"Ken, bentar lagi 'kan Zea liburan nih, Ken nggak ada rencana gitu ajak Zea jalan-jalan." Zea memberi kode kepada Kenzio agar mengajaknya jalan-jalan ke tempat yang indah. Semoga Ken peka.
Besok adalah hari terakhir Zea melaksanakan ujian akhir semesternya dan setelah pembagian raport langsung libur panjang selama dua minggu.
Kenzio menggeleng. "Aku kerja, Zea!"
Zea memanyunkan bibirnya. "Kalau nggak masuk kerja seminggu atau dua minggu, nggak buat perusahaannya bangkrut Ken! Ayolah, Ken kita liburan. Zea butuh holiday."
Kenzio tidak menggubris, pria dingin itu masih sibuk dengan laptopnya sedangkan Zea terus merengek agar keinginannya terpenuhi. "Ken, ayolah. Kalau Zea dapat ranking satu lagi pokoknya Ken harus ajak Zea liburan."
Dari SD Zea selalu mendapat ranking satu, di balik mulutnya yang bawel terdapat otak yang jenius dan kerap membuat teman-teman sekolahnya iri termasuk Kyara yang secara terang-terangan ingin merebut milik Zea.
"Memangnya sejak kapan kamu tidak mendapat ranking satu?" Kenzio tetap fokus pada kerjaannya.
"Nah itu tahu, jadi gimana Ken?"
Akhirnya Kenzio pasrah dan menatap Zea. "Mau ke mana?"
Zea tersenyum senang mendengar pertanyaan Zio ternyata usahanya tidak sia-sia. "Bangka Belitung, gimana? Di sana itu indah Ken!"
"Jauh," protes Kenzio.
Zea menghela napas kesal. "Masih ada pesawat kali Ken. Ayolah, ke sana. Cukup Zea dan Ken, please."
Kenzio mengangguk. "Iya, tapi cuma seminggu."
"Yes captain," Zea mencium pipi Kenzio. "Yaudah Zea belajar lagi. Makasih babe."
***
Safira tidak hentinya membujuk Kenzio agar mengakhiri hubungannya dengan Zea, ia sudah mempunyai pilihan sendiri untuk Kenzio, putri dari almarhumah sahabatnya dulu sewaktu kuliah. Janji yang telah ia buat dengan Kinan dulu harus ditepati. Janji adalah hutang apalagi itu adalah perjanjiannya dengan seseorang yang telah terlebih dulu menghadap sang maha kuasa.
Lagi-lagi ia menemui Kenzio di kantornya. "Zio, please jangan sama Zea sayang. Mama mohon!"
Kenzio sudah muak dengan ucapan mamanya yang seperti itu. Sejujurnya Kenzio tidak ingin membantah permintaan mamanya tapi ini soal hati. Hatinya Kenzio telah memilih satu perempuan yaitu Kanzea Navrilia Alesha. Hanya Zea-lah perempuan yang ingin ia nikahi.
"Zio hanya mencintai Zea, tolong jangan pisahkan kami, Zio mohon ma!"
Safira menatap anak bungsunya dengan tatapan penuh harap. "Zio, ada sesuatu yang tidak kamu ketahui, kenapa mama benar-benar melarang kamu."
Kenzio mengernyitkan keningnya bingung. "Memangnya apa?" tanyanya penasaran.
Ia rasa, ini waktu yang tepat untuk Kenzio mengetahui semuanya. Sebelum berbicara Safira menarik napasnya pelan. "Mama dulu punya sahabat sewaktu kuliah namanya Kinan, kami sangat akrab. Setelah lulus kuliah mama menikah dan setahun kemudian disusul oleh Kinan. Kami membuat perjanjian bahwa harus menikahkan anak kami kelak, karena anak pertama kami sama-sama berjenis kelamin laki-laki jadi tidak bisa dijodohkan."
"Lalu setelah kamu lahir ternyata laki-laki lagi, kami sempat putus asa karena tidak bisa menjodohkan anak kami. Beberapa tahun kemudian Kinan hamil lagi dan ternyata anaknya perempuan, kami senang akhirnya bisa menjodohkan kalian. Lalu saat umur anak perempuannya 3 tahun, Kinan meninggal karena penyakit dan beberapa hari sebelum meninggal, Kinan sempat mengingatkan mama tentang perjanjian itu agar menikahkan kalian suatu saat nanti."
Kenzio hampir tak bisa berkutik mendengar penjelasan Safira. Ini tentang janji yang harus ditepati, ini rumit. Kenzio menelan ludahnya susah payah mengetahui tentang perjanjian itu. "Tapi, ma. Aku hanya mencintai Zea," jujur Kenzio tidak bisa menikah dengan perempuan yang mamanya maksud, bahkan ia belum mengenal siapa perempuannya.
"Please, Zio. Ini tentang perjanjian mama dengan seseorang yang sudah meninggal. Mama tidak bisa membatalkannya, kamu tahu 'kan bahwa janji adalah hutang?"
Kenzio sangat paham jika janji adalah hutang dan hutang harus dibayar. Tapi ini tentang hati, apakah ia harus mengorbankan hatinya dan Zea hanya untuk perjanjian orangtuanya di masa lalu?
Safira memegang bahu Kenzio. "Please, lakukan ini demi wanita yang telah berjuang selama sembilan bulan mengandungmu serta wanita yang melahirkanmu dengan susah payah juga membesarkanmu dengan penuh kasih sayang tanpa pamrih."
Apakah ini memang takdirku?
***
Setelah mengerjakan soal ujiannya Zea dan Valen menikmati bakso dan es jeruk di kantin dengan lahap karena mengerjakan soal matematika itu butuh tenaga dan pikiran yang ekstra sehingga membuat cepat lapar.
"Lo tahu nggak Len, liburan besok gue ke Bangka Belitung sama Ken selama seminggu. Senang banget gue!" ujarnya setelah menghabiskan satu mangkok bakso dan es jeruknya sisa setengah.
"Oh ya? Gue ikut bahagia, lo beruntung banget sih Ze, punya doi kayak kak Kenzio. Gue juga mau kali."
Zea menatap sahabatnya bingung. "Kemarin katanya Iqbal sekarang kok jadi Ken!"
"Iqbal emang unyu cocok dijadikan teman jalan atau pacar doang kalau kak Ken udah dewasa dan suami-able banget kayaknya."
Zea tertawa renyah. "Ken itu limited edition, hanya satu di dunia," ujarnya bangga.
"Hati-hati ketikung."
"Seberapa banyak cewek yang suka sama dia, cuma gue yang dia pilih, Len."
Valen kembali melanjutkan mengunyah pentolan bakso yang masih tersisa satu dalam mangkoknya. Mata Zea tidak sengaja menangkap dua insan yang baru masuk kantin. "Len, Alvin sama Kyara udah balikan kah?"
Setelah meneguk habis es jeruknya Valen mengangguk. "Dengar-dengar sih gitu, Alvin 'kan sayang banget sama Kyara terus Kyara-nya luluh pas diajak balikan."
"Nggak tahu malu banget emang," ujar Zea.
"Lo masih ada rasa sama mantan?"
Zea menggeleng. "Bukan Zea namanya kalau susah move on apalagi buat orang macam gitu, lagian sekarang gue udah punya Ken."
Valen percaya kalau Zea memang sudah melupakan Alvin tapi rasa sakit hatinya karena di khianati oleh Kyara dan Alvin masih membekas di hatinya sampai sekarang. Zea bukan tipe perempuan pendendam tapi ia juga bukan tipe orang yang mudah melupakan rasa sakit hatinya.
Zea adalah perpaduan antara sifat lembutnya Alana dan sifat kerasnya Gavril.
"Gue traktir mekdi."
"Sip, gue suka yang gratisan."
"Kuy berangkat."
***
"Aku tidak mau Zea merasakan sakitnya mencintai seperti yang aku rasakan dulu." Alana dan Gavril memang sudah diceritakan oleh Safira tentang perjanjian itu semalem saat menginap di rumah mereka.
Gavril mengelus rambut istrinya lembut. "Kita bisa apa selain mendoakan yang terbaik untuk mereka. Lagipula itu tentang perjanjian, urusannya berhubungan langsung manusia dengan Tuhan."
Alana mengangguk. "Semoga baik-baik saja, semoga Zea baik-baik saja saat mengetahui hubungannya dengan Zio akan berakhir."
Alana dan Gavril hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk Kenzio dan Zea. Semua yang terjadi dunia ini adalah ketetapan sang pencipta.
***