BAB 6 (Bismillahirrahmanirrahim Allahumma shali’ala Muhammad wa’ala ali Muhammad)

1872 Words
Selepas ashar, Adam dan Rama izin pamit pulang dari rumah Hana. Jarak antara rumah Hana dan Adam memakan waktu tiga puluh hingga empat puluh lima menit jika ditempuh dengan mobil, mengingat ini adalah weekend. Tentunya waktu yang akan Adam tempuh menjadi sedikit lebih lama karena padatnya jalanan oleh kendaraan orang-orang yang bepergian. Setelah bergelut dengan padatnya jalanan dan polusi udara, akhirnya Adam dan Rama tiba di rumah mereka. Karena terlalu lelah, Rama tertidur di mobil Adam.“Assalamu’alaikum,” ucap Adam sambil menggendong Rama. “Wa’alaikumussalam,” ucap seseorang dari dalam rumah sambil membukakan pintu. “Eh, udah pulang, Dam?” tanya Hawa kakak perempuan Adam. “Iya udah Mbak, buktinya udah di sini.” “Gimana kondangannya? Ketemu jodoh? Eh sini Rama biar Mbak yang gendong,” ucap Hawa sambil mengambil Rama dari gendongan Adam. “Ya gitu deh Mbak, orang Cuma ketemu temen-temen kuliah aja kok,” ucap Adam sambil berlalu menuju dapur mengambil air minum. Adam mengeluarkan botol air dingin dari dalam kulkas dan langsung menenggaknya hingga tersisa setengah. Usai menghilangkan dahaganya, ia duduk di sofa ruang keluarga. “Ya siapa tau ada jodohnya gitu, gak apa-apa kan kalo jodohnya temen kuliah?” ujar Hawa sambil membawa Rama menuju kamarnya untuk ditidurkan. Setelah menidurkan Rama di kamarnya, Hawa kembali menemui Adam yang sedang duduk sambil memejamkan mata di sofa keluarga. “Gak tau deh Mbak, aku mau tidur, capek!” ucap Adam sambil beranjak dari sofa, berjalan menuju kamarnya. Adam malas jika kakak perempuan satu-satunya itu sudah membahas masalah jodoh. Saat ini Adam memang sedang banyak pikiran. Selain mencari jodoh, ia juga harus segera menyelesaikan tesisnya agar ia bisa mengurus usahanya sendiri. Biasanya Adam akan dengan mudah move on atau mencari pacar baru ketika ia putus dari pacar sebelumnya. Namun, entah kenapa, saat ini ia begitu sulit  menghilangkan sosok Diana dari dalam hatinya. Ia sudah mencoba pendekatan dengan beberapa perempuan yang menurutnya menyimpan perasaan pada dirinya, tapi tetap saja gagal. Adam tidak bisa melanjutkan hubungan pendekatan ke jenjang yang lebih tinggi. Sebelum melangkah terlalu jauh ke kamarnya, Hawa mencekal tangan Adam. “Eh, orang udah mau maghrib. Sana mandi, trus ke mesjid, salat maghrib berjama’ah. Ayo cepet sana!” perintah Hawa. “Aduh, bawel banget deh, Mbak! Iya, iya tunggu. Aku mau mandi dulu, badanku lengket nih sama keringat!” “Dasar ya kamu, udah tua kaya gitu aja kharus disuruh-suruh. Makanya sana cepetan nyari istri biar ada yang ngurus,” ucap Hawa. “Mbak mah jangan cuma ngomong doing dong, bantuin cari kek,” ucap Adam asal sambil menutup pintu kamar mandi. “Bener loh ya ntar Mbak cariin. Awas kalo nolak!” ancam Hawa. “Gak janji deh!” teriak Adam dari dalam kamar mandi. “Adam!” teriak Hawa geram. Hawa sangat gemas dengan tingkah laku adik lelaki satu-satunya itu. Setelah selesai mandi, Adam pun pergi melaksanakan shalat maghrib di masjid bersama ayahnya dan kakak iparnya. Pulang dari masjid mereka pun makan malam bersama, termasuk Hawa, Rama dan kedua orang tua Adam dan Hawa. “Ma, katanya Adam minta dicariin jodoh tuh!” ucap Hawa pada mamanya sambil menyuapi Rama. “Ah, Adam mah ngomongnya doing begitu. Yang udah-udah juga gak ada yang cocok,” ucap Bu Rita atau yang lebih sering dipanggil Bu Malik di lingkungan komplek rumahnya. “Ya, emang belom ada yang cocok Ma, dari calon yang mama tunjukin ke aku. Masa mau dipaksain,” ucap Adam lalu menyendokka nasi ke mulutnya. “Kamu harus serius loh Dam buat cari istri, jangan sembarangan. Karena istri kamu juga calon ibu buat anak-anak kamu nanti, dan kalian akan menjalani ibadah pernikahan dalam waktu yang tidak sebentar,” ucap Pak Malik, papa Adam dan Hawa. “Iya Pa,” ucap Adam. “Bun, tadi aku ketemu Ate Hana loh,” ucap Rama tiba-tiba. “Oh ya? Dimana Sayang?” tanya Hawa “Tadi pas aku pergi sama Om Adam, terus ketemu Ate Hana. Terus kita anterin Ate Hana pulang ke rumah deh. Terus aku ketemu Enin juga,” ucap Rama panjang lebar. “Oh jadi tadi nganterin Hana dulu, Dam?” tanya Hawa. “Iya, dia tuh temen kuliah aku, Mbak,” jawab Adam “Hana itu siapa, Wa?” tanya Bu Malik. “Itu Ma, tetangga Hawa sama Mas Ardi waktu di rumah yang lama, sebelum kita pindah ke rumah yang baru. Gak nyangka dia temen kuliah Adam,” jelas Hawa. Hawa dulu memang tinggal satu komplek dengan Hana. Namun, ketika ia mendapat info ada sebuah rumah di komplek rumah mamanya ini yang akan di jual, maka ia dan suaminya memutuskan untuk menjual rumah yang lama dan membeli rumah yang dekat dengan mamanya. “Om Adam sama Ate Hana aja, cocok kok,” ucap Rama sambil senyum menampilkan gigi ompongnya. Adam yang mendengar perkataan Rama pun langsung tersedak dari makannya. Hawa langsung menyodorkan segelas air minum untuk adik lelakinya itu. “Aduh, kayaknya ada yang grogi atau salting nih,” ejek Mas Ardi, kakak ipar Adam. “Apaan sih? Biasa aja kali,” elak Adam. “Hana itu gadis yang baik kok Ma, Pa. Dia juga manis, sholihah lagi, cocok lah buat jadi istri idaman. Mbak setuju banget kalo dia jadi istri kamu,” ucap Hawa. “Ajaklah kapan-kapan Hana main kesini, biar mama dan papa kenal sama dia,” perintah Bu Malik pada Adam. “Aduh, kenapa jadi pada ngomongin Hana sih? Dia kan Cuma temen kuliah Adam. Adam gak ada perasaan apa-apa sama dia,” ketus Adam. “Adam, dengerin papa. Perasaan cinta sebelum menikah itu gak penting, Dam. Yang penting itu cinta setelah menikah. Perasaan itu akan timbul dengan sendirinya. Kalo kata orang jawa witing tresno jalaran soko kulino. Mama sama papa juga pas awal-awal menikah belum cinta. Tapi kamu bisa lihat kami sekarang kaya apa, Nak?” jelas Pak Malik. “Adam gak bisa, Pa. Paling nanti Adam bakalan cari pacar baru lagi,” ucapnya santai. “Duh, kok kamu pacaran terus sih, Dam? Umur kamu tuh bukan waktunya lagi pacaar-pacaran. Kalau kamu suka sama perempuan, bilang sama mama dan papa, biar kami lamar dia buat kamu,” jelas Bu Malik. “Gak bisa lah langsung lamar gitu aja, Ma. Adam kan belum kenal. Kalo gak pacaran terus gimana Adam bisa tahu dia baik apa nggak buat Adam?” Suasana meja makan mulai terasa panas. Hawa langsung berinisiatif mengentikan perdebatan antara kedua orang tua dan adiknya. “Sudah, kita makan dulu. Jangan berdebat lagi.” Adam cepat menghabiskan makanan di piringnya lalu meninggalkan meja makan. Ia merasa sangat kesal dengan keluarganya ini. Orang tua dan kakaknya hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Adam yang keras kepala. === Hana sudah mantap memutuskan untuk mengembangkan bisnisnya. Sebenarnya, sang ibu masih sering menganjurkan Hana untuk melamar pekerjaan ke perusahaan-perusahaan besar, mengingat status Hana yang seorang sarjana. Hati Hana pun bimbang, ia sangat ingin membahagiakan sang ibu, satu-satunya  orang tua Hana yang masih hidup. Namun, usahanya melamar pekerjaan ke perusahaan tidak membuahkan hasil. Hana merasa ada saja hambatan ketika ia akan melamar suatu pekerjaan. Sedangkan Hana merasa selalu dimudahkan oleh Allah dalam urusan berbisnis. Hana pun shalat istikharah meminta petunjuk kepada Allah. Akhirnya Hana memantapkan hati untuk berbisnis saja. Sebagai seorang pebisnis Hana juga harus menimba ilmu lagi, ya meskipun ilmu-ilmunya sudah sebagian besar didapat saat ia kuliah. Ia sering mengikuti seminar atau kajian-kajian tentang bisnis atau marketing yang bisa meningkatkan skill-nya sebagi seorang pebisnis. Menurut Hana, selain menambah ilmu, dengan ikut seminar atau kajian juga bisa menambah jaringan sesama pebisnis, ya sekalian silaturahmi juga. Siapa tahu bisa saling bekerja sama bukan? Begitulah yang Hana pikirkan. Hari ini Hana mengikuti salah satu seminar tentang bagaimana membangun sebuah bisnis dari nol dan manajemennya. Hana mendengarkan dengan baik setiap materi yang disampaikan oleh narasumber. Tak lupa ia juga mencatat poin-poin penting dalam membangun dan mengembangkan sebuah bisnis. Hana  harap, setelah ini ia bisa mengaplikasikan langsung ilmunya pada bisnis kuliner yang sedang ia geluti. === Hari Jum’at, Hana dan Alnamira sudah sepakat untuk mengunjungi salah satu panti asuhan di kota mereka. Mereka ingin berbagi sedikit harta yang mereka punya dan juga berbagi ilmu sebagai tanda syukur mereka atas nikmat yang telah Allah berikan. Mereka sangat menyukai anak-anak. Pada awalnya, orang tua Mira yang menjadi donator di panti asuhan tersebut. Lama kelamaan Mira pun ikut aktif terlibat mengunjungi panti itu. Hana dan Mira merasa kasihan dengan anak-anak panti tersebut, mereka masih kecil-kecil tetapi sudah kehilangan kasih sayang orang tuanya. Hana dan Mira ingin memberi kasih sayang seorang ibu kepada anak-anak panti.  Selain berbagi rezeki, Hana dan Mira akan mengajarkan anak-anak panti untuk mengaji sacara gratis. Sebelum ke panti, Hana dan Mira menyempatkan diri membelikan anak-anak panti jajanan anak-anak dan beberapa mainan untuk anak-anak yang masih kecil dan beberapa perlengkapan sekolah. Setelah beres, kedua gadis shalihah itu pun segera berangkat ke panti karena mereka sudah tidak sabar bertemu dengan anak-anak yang menggemaskan. Kedatangan Hana dan Mira disambut antusias oleh anak-anak panti. Mereka sangat senang dan gembira. Hana pun membagikan jajanan yang telah ia beli tadi sama rata kepada anak-anak agar semua terbagi rata. Sedangkan Mira, membagikan mainan dan perlengkapan sekolah kepada anak-anak yang sudah menginjak usia sekolah. Panti asuhan “Kasih Bunda” tersebut memiliki banyak anak asuh. Mulai dari bayi yang masih merah hingga anak usia SMA. Anak-anak panti itu bisa berada di panti dengan berbagai cara. Ada yang dibuang orangtuanya di dekat panti, bayi merah ditinggalkan begitu saja di depan pintu panti atau memang ada yang sengaja dititipkan oleh keluarga mereka, paman atau bibinya karena sudah tidak sanggup merawat dan membiayai anak yatim piatu tersebut. Pengurus panti dengan senang hati menerima anak-anak itu karena mereka yakin bahwa Allah lah yang memberikan rezeki, bukan manusia.manusia itu pemakan rezeki, bukan pemberi rezeki.  Pengurus panti pun sangat senang jika ada donatur atau sukarelawan yang berkunjung ke panti bermain bersama anak-anak panti. Anak-anak panti rindu akan sosok orang tua yang telah hilang dalam hidup mereka. “Sering-sering main kesini ya Hana sama Mira. Anak-anak kelihatannya seneng banget main dan diajar ngaji sama kalian,” ucap Bu Endang, salah satu pengurus panti. “Iya Bu, kami usahakan kesini kalo sedang tidak ada acara ya,” ucap Mira. “Iya Bu, Insya Allah. Kita juga seneng banget kok, main sama mereka. Orang tua macam apa yang tega ninggalin mereka kayak gini, sedangkan diluaran sana banyak orang yang ingin punya anak tapi belum dikasih sama Allah,” ucap Hana sambil menggendong salah satu bayi yang usianya baru beberapa bulan. “Ya begitulah manusia, Mbak Hana,” ucap Bu Endang prihatin. “Kami para pengurus panti juga merasa kasihan sama mereka, bayi-bayi dan anak-anak tak berdosa yang dibuang oleh orangtuanya,” tambah Bu Endang. “Biasanya selepas SMA, nasib mereka bagaimana, Bu? Masih tetap di panti?” tanya Mira. “Itu terserah mereka, Mbak. Kami hanya bisa membantu menyekolahkan mereka hingga SMA, setelahnya mereka bisa mencari pekerjaan sendiri, mereka yang memutuskan. Boleh tetap tinggal disini atau keluar dari panti,” jelas Bu Endang. Obrolan mereka pun terhenti karena kedatangan tamu lain yang juga donator tetap panti. “Assalamu’alaikum,” ucap kedua tamu tersebut. “Wa’alaikumussalam,” jawab Hana, Mira dan Bu Endang serempak. “Eh, Bu Malik dan Bu Hawa. Apa kabar, Bu? Tumben gak ngabarin dulu mau ke sini?” tanya Bu Endang sambil menyalami mereka. “Alhamdulillah kami baik, Bu. Iya, kami sengaja gak ngabarin dulu, mau ngasih kejutan ceritanya,” ucap Bu Malik sambil tersenyum. “Loh, Hana? Ngapain kamu di sini?” ucap Hawa terkejkut. “Eh, Mbak Hawa? Aku lagi main sama temenku  ke sini,” jelas Hana. Mereka pun saling bersalaman dan berkenalan satu sama lain. “Oh, jadi ini Hana tetangga kamu dulu, Wa?” tanya Bu Malik. “Iya Ma, temen kuliah Adam juga. Iya kan, Han?” tanya Hawa. “Iya betul, Bu,” jawab Hana malu-malu. “Kerja di mana Hana?” tanya Bu Malik. “Saya nggak kerja Bu, lagi coba mengembangkan bisnis sendiri,” jawab Hana. “Wah, hebat. Calon pebisnis ternyata. Bisnis apa?” tanya Bu Malik antusias. “Bisnis kue Bu, terima pesanan gitu. Alhamdulillah, meskipun binisnya belum besar tapi sudah punya beberapa pelanggan,” jawab Hana. “Wah, kita harus pesen kapan-kapan ya, Wa?” Mereka pun lanjut ngobrol dengan asyik. Hana merasa sangat senang hari ini karena ia bisa bermain dengan anak-anak panti yang lucu-lucu dan juga bisa berkenalan dengan Bu Malik, ibu dari Adam dan Hawa yang Hana prediksi akan menjadi pelanggan tetapnya nati. Semoga saja.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD