Bab 3 Drama Seperti Apa

1542 Words
"Gunakan garpu dan pisaumu dengan benar, Darling. Seorang lady tidak akan memegangnya seperti itu," tegur Madam Cecilia. Dia mengangkat kedua tangannya menunjukkan cara memegang kedua benda itu pada Mika. "Duduk yang tegak, jangan lemas seperti itu! Apa itu? Jangan lagi-lagi meletakkan sikumu di atas meja!" Madam Cecilia memukul pelan siku Mika. "M-maaf, Madam." "Jangan minta maaf, cukup lakukan saja perintahku!" Mika menunduk diam dan memperbaiki posisi duduknya seperti yang Madam Cecilia perintahkan. Madam Cecilia menghela napas. "Maafkan aku, aku tidak bermaksud memarahimu," ucapnya menyesal. "Aku mengerti, Madam. Ini memang sudah tugas Madam untuk mengajariku," jawab Mika bergumam. Madam Cecilia meletakkan pisau dan garpu yang ada di tangannya ke atas meja, lalu dia berkata, "Kau tahu? Persetan dengan tata krama ini. Kita lupakan saja sebentar dan bersenang-senang." Dia berdiri dengan bersemangat. "Ikut denganku, kau perlu membeli beberapa baju." Beberapa baju yang dikatakan Madam Cecilia ternyata lebih dari dua puluh potong, dan semuanya mahal-mahal. "Aku tidak perlu baju sebanyak ini. Buat apa?" "Kau akan membutuhkannya jika menikah dengan Kalvin, Darling. Ini masih belum seberapa jika dibandingkan dengan baju Freya yang memenuhi satu ruangan," ujar Madam Cecilia mengibaskan tangannya. "Untuk permulaan segini saja cukup, besok kita belanja lagi." Mereka keluar dari butik berkelas membawa berkantong-kantong belanjaan, dibantu oleh sopir yang terus membuntuti ke mana pun mereka pergi. Lalu Madam Cecilia membawa Mika ke salon. Selama berjam-jam mereka berada di sana, melakukan perawatan yang tidak pernah Mika bayangkan sebelumnya. "Kau harus merapikan rambutmu, Sayang. Tidak perlu dipotong pendek, hanya memperbaiki poni dan bagian samping agar lebih pas dengan bentuk wajahmu," kata Madam Cecilia ketika pegawai salon sedang melakukan menikur dan pedikur. Mika hanya mengangguk. Dia tidak peduli dengan rambutnya, mereka boleh melakukan apa saja jika itu bisa membuatnya mendapatkan uang. Dua jam kemudian mereka sudah keluar dari salon. Setelah rambutnya dirapikan dan wajahnya dipoles make up, Madam Cecilia memintanya mengenakan salah satu baju yang tadi mereka beli. Sebuah gaun sepanjang betis yang membalut pas di tubuhnya. Penggunaan bra yang sesuai menjadikan d**a Mika tampak lebih berisi, gadis itu terlihat beberapa tahun lebih dewasa dari penampilan sebelumnya. Sopir yang melihat perubahan Mika spontan terpana, mulutnya terbuka tanpa ia sadari, sama sekali tidak menduga jika gadis yang baru saja melewatinya adalah gadis yang sama dengan yang tadi dilihatnya keluar dari hotel. Dia terus berdiri dengan wajah terbengong selama beberapa saat. Ketika tersadar, sopir itu buru-buru menyusul kedua wanita yang telah meninggalkannya itu, tergopoh-gopoh membawa belanjaan yang memenuhi kedua tangannya. "Freya tidak akan suka dengan perubahanmu," kikik Madam Cecilia begitu mereka berada di mobil. Mika melirik Madam Cecilia canggung. "S-sepertinya itu bukan berita bagus," gumamnya ragu. "Oh, no no," geleng Madam Cecilia. "Sebaliknya, justru sangat bagus. Dengan begitu si tua bangka tidak akan curiga kalau kau dan Kalvin hanya pura-pura menikah." "Tapi kau bilang tadi, Freya tidak akan suka dengan penampilanku?" "Meh, abaikan saja. Freya selalu tidak suka kalau ada wanita yang terlihat lebih cantik darinya." Madam Cecilia mengibaskan tangannya. "Tapi ini pasti akan sangat menarik," sambungnya bergumam. Sorot matanya memancarkan rasa geli seolah ada sesuatu yang lucu yang tengah ia bayangkan. "Aku ada ide, kenapa kita tidak berkunjung ke istana mereka sekarang? Pasti akan menjadi kejutan yang hebat buat mereka," ujarnya lagi yang disusul dengan kikikannya. Mika tidak suka dengan ide itu. Dia tidak ingin punya masalah dengan Freya karena wanita itulah yang akan membayarnya. Mika tidak mau membuat wanita itu marah padanya. "Sepertinya itu bukan ide yang bagus, kau ibunya Freya, ayah Kalvin pasti akan mengenalimu dan curiga kenapa aku bisa bersamamu." Mika berusaha mempengaruhi Madam Cecilia agar membatalkan rencana tersebut. "Oh, tidak," bisik wanita itu mendekatkan bibirnya ke telinga Mika. "Tidak ada seorang pun yang tahu aku ibu kandung Freya. Bahkan Kalvin juga tidak tahu," ucap wanita paruh baya itu tersenyum manis. Lalu dia memerintahkan supir untuk berbalik arah menuju kediaman keluarga Dhananjaya. ****** Sore ini begitu cerah, udara terasa hangat dan menyejukkan meski di luar matahari masih bersinar terik. Semilir angin menerbangkan daun-daun yang baru gugur dari ranting pohon, melayang sebentar sebelum akhirnya mendarat di tanah. Semerbak wangi bunga ikut menguar bersama embusannya, meninggalkan ketenangan bagi siapa saja yang menghirupnya. Kediaman keluarga Dhananjaya berada di pinggiran kota Bogor, merupkan bangunan tiga lantai dengan model Amerika klasik yang berkesan elegan. Dindingnya didominasi warna putih, dengan dua pilar besar di bagian depan yang berdiri kokoh. Berada di tengah-tengah lahan seluas satu hektar, rumah tersebut dikelilingi halaman luas yang dipenuhi pepohonan. Ada danau buatan dengan dermaga yang digunakan untuk menambatkan perahu kecil di bagian belakang rumah. Dan istal kuda lengkap dengan lapangan pacunya di bagian sayap kiri bangunan. Si tua Baskara Dhananjaya membangun rumah ini untuk almarhum istri tercintanya yang sangat menyukai alam dan suasana pedesaan. Mereka pernah bermimpi memiliki banyak anak, karena itulah rumah tersebut mempunyai tiga lantai . Namun sayangnya takdir berkata lain, setelah melahirkan Kalvin, rahim Andini, istri Baskara harus diangkat. Sejak saat itu, dia jadi sering sakit-sakitan. Wanita malang itu menutup usia di umur 42 tahun, tepat di hari ulang tahun Kalvin yang kedua puluh dua. Sepeninggal istrinya, Baskara jadi berubah pendiam. Dia larut dalam kesedihannya, menghabiskan waktu dengan bekerja hingga tanpa dia sadari, hubungannya dengan sang putra pun merenggang. Jika tidak sedang bekerja, Baskara hanya duduk-duduk di dekat danau. Mengenang kebersamaannya dengan sang istri tercinta. Tempat lain yang dia sukai adalah perpustakaan yang terletak di lantai tiga, tempat biasa sang istri menghabiskan waktu dengan membaca. Sore ini dia berada di perpustakaan. Sedang berdiri di pinggir jendela yang menghadap ke halaman samping. Ada sebuah taman di sana, satu-satunya tempat yang didesain secara modern di dalam lahan mereka. Dengan kursi, air mancur, dan lampu-lampu taman yang menghiasi. Baskara jarang berada di sana, tapi beberapa bulan ini, mengawasi tempat itu sudah menjadi rutinitasnya. Dari tempat dia berdiri, Baskara bisa melihat sepasang muda-mudi yang sedang memadu kasih. Tanpa menyadari ada yang mengintai, mereka berdua asyik berciuman. Dengan santai Baskara mengamati adegan tersebut. Sama sekali tidak merasa terganggu meski wanita yang sedang berciuman dengan putranya itu adalah istri mudanya. Hal tersebut sudah ia prediksi dari jauh-jauh hari, saat ide yang sedang ia jalani sekarang masih berupa rencana. Pandangan Baskara beralih ketika sudut matanya menangkap mobil yang mendekati rumahnya. Dia mengenali mobil tersebut sebagai salah satu mobilnya, hal yang menarik perhatiannya adalah, sudah lebih dari setahun mobil tersebut tersimpan di garasi di salah satu rumahnya yang ada di pusat kota. Melalui lift khusus yang ia tambahkan pada bangunan rumahnya, Baskara bergegas turun untuk menyambut sang tamu. Dia merasa ada sesuatu yang menarik yang akan terjadi, dan pria tua itu sangat bersemangat menghadapinya. Baskara membuka pintu utama tepat ketika mobil berhenti di depan teras. Dia meletakkan kedua tangannya bertumpu pada kepala tongkat, menunggu dengan sabar. Pintu mobil terbuka dan dua wanita berbeda usia keluar dari dalamnya. Salah satunya menarik perhatian Baskara, seorang wanita muda yang rupawan. Pria tua itu menyipitkan mata menilai gadis tersebut secara diam-diam. "Mimpi apa aku semalam? Dikunjungi dua wanita cantik yang menawan," ucapnya dengan suara seraknya yang khas. Senyum ramah terulas di bibirnya yang keriput. Madam Cecilia balas tersenyum, dia mengulurkan tangan dan membiarkan Baskara mencium punggung tangannya dengan takzim. "Saya Cecilia, mengantar keponakan saya untuk menemui calon mertuanya," kata Cecilia sopan. "Ah," pandangan Baskara beralih pada Mika. "Jadi gadis muda ini calon menantuku?" "Tepat sekali." Baskara bukan orang bodoh. Dia tahu ada sesuatu yang tidak beres dengan Cecilia dan gadis yang dibawanya, tapi apa pun itu, dia menikmati permainannya. Dipersilakannya kedua wanita itu masuk. Lalu dia memanggil pelayannya untuk memberi tahu Kalvin soal kedatangan mereka. "Aku tidak tahu putraku memiliki kekasih," gumam Baskara, menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi. "Mereka baru bertemu di pesta, dan putra Anda langsung jatuh cinta pada keponakan saya." Refleks Mika terbatuk. Kebohongan Madam Cecilia membuatnya salah tingkah, dia langsung menunduk menyembunyikan rona merah di pipinya. "Tidak salah, keponakan Anda cantik sekali," puji Baskara. Sementara benaknya menertawakan rencana Kalvin dan Freya yang sudah bisa ia terka. Suara langkah kaki yang tergesa-gesa di luar mengalihkan perhatian mereka. "Apa lagi ini, Freya? Kenapa mereka ke sini sekarang?" gusar Kalvin setengah berbisik. "Mana aku tahu, ini pasti ulah Cecilia," jawab Freya kesal, mengikuti Kalvin di belakang. Keduanya terdiam begitu memasuki ruang tamu. Sementara ketiga orang yang berada di ruangan tersebut langsung berdiri menyambut mereka. "Ini dia calon pengantin prianya," kata Baskara menyembunyikan nada mengejek yang sekilas timbul pada suaranya. "Sini, Nak. Sini. Kenapa tidak bilang kalau kau sudah menemukan tambatan hati?" sambungnya kembali duduk dan menunjuk kursi di sebelahnya. Namun Kalvin malah berdiri terpaku menatap Mika. Dadanya mendadak berdesir halus. Gadis yang beberapa hari lalu dia lihat kenapa kini tampak sangat berbeda? Mengenakan bodycon midi dress[1] warna pink pucat yang tampak serasi dengan kulitnya. Garis leher gaunnya berbentuk hati yang rendah, hingga memperlihatkan sedikit belahan dadanya. Satu hal yang membuat Kalvin tidak bisa bernapas, dengan potongan gaun model ini, buah d**a Mika yang tidak terlalu besar justru tampak sempurna. Tanpa sadar Kalvin menelan air liurnya, celananya mendadak sesak tanpa bisa bisa dipahami penyebabnya. Sikap Kalvin tidak luput dari perhatian dua orang yang berada satu ruangan dengannya. Sang kekasih gelap yang kini menatap Kalvin dengan sorot mata penuh rasa cemburu, dan sang ayah yang diam-diam mulai tertarik dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Hm ... drama seperti apa yang akan terjadi di rumah ini nantinya? Gumamnya dalam hati. Bersambung [1] Bodycon dress: Body conscous, yaitu jenis gaun yang potongannya mengikuti bentuk lekuk tubuh (form-fitting)  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD