah seorang m**o!?" ujar Ketrien, lalu berlari meninggalkan mereka berdua, dengan sangat cepatnya. "Mar, jangan kejar aku sekarang ...," pinta Ketrien, saat berpapasan dengan Marisa, yang mengikuti keinginan Ketrien. Seakan ia memahami semua keinginan dari Ketrien. Marisa terlihat hanya terdiam di tempat itu, bagaikan sebuah patung, ia tak mengejar Ketrien. Bahkan mengacuhkannya, seakan ia tak mengenal Ketrien sama sekali. Tampak tak berapa lama kemudian, muncullah sosok Kevin dari bawah tanggul. Yang segera mengejar Ketrien, yang telah berlari jauh meninggalkan mereka. Setelah Kevin keluar dari bawah tanggul itu, keluarlah Dion. Yang ternyata, Dion adalah orang yang pernah sangat dikenal oleh Marisa di masa lalunya itu. Tampak Marisa menjadi kaku dan tegang, ketika mengetahui Dion yang dipanggil oleh Ketrien tadi, ternyata Dion, mantan kekasihnya di masa lalunya itu. "Sial! kenapa ia ada di sini? Setelah 8 tahun tidak berjumpa dengan dirinya, kenapa aku harus bertemu dengannya lagi. Tapi semoga saja ia tidak mengenali diriku, karena aku sudah banyak berubah sekarang ...," ujar Marisa di dalam kalbunya, berusaha untuk tenang. Walaupun sesungguhnya hatinya itu kacau balau. Dengan pikiran yang terbayang-bayang dengan masa lalunya dan Dion. Dion yang telah keluar dari bawah tanggul itu, lalu berpapasan dengan Marisa. Mereka lalu saling tatap satu sama lainnya, dengan saling berhadapan satu sama lainnya. Mereka berdua hanya diam dan saling membisu, seakan sedang terkena sihir, oleh kenangan masa lalu mereka berdua. Hujan pun terus membesar, hingga membasahi tubuh mereka berdua. Diam dan hanya diam yang mereka berdua lakukan, hingga Dion pun angkat bicara. Untuk mengakhiri kebisuan di antara mereka berdua. "Kamu Marisa?" tanya Dion datar. Dan penuh dengan selidik. Tetapi Marisa hanya terdiam, hingga Dion pun bertanya untuk yang kedua kalinya. "Apakah kamu ini Marisa!?" ucap Dion, dengan suara yang lebih tegas dan keras. Tapi Marisa masih saja tetap terdiam. Seakan jiwanya itu sedang terbawa oleh masa lalunya. Melihat akan hal itu, Dion lalu menggapai dan menggenggam tangan kanan Marisa dengan tangan kanannya. Agar Marisa merespons ucapannya itu, yang kali ini ia berteriak dengan kerasnya. "Apakah kamu Marisa, mantan kekasihku dulu!?" teriaknya, dengan mendekatkan mulutnya ke telinga Marisa. Yang membuat Marisa marah diperlakukan seperti itu. "Jangan berteriak di dekat telingaku! perlahan pun kau bicara, aku bisa mendengarnya. Dan lebih baik kau lepaskan tangan kotor mu dari tanganku ini!" sahut Marisa, dan Dion pun lalu melepaskan genggaman tangan kanannya pada tangan kanan Marisa. "Ternyata kamu sekarang sudah berubah menjadi gadis yang tegas dan galak!?" ucap Dion, sambil tersenyum manis kepada Marisa. Seakan ingin menjinakkan Marisa dengan senyumannya itu. Yang sangat digilai oleh Marisa di masa lalunya itu. Namun walaupun Dion sudah memberikan senyum termanisnya untuk Marisa. Hal itu tak ada gunanya sama sekali. Marisa tak membalas senyumnya. Terlihat Marisa masih sakit hati dicampakkan oleh Dion begitu saja. Hanya karena seorang lelaki. Dan lelaki itu adalah Kevin, kakak dari kekasih wanitanya. "Itu bukan urusanmu, aku akan menjadi apa dan seperti apa sekarang!" timpal Marisa, dengan ketusnya, dengan tatapan mata yang penuh kebencian terhadap Dion, yang ada di hadapannya. "Oh ya, aku lupa. Itu memang bukan urusanku. Tapi aku itu hanya ingin memberikan perbandingan antara Marisa yang dulu, dengan Marisa yang sekarang," kata Dion, seakan mengejek Marisa. Yang tanpa diduga oleh Dion, Marisa berani menampar wajahnya dengan tangan kanan yang tadi ia genggam. "Pergi dari hadapanku m**o! kejarlah kekasih lelakimu itu!" ucap Marisa, sambil jari telunjuk tangan kanannya. Menunjuk ke mana Kevin pergi mengejar Ketrien. Tampak kemarahan pada diri Dion diperlakukan seperti itu, yang seakan tak menghargai sama sekali dirinya sebagai mantan kekasihnya. Dion lalu berusaha menampar wajah Marisa sebagai balasan, dari tamparan Marisa tadi. Akan tetapi sebelum tangan kanannya menyentuh pipi Marisa. Tangan Kanan Marisa telah menangkap tangan kanan Dion, lalu kakinya pun menyengkat kaki Dion, hingga Dion tersungkur di pasir pantai itu. "Sudah tahu, aku bukan yang dulu. Tapi masih saja berani bertindak kasar kepada diriku. Dasar b******n! pecundang! Lebih baik, aku yang meninggalkan dirimu saja!" Marisa lalu melangkahkan kakinya. meninggalkan Dion sendirian. Dengan arah yang berlawanan dengan Ketrien pergi. "Dasar sial ...! aku dipecundangi oleh seorang perempuan, yang dulu aku jajah!" teriak Dion di antara derasnya guyuran air hujan. Lalu ia pun bangkit, dan melangkahkan kakinya. Menuju ke arah Kevin, yang telah kehilangan jejak Ketrien. "Sial, aku sudah kehilangan jejaknya. Bagaimana kalau ia mengadukan hal yang dilihatnya kepada Papi?" tanya Kevin di dalam hatinya, dengan penuh kecemasannya. Kevin lalu menghentikan langkah larinya, dan berteduh pada pohon yang cukup rindang. Sambil menunggu Dion menghampirinya, yang telah terlihat dari kejauhan. Tampak tatapannya menatap jauh ke arah laut yang tengah bergemuruh diterpa hujan, dengan perasaannya yang sedang kacau balau karena insiden itu. Insiden yang mungkin tak pernah ia bayangkan sebelumnya, yang akan menimpa dirinya. Ia takut Ketrien mengadukan apa yang sudah ia lihatnya itu kepada kedua orang tua mereka. Kevin bukan takut akan kemarahan kedua orang tuanya itu. Tetapi ia takut kedua orang tuanya akan shock yang akan mempengaruhi kesehatan jantung kedua orang tuanya itu. Karena biar bagaimana pun Kevin sangat menyayangi kedua orang tuanya. Bahkan melebihi sayangnya Ketrien terhadap kedua orang tuanya. Dan bisa dibilang Kevin itu adalah anak Mami. Manjanya terhadap ibunya, berbanding terbalik dengan Ketrien. Yang tak begitu akrab dengan kedua orang tuanya. Kevin tetap terdiam bermain dengan pikirannya yang ditemani oleh hujan yang sudah mereda. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Dion tiba di tempat Kevin berteduh, dan Dion akhirnya ikut berteduh juga di bawah pohon itu. "Kamu tidak berhasil mengejar Ketrien ya?" tanya Dion dengan nada lembut, seakan ia sedang berbisik kepada Kevin. "Ya, aku selalu saja kalah dari kecil. Jika itu berhubungan dengan main kejar-kejaran dan petak umpet," timpal Kevin, yang membuat Dion tersenyum. Mendengar pengakuan jujur Kevin. "Ternyata, sayangku ini. Kakak yang selalu saja kalah dan selalu dipecundangi oleh adik perempuannya," ucap Dion, yang membuat Kevin tertawa lepas. "Ha ...ha...!" Kevin lalu menghentikan tawanya, lalu berbicara kembali kepada Dion, dengan suara yang lembut. "Itu sudah biasa dan bukan sebuah masalah bagi diriku. Yang sekarang jadi masalah, aku takut ia mengadukan. Apa yang ia lihat tentang kelakuan kita tadi kepada Papi ku ...," jelas Kevis, kepada Dion tentang ketakutannya itu. "Kamu itu, seperti tidak tahu sifat adikmu itu. Ketrien, tidak mungkin mengadukan apa yang ia lihatnya itu. Kepada papi mu, ia itu bukan tipe orang yang menyelesaikan masalah, dengan membuat masalah baru. Paling ia nanti akan menelepon mu, untuk berbicara 4 mata dengan dirimu," tutur Dion, lalu menggandeng tangan Kevin, untuk mengikutinya. Untuk masuk ke dalam restoran cepat saji. Yang ada beberapa langkah di depan mereka berdua. "Lebih baik kita makan saja yu," ajak Dion, terus melangkahkan kakinya, sambil menggandeng tangan Kevin dengan mesranya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD