3. Pantiku Rumahku

1114 Words
Esok harinya Warda dengan penuh semangat segera mengajak Bu Atin untuk ke pusat perhiasan. Dia tidak menyangka jika cincin tersebut terjual ratusan juta. "Buk, akhirnya kita bisa menebus Panti!" ucap Warda sambil memeluk Bu Atin. "Iya, ini masih ada sisa dua puluh juta, apa sebaiknya dipegang kamu? Karena cincin itu juga sudah menjadi milikmu." "Tidak, Bu. Aku malah berencana untuk membeli laptop yang agak murah saja, sekarang jaman canggih. Laptop sangat penting untuk adik-adik sekolah," saran Warda. "Sungguh mulia sekali hatimu, Nak. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu. Karena setiap kebaikan pasti akan mendapat balasan yang setimpal," ucap Bu Atin merasa bangga. "Mari kita langsung transfer saja uangnya ke rekening saudara Bu Atin, setelah itu kita ke toko laptop mumpung aku masih punya banyak waktu," ajak Warda. Bu Atin mengangguk tanda setuju, mereka berdua langsung menuju bank yang tidak jauh dari sana. Dan mereka juga segera membeli barang sesuai keinginan Warda. Lima laptop telah terbeli, Warda berharap bisa membuat adik-adiknya semakin semangat belajar dan bisa maju. Warda mengingat dulu betapa susahnya dia saat Ujian Nasional semuanya memakai Laptop, sedangkan dia hanya memakai ponsel itupun meminjam punya Bu Atin. Apa yang pernah dirasakannya Warda berharap tidak terjadi pada adik-adiknya. Bagaimanapun juga adik-adik panti adalah keluarganya sendiri. Setelah mengantar ibu asuhnya pulang, Warda beristirahat sejenak sambil tiduran. Tepat pukul 12 siang dia terbangun, sebab harus siap-siap karena jadwal kerja pukul 1 siang. "Bu, Warda berangkat kerja dulu ya." "Iya, hati-hati di jalan, Nak." Setelah berpamitan, Warda bergegas jalan kaki menuju halte bus. Tidak butuh waktu yang lama, cukup lima menit sudah sampai. Sebenarnya dengan sisa uang tadi Warda bisa membeli motor agar dia bisa berangkat dan pulang kerja sendiri. Akan tetapi Warda sama sekali tidak terpikirkan, sebab sejak kecil dia takut naik motor. Warda dulu ketika berumur enam tahun pernah mengalami kecelakaan motor bersama kedua orang tuanya, sehingga ayah dan ibunya meninggal seketika. Sedangkan dia yang waktu itu berada di tengah masih selamat akan tetapi mengalami luka yang parah. Semenjak itu pula, Warda akan selalu histeris jika naik motor. Bukan hanya itu saja, bahkan berbagai jenis kendaraan lain. Akan tetapi saat dia mulai sekolah semakin lama mulai bisa tenang jika naik mobil, tapi untuk motor dia masih belum bisa karena akan selalu teringat kenangan tragis bersama kedua orang tuanya. Sesampainya di konter, dia langsung disambut oleh rekan kerjanya. Apalagi Warda merupakan pekerja termuda sehingga semuanya menganggap dia sebagai adik. Terlebih lagi Warda memiliki wajah yang begitu imut dan tingkah laku yang menggemaskan. "Warda, mumpung masih ada waktu 15 menit, temani aku makan di luar yuk?" "Aku baru saja makan, Kak Vanya," tolak Warda nyengir. "Oalah, padahal aku berniat mentraktir kamu es campur dan siomay," ujar Vanya kecewa. "Eh, aku ikut. Kalau untuk es campur masih muat," sela Warda. Vanya hanya tertawa, karena Warda meskipun memiliki tubuh mungil akan tetapi soal makan bisa menghabiskan banyak. "Kalian mau kemana?" tanya seorang lelaki muda yang tampan. "Kami mau makan diluar bos," jawab Vanya. "Tolong nanti pulangnya mampir ke restoran kesukaanku ya, pesan seperti biasanya. Kalian nggak perlu terburu-buru, aku masih nanti makannya!" "Siap, Bos," jawab Warda dan Vanya serempak. Kedua gadis itu kemudian berlalu pergi, tidak perlu naik kendaraan karena lokasi konter berada di pinggir jalan raya yang sekitarnya menjual banyak sekali aneka makanan. "Kak Vanya, kenapa Bos Ardi tidak pernah bosan makan itu-itu saja ya?" tanya Warda penasaran. "Namanya juga sudah kesukaan, mau bagaimana lagi. Aku iri denganmu, bisa makan apa saja tapi tubuh tetap langsing. Aku begitu makan nasi agak banyak berat badan langsung naik drastis," keluh Vanya. "Kak Vanya banyak gerak dong, percuma diet berat tapi setelah itu banyak tidur dan ngemil," sindir Warda. "Aku ngemil palingan hanya buah, tapi soal tidur itu yang susah atur. Ini saja sampai di rumah aku sudah mau tidur, ngantuk banget," jawab Vanya tertawa. Warda hanya geleng-geleng kepala, sebab dia sendiri tidak pernah peduli soal berat badan. Baginya tubuh sehat saja sudah bersyukur. *************************** Devan merasa kurang berselera dengan makanan di kantor, dia masih kepikiran soal kakaknya yang hendak menjodohkan dengan Arafa. Walaupun Arafa cantik dan baik tapi dalam hatinya sama sekali tidak ada ketertarikan. "Apa aku mengikuti seperti di drama-drama itu ya? Menyewa perempuan sebagai tunangan. Dengan begitu kakak tidak akan resek lagi, dan aku juga tetap masih bebas bermain dengan perempuan lain tanpa menjaga komitmen," batin Devan. Akan tetapi Devan juga berpikir, jika ingin mencari perempuan sebagai tunangan harus memilih yang terlihat baik juga. Jika tidak nanti kakaknya takkan merestui. Kemudian Devan berpikir pada satu nama, yaitu Jeni. Sosok cewek cuek tapi memiliki nama baik di depan kakaknya. "Coba aku hubungi dia saja deh, lagian dia juga sepertinya belum memiliki pacar. Dia juga selalu sibuk menemani Lintang, jadi aku tidak perlu banyak bersandiwara," batin Devan. Devan segera menelpon Jeni, dan dia mengajak gadis tersebut ke sebuah restoran. Sesampainya di sana, rupanya Jeni juga sudah sampai duluan. "Ada apa, Tuan Devan,?" tanya Jeni dengan nada tegas tapi hormat. "Jangan terlalu kaku begitu, santai saja! Ayo kamu mau pesan apa biar aku traktir. Dan kamu jangan panggil aku tuan lagi!" sergah Devan. Jeni mengernyitkan dahinya, sebab tidak biasanya Devan seperti ini. "Baiklah, aku tahu kamu bukan tipe perempuan yang bisa diajak basa-basi. Aku menemuimu karena aku butuh bantuanmu," ucap Devan serius. "Bantuan apa?" "Jadilah tunangan palsuku di depan kakak, kamu pasti tahu kan soal perjodohan antara aku dan Arafa?" Mendengar pernyataan itu Jeni tertawa lebar, membuat Devan merasa kesal akan tetapi ditahan. "Tuan Devan, apa kamu masih belum bisa move on dari Bosku?" goda Jeni. "Apa maksudmu?" tanya Devan terkejut. "Iya, Anda belum bisa melupakan Bos Lintang kan? Makanya Anda tidak bisa memiliki hubungan serius dengan seorang perempuan," ejek Jeni. "Ngawur kamu ini, bukan itu alasan aku betah ngejomblo. Aku hanya belum siap dengan hubungan serius karena masih ingin bermain, jika hanya memiliki satu wanita bagiku tidak cukup," sergah Devan. Jeni tampak berpikir sejenak, membuat Devan cemas jika perempuan di depannya itu menolak. "Ayolah, aku bayar kamu deh. Lagian kamu juga nggak rugi, aku tidak akan ngapa-ngapain kamu. Kita hanya bersandiwara di depan Kakak saja. Setelah itu kamu bebas mau ngapain, dan aku juga bisa bebas bersama siapapun," bujuk Devan. "Baiklah, tapi bayarannya harus besar," sela Jeni. "Itu masalah kecil," balas Devan. Setelah selesai makan siang, mereka berdua berniat meninggalkan restoran tersebut. Akan tetapi tanpa sengaja Devan menabrak seorang gadis remaja yang membawa kotak makanan. "Maaf," ucap Devan merasa bersalah. Rupanya yang barusan ditabrak adalah Warda. Gadis itu tampak ketakutan seperti melihat hantu dan berlari secepat mungkin menghindari Devan. "Dia kenapa sih? Apa aku ini terlihat menyeramkan?" tanya Devan. "Tidak, biasa saja," balas Jeni. Devan semakin dibuat penasaran dengan tingkah Warda yang aneh itu. Devan jadi berpikir jika saat mabuk dia sudah melakukan pelecehan sehingga gadis itu selalu takut setiap kali melihatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD