BAB 7 (Bismillahirrahmanirrahim Allahumma shali’ala Muhammad wa’ala ali Muhammad)

1672 Words
Hana tersenyum-senyum sendiri melihat galeri foto di ponselnya. Sewaktu main ke panti tadi, dia, Mira dan anak-anak panti banyak berfoto, apalagi foto selfie. Ya, ternyata dengan hal sederhana seperti itu bisa sedikit demi sedikit mengurangi kesedihan Hana. Untuk merasa bahagia tidak perlu mahal ternyata, cukup dengan berbagi sedikit rezeki yang kita miliki kepada mereka yang membutuhkan akan menimbulkan efek euphoria tersendiri di hati kita. Lantas, kenapa masih ada orang yang enggan berbagi, pikir Hana. Mungkin, manusia-manusia itu berpikir bahwa dengan menumpuk harta dunia akan memberikan kebahagiaan sejati, namun sayangnya mereka salah. Dengan cara mereka seperti itu, mereka hanya akan mendapatkan kebahagiaan semu, palsu dan hanya bersifat sementara.Tak lama kemudian, ibu Hana pun masuk ke kamar Hana, “Han, kenapa kamu senyum-senyum sendiri?” tanya ibu Hana sambil duduk di ranjang Hana. “Ini Bu, liat foto aku sama anak-anak di panti tadi. Liat deh Bu, lucu dan ngegemesin kan mereka. Apalagi yang bayi, Bu, ”ucap Hana sambil menunjukan foto-foto di ponsel kepada ibunya. “Iya lucu-lucu banget, tapi kasihan ya mereka, Han.” “Iya Bu, tega banget orang tua mereka yang udah nelantarin gitu aja, gak bertanggung jawab,” kesal Hana. “Memang gak punya perasaan orang tua kayak gitu. Terus kapan kamu mau kasih ibu cucu yang lucu kayak gini?” sindir ibu Hana. Deg….aduh kena kan gue. Ujung-ujungnya bahas jodoh juga deh ini, gumam Hana dalam hati. “Doain Hana aja, Bu, biar cepet dapet calon bapaknya anak-anak Hana. Nanti Hana kasih ibu cucu yang banyak. Mau berapa? Empat? Lima ? Atau bahkan sebelas? Biar ibu bikin kesebelasan,” ucap Hana sambil terkekeh geli melihat ekspresi ibunya ketika mendengar ucapannya tadi. “Ih kamu, banyak banget sebelas, Han? Gak capek ngurusnya?” “Ya, abisnya Hana gak enak ngerasain jadi anak tunggal. Jadi Hana pengen punya anak yang banyak, hehe. Biar ibu juga kebagian repotnya ngurusin anak-anak Hana.” “Dasar kamu ya. Ternyata tujuannya mau ngerepotin ibu? Iya?” ucap ibu Hana dengan pura-pura menampilkan ekspresi marah. Hana tertawa melihat ekspresi pura-pura marah yang ditampilkan ibunya. Hana memang asal mengucap tadi, untuk menggoda ibunya. “Maaf, Bu. Hana kan cuma bercanda. Sekarang yang penting Hana minta doa aja dari ibu, ya?” “Iya, ibu selalu berdoa juga yang terbaik buat kamu. Doain ibu juga biar panjang umur, niar bisa lihat kamu nikah dan gendong cucu-cucu ibu ya, Han.” “Pasti Bu, ibu jangan ngomong gitu dong, Hana kan jadi sedih,” ucap Hana seraya memeluk ibunya. Sebenarnya, Hana paling malas dan sedih kalo ibunya membahasa hal ini. Karena ia juga tidak tega kepada ibunya. Hana ingin segera mengabulkan semua keinginan ibunya sebagai tanda bakti Hana. Namun, apa boleh buat, Allah belum mengabulkan doa-doa Hana. Hana Cuma bisa berharap yang terbaik untuknya dan ibunya. Hana yakin Allah akan memberikan yang terbaik di saat yang tepat. “Itu kemarin si Rika jadi gak ngenalin temen suaminya sama kamu?” tanya ibu Hana sambil membelai lembut rambut panjang Hana yang tergerai. “Eh? Oh itu, belum, Bu.” “Kenapa belum? Dicoba aja Han, namanya ikhtiar. Siapa tahu jodoh. Kalopun gak jodoh kan masih bisa temenan.” “Iya Bu, insya Allah nanti Hana coba. Doain ya, Bu.” Akhirnya, lama kelamaan ibu dan anak itu pun tertidur karena mereka sudah kelelahan. === Sang surya sudah mulai meninggi. Jarum kam sudah menunjukkan hampir pukul tujuh pagi. Suasana hiruk pikuk di rumah Adam sama seperti biasanya pada hari weekday. Mereka sibuk mempersiapkan dirinya masing-masing untuk menjalani aktivitas. Ada Hawa yang sibuk menyiapkan keperluan kerja suaminya dan keperluan Rama untuk sekolah. Ya, Rama sudah mulai masuk TK nol besar saat ini. Ayah dan Ibu Adam Hawa sudah siap menunggu anak, mantu dan cucunya untuk sarapan di meja makan. Menu sarapan hari ini cukup sederhana yaitu nasi goreng ayam dengan telur dadar serta kerupuk udang. Tak lupa dilengkapi dengan s**u atau teh hangat sesuai selera masing-masing. Namun, anak bungsu Pak Malik yang bernama Adam Rizki Pratama itu belum menunjukkan batang hidungnya. “Adam kok belum kelihatan, Ma? Apa belum bangun tuh anak?” tanya Pak Malik sambil menyeruput teh manis hangat di cangkirnya. “Oh iya. Duh pasti tuh anak kesiangan lagi. Ampun deh. Yaudah biar mama bangunin dia dulu, Pa,” ujar Bu Malik sambil beranjak dari kursinya dan berjalan menuju kamar putra satu-satunya itu. Tok..tok…tok “Adam bangun hey, udah siang loh ini. Kamu gak kerja?” teriak Ibu Malik dari luar pintu. Beberapa kali mengetuk, namun tidak ada sahutan dan tanda-tanda pintu akan terbuka. Bu Malik pun langsung mengecek pintu kamar itu terkunci atau tidak. Ternyata tidak dikunci. Alhasil bu Malik langsung masuk ke kamar Adam dan menemukan anaknya masih bergelung nyaman dalam selimut. “Ya Allah ini bujang satu kelakuannya. Ayo bangun, Dam! Udah siang!” teriak ibu Malik sambil membuka tirai jendela kamar Adam agar sinar matahari bisa masuk. Begitu tirai dibuka, sinar matahari langsung menerpa wajah Adam yang sedang tidur dalam posisi menghadap jendela kamar. Ia pun refleks membalikkan tubuhnya lalu mulai membuka matanya perlahan. “Ennngghh,” lenguh Adam sambil menggeliatkan tubuhnya. “Jam berapa ini, Ma?” tanyanya sambil meregangkan otot-otot tubuhnya. “Jam 7 tahu! Ayo cepet bangun kita sarapan. Jangan mentang-mentang punya usaha sendiri kamu jadi males-malesan gini, Dam!” bentak ibunya. “Iya, Ma,” ucap Adam sambil mengusap mukanya kasar lalu berjalan ke kamar mandi sambil membawa handuknya. Beberapa menit kemudian Adam pun bergabung bersama keluarganya di meja makan untuk sarapan bersama. “Makanya cepet sana cari istri biar ada yang bangunin, Dam,” ucap Mas Ardi, kakak ipar Adam. Adam pun hanya tersenyum simpul sambil mengunyah sarapannya. “Iya Dam, sama Hana juga boleh kok,” ucap Ibu Malik. “Kok, jadi bawa Hana, Ma?” ucap Adam. “Ya gak apa-apa, emang kenapa? Kemarin mama sama Hawa ketemu Hana di panti dan mama lihat Hana anak yang shalihah dan baik kok.” “Kamu tuh harus move on dari Diana, Dam,” ucap Hawa. “Udah jangan bawa-bawa dia lagi deh. Males denger namanya,” ucap Adam sambil meminum tehnya. Adam paling kesal jika dirinya disebut belum bisa move on dari pacar lamanya yaitu Diana. Walaupun memang itu kenyataannya. Bayangkan aja, udah pacaran selama lima tahun, eh Diana tetiba minta putus. Bagaimana Adam bisa menerima kenyataan pahit itu? Tak lama kemudian, Diana ternyata bertunangan dengan orang lain yang Adam juga kenal. Huh, nasib-nasib jagain jodoh orang lima tahun! Gumam Adam dalam hati. ===           Hari Ahad memang lebih enak dihabiskan dengan bermalas-malasan bagi mereka yang weekdaysnya full bekerja di kantor. Biasanya habis shalat subuh dilanjutkan dengan tidur lagi atau berjalan santai di car free day yang ada di tengah kota. Niatnya ikut CFD sih olahraga bakar lemak. Tapi, begitu sampai di tujuan, mata kita akan disuguhkan dengan jajaran pedagang-pedagang makanan yang enak-enak. Jadi gak jadi kan olahraganya. Niat mau ngecilin perut malah ngegedein perut.           Biasanya juga Hana ikut CFD bersama ibunya dan Rika. Namun, sekarang ini ia sedang mengerjakan pesanan kue Bu Malik yang harus ia antarkan siang ini ke rumahnya. Setelah dari subuh berkutat dengan dapur plus teman-temannya, selepas dzuhur Hana menggunakan kendaraan online mengantarkan pesanan kue Bu Malik. Tak sampai satu jam, Hana pun tiba di rumah Bu Malik. Tok…tok….tok… “Assalamu’alaikum!” ucap Hana sambil mengetuk pintu. Tak berapa lama, pintu pun terbuka. Ternyata Bu Malik yang membukakan pintu. “Wa’alaikumussalam. Eh Hana, ayo masuk sini,” ucap Ibu Malik sambil mempersilakan Hana masuk. “Iya Bu, terima kasih. Ini pesanan kuenya,” ucap Hana sambil meletakkan dus-dus kue di meja ruang tamu Bu Malik. “Oh iya. Tunggu sebentar ya saya ambil uangnya dulu, belum sempet transfer, maklum udah factor U, sering lupa. Kamu mau minum apa?” “Gak usah repot-repot, Bu,” ujar Hana tidak enak. “Gak repot kok, jangan langsung pulang ya, main dulu disini sebentar.” Kemudian Bu Malik meninggalkan Hana di ruang tamu untuk mengambil uang dan minuman. Ketika sedang asik melihat foto-foto keluarga yang sedang terpajang di ruang tamu. Rama pun datang menghampiri Hana. “Ate Hana!” “Eh Rama, sini Sayang.” Lalu Rama dan Hana pun bermain, bercanda seperti biasanya. Tetiba, pintu rumah Bu Malik di ketuk oleh seseorang. “Assalamu’alaikum.” “Wa’alaikumussalam,” jawab Rama dan Hana. Hana sedikit terkejut  ketika melihat perempuan di depannya ini. Hana pikir, pasti perempuan ini datang untuk mencari Adam. “Maaf, permisi. Bu Maliknya ada?” tanya perempuan yang ternyata Diana. Diana memang tak mengetahui atau kenal Hana tapi Hana mengetahui Diana. “Oh ada, tunggu sebentar ya Mbak,” jawab Hana. Tak lama Bu Malik pun keluar membawa nampan berisi secangkir teh manis hangat dan kue untuk Hana. “Eh? Ada Diana,” ucap Bu Malik kaget. “Iya, Bu.” “Bagaimana kabar kamu, Nak?” ucap Bu Malik ramah. Sebenarnya Bu Malik sedikit marah kepada Diana karena telah memutuskan Adam secara sepihak, padahal keluarga mereka sudah saling mengenal. Bu Malik juga sudah menganggap Diana sebagai anaknya sendiri. Namun, Bu Malik tetap berlapang d**a dan menerima kenyataan. Bu Malik tetap menunjukkan keramahannya pada Diana. Meskipun telah putus, Bu Malik tidak ingin meninggalkan kesan yang buruk dengan bermusuhan. Ya mungkin memang Diana bukan jodohnya Adam, begitulah pikir Bu Malik. “Alhamdulillah baik, Bu.” Setelah berbasa basi sebentar, Diana pun langsung menyampaikan maksud kedatangannya. “Ini saya mau mengundang keluarga Adam untuk hadir di resepsi pernikahan saya, Bu,” ujar Diana sambil memberikan undangan pernikahannya pada Bu Malik. Bu Malik sedikit terkejut dengan ucapan Diana. Beliau tak menyangka Diana akan menikah secepat ini. Meski sedikit kecewa, Bu Malik tetap menampilkan senyum karena ikut berbahagia Diana akan menikah. “Oh ya?” ucap Bu Malik sambil menerima undangan Diana. “Datang ya, Bu. Saya tunggu.” “Insya Allah, ibu sekeluarga akan datang.” Bertepatan dengan itu, Adam pun melewati ruang tamu dan kaget ternyata rumahnya kedatangan Hana dan Diana. Diana pun tanpa ragu dan malu menyapa Adam langsung. Merasa Adam dan Diana membutuhkan waktu bicara berdua, Bu Malik mengajak Rama dan Hana ke ruang tengah. Tinggallah Adam dan Diana berdua. “Hai, Dam. Apa kabar?” ucap Diana basa-basi. “Alhamdulillah baik,” jawab Adam singkat. “Ini, gue mau ngundang lo ke nikahan gue  dua minggu lagi. Dateng loh ya. Awas kalo ga dateng. Btw, lo udah ada calon juga belum?” ledek Diana. "Atau lo belom bisa move on dari gue ya?" ucap Diana dengan percaya diri. Adam pun kaget, tak menyangka Diana memutuskan akan cepat menikah. Untuk menghindari malu dan menyelamatkan harga diri Adam. Adam pun mengiyakan jawaban Diana. “Udah lah, udah move on kali, Di. Orangnya juga ada disini. Bentar gue kenalin,” ujar Adam sambil berjalan menuju ruang tengah mencari keberadaan Hana yang tadi dibawa oleh ibunya. “Hana! Please ikut gue sebentar,” ujar Adam sambil menarik tangan kanan Hana. “Eh mau kemana, Dam?” tanya Hana kaget karena tangannya tetiba ditarik Adam. Adam membawa Hana ke hadapan Diana. Adam dengan penuh percaya diri merangkul bahu Hana lalu berkata pada Diana, “Di, kenalin. Calon istri gue. Rayhana,” ucap Adam tegas dan mantap tanpa ada keraguan di dalamnya. Hana pun membelalakan matanya seketika. Ya Allah, cobaan apa lagi ini?  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD