Bab 6

645 Words
Setelah sampai di apartemen, Zea dan Kenzio duduk di sofa karena mereka belum ngantuk. Kalau dipikir-pikir mereka ini seperti pasangan suami dan istri tinggal serumah berdua tapi nyatanya status mereka tidak lebih dari om dan keponakan. "Ken, buat mussicaly dong." Kenzio menggeleng. "Buat apa Zea?" "Zea cuma mau lihat cowok dingin kalau buat video mussicaly gimana," Zea merengut kesal karena Ken menolak permintaannya. Ken menghembuskan napasnya pasrah. "Ok," ia mulai mendownload aplikasi mussicaly membuat Zea tersenyum senang. Kenzio mulai membuat gerakan di depan layar ponselnya. Setelah selesai Zea bertepuk tangan senang karena hasilnya bagus sekali.     "Beruntung banget, perempuan yang bisa menjadi istrinya Ken suatu saat nanti," Zea bersandar ke d**a bidang Kenzio. "Kanzea Navrilia Alesha, will you marry me?" bisiknya tepat di telinga Zea. "Aku bukan pria romantis, aku kaku dan dingin yang selalu berharap bisa selalu berada di samping kamu sampai kapanpun because ich liebe dich." Zea terperangah mendengar ucapan Kenzio sebab sudah ada kemajuan dalam berbicara tidak sesingkat biasanya. "Zea, kamu tahu nggak sejak kecil aku selalu ingin mencium bibir kamu tapi gak punya kesempatan karena Papa dan Om-Om kamu yang lain melarang." "Dasar m***m!" "Mesumin calon istri sendiri gak dosa 'kan?" godanya. "Halalin dulu baru nggak dosa!" "Yaudah besok ke KUA!" "Ogah, Zea mau kuliah dulu!" Kenzio tertawa renyah, ia mendekap tubuh mungil Zea semakin dalam, menikmati wangi tubuh Zea yang menenangkan. "Please be mine, Zea. Say yes please." Zea mengangkat kepalanya dan menatap wajah tampan Kenzio. "Please give me a romantic moment." Kenzio mengangguk dan mencium kening Zea dengan lembut. "Ayo tidur, besok ada kejutan untuk kesayangannya Kenzio." Zea menggeleng. "Nanti aja tidurnya. Kapan lagi bisa peluk Ken seerat ini." Zea semakin mengeratkan pelukannya, Kenzio mengusap rambutnya Zea lembut. Napas Zea kini mulai teratur dan ternyata Zea sudah terlelap ke alam mimpi. Kenzio mengecup bibir Zea singkat. "Good night, my sunshine." Kemudian Kenzio menggendong Zea ala bridal style ke kamarnya dan menyelimuti tubuh Zea sebatas dadanya kemudian mencium kening Zea. "Have a nice dream." *** "Mama dan Papa lagi apa? Kenapa berisik sekali!" setelah menggoda orang tuanya ia tertawa terbahak-bahak. Sementara Gavril dan Alana tidak menggubris, mereka tetap asyik sama kegiatannya. "Ahhhh," Alana Gavril sudah sampai ke puncak kenikmatannya. "Hot mommy," Gavril mencium kening istrinya dan ia kembali rebahan di samping istrinya. Alana menatap Gavril. "Hot daddy." "Kamu tidak ada rencana bikin adik untuk Iqbal?" "Kapan-kapan." "Besok kita ke dokter untuk memprogram kehamilan." "Aku tidak akan pernah bosan mencintaimu sayang, sampai kapanpun. Kamu adalah mutiara yang harus aku jaga sampai kapanpun." Gavril memeluk istrinya. "Terimakasih sudah mencintaiku, menjadi suami dan ayah yang baik." Kita tidak tahu dengan siapa kita akan jatuh cinta, semua terjadi begitu saja karena takdir telah menyatukan kita untuk hidup bersama. Suara hati Gavril. *** Pukul 05.00 Kenzio mengajak Zea ke rooftop apartemen karena ada kejutan yang telah ia siapkan di atas sana. Zea yang baru bangun tidur belum bisa membuka mata sepenuhnya karena ia masih ngantuk tapi kantuknya hilang saat melihat indahnya sunrise di atas sana.         Zea menatap keindahan yang tidak pernah dilihatnya selama ini. Jujur dari kecil ia belum pernah melihat sunrise dan ternyata benar-benar indah. "Senang?" Zea mengangguk. "Lebih dari senang, Zea bahagia." Mereka menikmati sunrise dengan cuaca dingin pagi hari yang menusuk tulang. Kenzio merangkul pundak Zea, menghangatkan tubuh gadis itu yang melipat kedua tangannya di depan d**a. "Ini memang gak romantis, jauh dari kata romantis tapi aku akan selalu berusaha membahagiakanmu." Setelah itu Kenzio berlutut di hadapan Zea, sambil mengarahkan kotak beludru merah yang berisi cincin indah ke hadapan Zea. "Ini gak romantis Zea tapi aku tulus memintamu menjadi istriku." "Istri?" "Will you marry me? Please say yes." "Tapi Zea 'kan masih sekolah." "Aku akan menunggu sampai kamu siap." "Please, jangan tolak aku. Jangan buat aku gila, Zea." Haruskah Zea menerimanya? "Tapi bagaimana dengan nenek Safira?" "Itu biar menjadi urusanku." Kenzio kembali bertanya sekali lagi. "So, yes or no?" Yes or no? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD